Chereads / Pembalasan Sang Nyonya / Chapter 11 - Pergi kau, Abimana!

Chapter 11 - Pergi kau, Abimana!

Di hari sebelumnya, Kinara yang sebenarnya masih bimbang memutuskan untuk bertemu dengan Kresna. Kinara meminta Kresna datang ketika hari sudah menjelang sore, lebih tepatnya saat para karyawan di perusahaannya sudah membubarkan diri untuk pulang ke rumah masing-masing.

Lalu dengan sigap Kresna pun datang. Tingkahnya yang tengil masih diperlihatkan pada sang klien tak biasa itu. Kresna tidak peduli bahwa yang ia hadapi adalah Kinara Dewi Pradipta alias seorang Nyonya CEO yang luar biasa. Ia justru terkesan menantang wanita itu; bahwa dirinya bisa membantu segala kasus yang dihadapi Kinara sampai tuntas dengan kemenangan yang mutlak!

"Selamat sore, Nyonya CEO," sapa Kresna pada saat itu. Ia duduk di hadapan Kinara dengan tubuh yang tegak, tetapi raut wajahnya begitu cerah, terkesan super santai dan berlagak. "Anda sudah tak meragukan saya lagi, bukan?"

Kinara menatap Kresna lekat-lekat. Oh, rupanya pengacara muda itu sanggup membaca pikiran Kinara, mengetahui jika Kinara memang sempat meragukan kemampuannya.

"Saya masih meragukan Anda." Kinara menjawab lalu menghela napas. Pandangannya pun menurun menatap papan meja yang masih dihiasi segala benda perkantoran. Beberapa detik kemudian, ia menatap Kresna lagi. Tatapan matanya lebih tegas. Ada pancaran keseriusan yang jauh lebih pekat. "Tapi, jika hanya meragukan tanpa percobaan justru akan menjadi sesuatu yang tidak adil, bukan? Saya butuh kinerja Anda, anggap saja untuk menguji seberapa mampu diri Anda, Tuan Pengacara."

Kresna tersenyum. "Saya akan menerima ujian itu dengan lapang dada, Nyonya Kinara," jawabnya dengan santai.

Kresna sangat yakin dirinya mampu mengatasi semua ujian yang diberikan oleh Kinara. Memang merepotkan mendapatkan klien yang se-demikian teliti dan berhati-hati, tetapi kali ini Kresna benar-benar merasa tertantang. Ia akan menganggap dirinya pengecut jika tidak mampu mengalahkan ego wanita itu.

"Begini," ucap Kresna hendak menuju pembahasan pada topik utama. "Jika Anda mengetahui di mana Tuan Abimana menginap selama berada di Bali seperti yang saya dengar dari seseorang, saya bisa mendapatkan sebuah bukti besar dalam waktu secepatnya. Atau, jika Anda tidak berkenan, mungkin saya bisa memberikan sedikit saran untuk Anda, Nyonya."

Kinara mengernyitkan dahi. "Bagaimana Anda bisa tahu jika Abimana sedang berada di Bali? Bahkan saya belum mengatakan apa pun mengenai alasan mengapa saya harus bercerai dengan suami saya tersebut."

"Saya mendapatkan informasi dari seseorang. Mengenai alasan Anda melayangkan gugatan cerai, sampai di mana Tuan Abimana menginap selama berada di Pulau Dewata tersebut. Namun, saya tidak berhak merusak privasi Tuan Abimana tanpa se-pengetahuan Nyonya sebagai istri dari beliau."

Kresna menjelaskan, tetapi tidak secara seluruhnya. Ini mengenai hasil dari investigasi yang sudah ia lakukan. Kresna sengaja mencari sosok yang sempat memasuki ruang kerja Kinara. Melainkan Tiara yang menurut Isabela merupakan sahabat terdekat Kinara. Kresna bisa menebak kedekatan mereka setelah sebelumnya melihat raut kesedihan yang tertera di wajah Tiara, apalagi ia sempat mendengar beberapa perbincangan antara Tiara dengan Kinara. Selepas keluar dari ruang kerja Kinara, Kresna langsung bergerak untuk mencari Tiara di tempat kerja wanita itu dengan berbekal sedikit informasi dari Isabela. Dari Tiara—lah, Kresna mendengar beberapa penjelasan dan ia berjanji akan membantu Kinara keluar dari situasi yang tak menyenangkan tersebut.

