Kinara duduk di hadapan ayahnya yang masih sibuk membaca buku di ruang santai yang berada di sisi rumah, dan berhadapan dengan sebuah kolam renang tanpa atap di atasnya. Buku karya seorang penulis hebat tentang kisah-kisah para pengusaha kelas dunia. Meski sudah menjadi salah satu pengusaha sukses, nyatanya Bram belum juga puas untuk mengintip tips-tips para pendahulunya. Di masa yang telah lalu dan sulit serta belum se-modern saat ini, para pengusaha hebat itu bisa membangun kerajaan bisnis yang gagah perkasa, bahkan masih berjalan hingga generasi milenials. Hal itulah yang membuat Bram selalu kagum pada mereka.
"Ayah masih menyukai mereka?" Kinara bertanya agar setidaknya Bram mulai melihat kehadirannya.
Bram langsung menurunkan buku itu, lalu menatap sang putri yang sudah duduk di kursi lain. Sebuah kursi kayu yang memiliki model sandaran begitu rendah, nyaris sejajar dengan di bagian yang digunakan untuk duduk.
Bram tersenyum. "Rupanya kau sudah ada di sini, Kinara. Maafkan, Ayah. Masih terlalu kenyang, kalau sudah kenyang biasanya lebih fokus dalam melakukan segala hal. Termasuk membaca. Dan ya, pertanyaanmu benar. Ayah masih mengikuti kisah beberapa pengusaha masa lampau. Kau harus membaca buku ini, tips dari mereka bisa kau ikuti," jelasnya.
"Tanpa mengikuti kisah mereka pun, Kinara sudah sangat hebat, Ayah!" Suara Abimana mendadak terdengar. Yang tentu saja langsung membuat Bram dan Kinara terkejut, meski keterkejutan itu tidak sampai ke level parah. "Bahkan dia lebih hebat dari para pendahulu itu," lanjutnya sembari menarik salah satu kursi. Ia benar-benar duduk. Posisinya sangat dekat dengan Kinara dan dibatasi satu meja kecil berbentuk bulat dari keberadaan Bram.
Tak lama berselang, Abimana berinisiatif untuk merangkul pundak Kinara. Namun, sayang sekali, rencananya gagal. Pasalnya Kinara mendadak memajukan badannya lalu merunduk dalam keadaan masih duduk. Wanita itu seolah sedang memperbaiki tali sepatu, tetapi Abimana tahu sikap Kinara tersebut hanyalah cara untuk menghindari sentuhan yang ia berikan. Lagi pula, sepatu yang dipakai oleh Kinara adalah highheels tanpa tali sama sekali. Dan demi menghalau rasa malunya, Abimana sengaja berdeham dan menggosok ujung kursi yang Kinara duduki.
"Bagaimana dengan merger yang kalian rencanakan? Jika hal itu terlaksana, Ayah yakin perusahaan kita akan semakin besar! Kita bisa melebihi para sultan!" ucap Bram penuh antusias. Ia memang selalu berambisi untuk memperbesar kerajaan bisnis yang ia bangun sendiri. Mulai dari nol! Meskipun pada akhirnya tetap mendapatkan bantuan dari Meysa yang kala itu merupakan anak orang kaya. Bahkan, Meysa memiliki garis keturunan darah biru. Namun, bukan berarti Bram bisa memanfaatkan istrinya untuk berbuat seenaknya saja. Ia sangat menghargai Meysa.
Kinara menghela napas sesaat setelah menegakkan tubuhnya kembali. Ia sudah menduga pembahasan mengenai merger antara Diamond Palace dan Erlangga Real Estate akan terjadi. Rencana penggabungan perusahaan tersebutlah yang menjadi latar belakang terjadinya pernikahan antara dirinya dan Abimana, meski harus ia akui, bahwa dalam satu tahun ini Abimana tak hanya menjadi suami bisnis, melainkan pria yang benar-benar ia cintai.
Sayang sekali, ketika Abimana justru menghancurkan bahtera pernikahan itu, di saat Kinara sukses menumbuhkan rasa cinta di dalam hatinya. Kini, justru ada dendam atas rasa sakit hati yang kian membesar dan untuk saat ini Kinara tidak tahu cara meredam selain hanya diam, dan membalas secara perlahan. Dan Kinara telah berjanji pada dirinya sendiri untuk menghancurkan Abimana sampai selebur-leburnya. Bukan saat ini waktunya, tetapi nanti, ketika dirinya sudah berhasil bercerai dengan pria itu.
"Merger akan segera kami lakukan, Ayah! Saya akan bekerja dengan sebaik mungkin. Dan perusahaan kita pasti akan merajai bisnis, setidaknya di lingkup dalam negeri. Tapi, saya yakin, setelah merger terjadi, nama perusahaan kita pun akan terkenal sampai ke berbagai negara dan akan memenangkan tender-tender besar!" ucap Abimana tak kalah antusias dengan Bram.
Bram tertawa. Senang karena Abimana sama ambisiusnya seperti dirinya. "Jika merger itu sukses, Ayah ingin kalian membangun pusat perbelanjaan atau kompleks elite yang besar!"
"Tentu saja, tentu saja! Tak hanya itu, mungkin proyek pembangunan lain pun bisa kami lakukan, Ayah. Jadi, Ayah tenang saja. Abimana dan Kinara akan melakukannya dengan baik!"
"Hahaha!" Bram tergelak. "Itu bagus. Kalian masih sangat muda sebagai seorang pemegang perusahaan besar. Sebelum berusia kepala empat, sebaiknya memang harus memiliki hasil atas kerja keras kalian sendiri."