"Bagaimana cara saya mengetahui informasi yang saya miliki bukan sesuatu yang penting lagi, bukan?" lanjut Kresna. "Lagi pula, saya akan menjadi pengacara pribadi Anda. Dan lagi, saya sanggup melewati segala ujian dari Anda, Nyonya Kinara."

Kinara masih terdiam. Namun, matanya tak lepas dalam menatap wajah ramah Kresna yang sesungguhnya membuatnya tidak nyaman. Orang ini bergerak lebih cepat daripada dugaanku, pikir Kinara memberikan penilaian. Untuk beberapa kalinya, ia menghela napas dalam. Sudah tidak bisa mundur rupanya. Tak ada pilihan, selain memakai jasa hukum milik Kresna, seperti yang sudah nyaris ia sepakati sebelumnya. Lagi pula, Pramono tak mungkin mengirimkan anak bodoh untuk mengurus kasus milik pimpinan perusahaan besar seperti Kinara, bukan? Baiklah, memang tidak ada waktu untuk merasa ragu.

"Bagaimana Anda akan mendapatkan bukti yang bisa memudahkan saya untuk bercerai dengan Abimana?" tanya Kinara.

"Hubungi hotel itu." Kresna langsung menjawab. Wajahnya yang bagi Kinara sangat tengil dan menyebalkan mendadak berubah menjadi lebih serius. "Bukankah Tuan Abimana masih belum kembali? Demi bisnis? Demi pekerjaan? Atau demi menenangkan sang wanita simpanan? Anda tetap harus memantau, bukan?"

Kinara mengerjapkan mata. Benar juga! Seharusnya ia berpikir sejauh itu. Abimana masih belum kembali. Hanya sekadar memberondong ponselnya dengan puluhan pesan dan panggilan, tetapi pria itu tetap tak kembali ke Jakarta untuk sekadar meminta ampunan. Bisa saja, di sana pun Abimana masih bersama sang wanita simpanan. Baiklah, Kinara tahu arah pikiran Kresna. Ia harus mengawasi suaminya lagi, lalu mendapatkan bukti dari perzinahan yang dilakukan suaminya itu melalui manager hotel terkait. Ia akan membayar mahal atas jasa manager tersebut, atau bahkan menawarkan sebuah kerja sama besar, hanya demi terlaksananya sebuah perceraian.

Saat itu, Kresna hanya tersenyum melihat Kinara yang tampak berpikir keras. Ia yakin Kinara sudah membaca rencana yang akan dilakukan. Dan benar saja, tak berselang lama setelah itu, Kinara langsung meraih telepon kantor dan menghubungi Isabela di luar sana. Ia meminta Isabela untuk mendapatkan akses untuk menghubungi pihak dari hotel terkait.

Meski rencana itu memiliki kemungkinan untuk gagal, nyatanya keberhasilan—lah yang akhirnya mereka dapatkan. Kinara mendapatkan beberapa lembar kiriman foto keberadaan Bianca di dalam kamar hotel yang Abimana tinggali dalam beberapa hari ini. Menurut keterangan sang manager, seorang petugas kebersihan berhasil memotret wanita simpanan itu secara diam-diam. Tak hanya foto atau rekaman suara, Kinara juga berhasil mendapatkan rekaman CCTV yang merekam Abimana dan Bianca memasuki ruangan yang sama, meski beberapa kali mereka masuk ke dalam kamar itu di waktu yang berbeda.

"Saya rasa bukti-bukti ini sudah menjelaskan tentang kesalahan Tuan Abimana dan Nyonya Kinara berhak untuk mengajukan gugatan cerai, bahkan Nyonya Kinara bisa menuntut Tuan Abimana atas dugaan perzinahan," ucap Kresna setelah memperlihatkan bukti-bukti itu pada Bram.