"Hehe. Ayah benar sekali."
Laknat, muka dua, menyebalkan, dan munafik! Kinara saat ini menilai sosok Abimana dengan segelintir sifat-sifat buruk tersebut. Seperti itulah cara Abimana untuk mematahkan rencana Kinara? Benar-benar tidak tahu malu! Padahal sudah jelas-jelas kepergok berselingkuh dengan wanita lain! Pria itu benar-benar bajingan yang gila!
Rasa sakit nyaris tidak bisa dikendalikan oleh Kinara yang baru mengetahui seberapa bejat sosok suaminya. Selama satu tahun ini, mengapa dirinya bisa tertipu oleh Abimana? Padahal Kinara selalu pintar dan peka akan segala sesuatu. Namun, bisa-bisanya ia justru dibuat begitu bodoh oleh orang yang selalu ia anggap sebagai lelaki kesayangannya.
Pedih sekali! Kekuatan yang Kinara bangun sejak awal hampir terkuras habis. Matanya panas, dadanya bergemuruh, dan kepalanya rasanya seperti berputar-putar. Suara Abimana dan Bram yang sedang berbincang mengenai perusahaan justru membuat telinga Kinara berdengung hebat. Lebih menyakitkan lagi ketika benaknya harus teringat kembali akan kemesraan Abimana dan wanita bernama Bianca di atas ranjang mewah di Bali beberapa hari yang lalu.
"Tidak ...!" Kinara bergumam. Kedua jemarinya tampak mengepal permukaan androk dengan sangat erat. Ia bahkan sampai bangkit dari duduknya. "Tidak! Tidak akan terjadi! Merger itu tidak akan terjadi!" Kinara berkata lantang. Matanya pun langsung menyorot wajah Bram dengan pancaran yang tajam.
"Kinara?" Bram yang sempat tersentak kini hanya bisa menatap wajah kebas putrinya dengan bingung. "A-apa maksudku?"
"Ki-kinara?" Kepanikan pun langsung mengradang di dalam diri Abimana. Ia tidak menyangka Kinara benar-benar bisa berbuat senekat itu. Padahal, ia pikir Kinara akan merasa iba pada Bram yang begitu girang dan antusias atas rencana merger kedua perusahaan. "Sa-sayang. Maafkan aku, kau masih marah karena aku tidak mengatakan kepulanganku, ya?" Sebisa mungkin, Abimana masih berusaha membujuk Kinara.
Kinara beralih menatap Abimana. Matanya semakin tajam. Dan ... sebuah tamparan ia jatuhkan di pipi kiri milik suaminya itu. "Berhenti memanggilku 'sayang' dan berhentilah bersandiwara, Abimana! Kau pikir kau bisa membujukku dengan cara memanfaatkan ayahku?! Kau salah, Abimana. Aku tidak akan membatalkan gugatan cerai yang sudah aku layangkan padamu sejak beberapa hari yang lalu! Merger tidak akan pernah terjadi! Keputusanku sudah mutlak dan tidak bisa diganggu-gugat lagi!"
"A-apa? Cerai? Apa maksudmu? Ayolah! Ada apa, Kinara? Nak? Ada apa?" Bram bangkit. Semakin kebas wajahnya. Gemuruh hebat juga terjadi di dalam dadanya. Cerai? Putrinya hendak bercerai dengan Abimana? Apa ia tidak salah dengar?
"Ayah Mertua! Tidak begitu! Ma-maksud saya bukan begitu!" sahut Abimana yang segera bergerak untuk menghampiri Bram. "Ki-kinara hanya mengalami emosi sesaat dan—"
"Kau salah, Abimana! Emosi sesaat? Tidak, Abimana. Aku benar-benar ingin bercerai denganmu yang sudah berselingkuh di belakangku. Bahkan, setelah berselingkuh kau masih saja tetap bermalam dengan wanita itu." Kinara menghela napas dalam. Detik berikutnya, ia memasang ekspresi lebih tenang. "Kau pikir aku tidak tahu? Ada banyak bukti yang telah aku dapatkan, Abimana. Dan kau tidak akan bisa menyangkal lagi setelah ini."
"Apa ini? Selingkuh? Wanita lain?" Kepala Bram serasa diputar-putar. Ia masih sukar untuk menerima kenyataan yang baru saja dikatakan oleh Kinara.
"Tidak, itu hanya salah paham, Ayah. Percayalah pada Abimana!" tegas Abimana yang terlanjur panik. "Kinara hanya banyak pikiran dan stres, karena itu dia menganggap hubungan saya dengan relasi saya sebagai sebuah perselingkuhan!"
Bram mencengkeram kepalanya kuat-kuat. "Diam dulu, Abimana! Jangan berteriak padaku!"
Kinara tidak menyangka. Sudah dalam keadaan basah kuyup, Abimana masih saja berusaha untuk membujuk. Namun, bukan Kinara namanya jika tidak memiliki rencana cadangan. Ya, detik berikutnya, ia langsung meraih ponsel yang terletak di dalam blazer yang masih ia kenakan. Lantas, ia menelepon seseorang yang sudah bersedia untuk membantunya.
"Halo, Pengacara Kresna. Anda bisa masuk sekarang juga. Saya sudah memberikan pesan pada sekuriti dan salah satu pelayan di rumah ini untuk mempersilakan Anda masuk. Sudah waktunya Anda menjelaskan secara rinci, termasuk memperlihatkan bukti yang Anda miliki saat ini, tentang masalah yang akan saya hadapi di hadapan ayah saya dan juga calon mantan suami saya," ucap Kinara pada seseorang di luar sana.
***