"Jangan asal bicara kau!" Abimana mendadak berseru. Suaranya terdengar keras, tetapi terdapat getaran gugup dari bibirnya. Matanya saja sampai memerah dan berair. Keringat dingin dan raut hijau bermunculan memenuhi wajahnya yang kebas. "Saya tidak berselingkuh, Ayah! Jangan memercayai mereka! Mereka hanya salah duga! I-ini salah paham! Wa-wanita itu hanya sebatas ... sebatas ... re-relasi saya!" Semakin panik dan gugup, tetapi Abimana masih berusaha membujuk ayah mertuanya.

Bram masih terdiam. Namun gemulutuk gigi sering terdengar dari dalam rahangnya. Kedua jemarinya saja tampak mengepal kuat-kuat. Marah, kecewa, tetapi juga sangat bingung. Pria yang ia pilih sebagai pendamping hidup putrinya justru seorang pria pengkhianat? Abimana mengecewakannya, juga mengecewakan Kinara. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa Bram yang sangat selektif kali ini justru membuat keputusan yang salah kaprah? Hanya demi bisnis, tetapi hidup putrinya hancur? Bodoh sekali!

"Ayah, saya tidak sanggup hidup dengan pria yang telah menodai pernikahan," ucap Kinara. Ia masih tampak tenang. Meski sejatinya, hatinya sangat hancur. Bagaimana ia harus menelan pil pahit kehidupan tanpa air pereda. Apalagi ia harus tetap berusaha menahan air mata. Ia harus kuat. Demi dirinya sendiri yang tidak ingin terlihat lemah, apalagi menyedihkan. Demi kedua orang tuanya yang tidak boleh melihat sedikit pun seberapa besar luka hatinya.

Wanita ini ... apa dia sama sekali tidak merasa sedih? Kenapa dia begitu tenang? Bahkan sampai tak menangis, padahal suaminya sudah berkhianat. Nyonya Kinara, wanita macam apa Anda ini? Bahkan bongkahan es besar di Kutub Utara saja bisa mencair karena sesuatu yang sangat panas, tapi kenapa Anda tampak biasa saja, atau bahkan cenderung baik-baik saja? Batin Kresna bertanya-tanya.

"Pergi ...," ucap Bram untuk pertama kalinya setelah syok berat atas kenyataan yang baru ia terima. Detik berikutnya, ia lantas menatap Abimana dengan mata yang sangat tajam sekaligus nanar. Lalu ... sebuah sabetan dari tangannya mendarat di pipi Abimana dengan suara yang cukup keras, bahkan pipi menantunya itu sampai memerah dan memar.

Kresna tercengang, sementara Kinara hanya mampu menahan napas. Berbeda dengan Abimana yang begitu frustrasi, bahkan sampai bersimpuh di hadapan Bram.

"Ayah, tolong, tolong ... percayai saya," ronta Abimana. Sungguh, ia tidak ingin bercerai dengan Kinara, apalagi sampai kehilangan merger besar antara perusahaannya dengan perusahaan istrinya.

"Pergi! Pergi, Sialan!" maki Bram dengan sekuat tenaga. "Pergi dari sisi putriku dan menghilanglah dari semua hal mengenai keluargaku!"

"A-ayah!" Abimana tidak mampu melanjutkan kata-katanya. Sudah tidak ada alibi untuk lari dari kesalahannya sendiri. "Maafkan saya, ... Ayah."

Dengan lemah, Abimana bangkit. Ia menatap Kinara dengan marah. Namun, Kinara tak memberikan ekspresi berlebihan. Raut wajah wanita itu masih tetap datar. Detik berikutnya, barulah Abimana benar-benar pergi. Dan setelah itu, Bram terjatuh lemah. Bram merasa sangat bersalah pada putri semata wayangnya.

"Kinara bahagia tanpa Abimana, dan tidak akan ada hal yang mengubah kebahagiaan itu, Ayah," ucap Kinara sembari membantu ayahnya untuk bangkit.

"Waaah! Benar-benar wanita berhati besi yang terkurung bongkahan es!" Kresna bergumam takjub sekaligus heran sesaat setelah Kinara memandu Bram untuk memasuki ruangan rumah bagian lain.

***