Chereads / Pembalasan Sang Nyonya / Chapter 14 - Sifat Asli Abimana yang Mulai Terlihat

Chapter 14 - Sifat Asli Abimana yang Mulai Terlihat

Semua karyawan yang melintas memutuskan untuk menghentikan langkah. Yang tentu saja sikap itu mereka lakukan demi melihat pertunjukan dadakan di lobi kantor dari Diamond Palace Real Estate tersebut. Abimana tampak masih belum melepaskan cengkeramannya dari kedua lengan Kinara. Wajahnya begitu memerah, matanya pun belum terlihat melumpuhkan pendar kemarahan yang besar.

Sikap Abimana sangat berbeda dengan wanita yang tidak lama lagi akan berstatus sebagai mantan istrinya tersebut. Ya, siapa lagi jika bukan Kinara Dewi Pradipta. Kinara masih terlihat lebih tenang, meskipun gurat kemarahan juga mulai bermunculan, baik di paras cantik yang ia miliki ataupun hati yang sekuat tenaga sedang menahan lebarnya luka yang menganga. Abimana nyaris membuatnya kehilangan kendali atas diri.

Kinara menghela napas begitu dalam, berusaha untuk menguasai dirinya lebih kuat lagi, sekaligus untuk mencari sejumlah energi. Selanjutnya, ia menepis kedua tangan Abimana dengan agak kasar agar cengkeram pria itu bisa terlepas dari lengannya.

"Sepertinya tidak pantas bagi seorang tamu melakukan kontak fisik pada sang nyonya rumah, Tuan Abimana. Apalagi Anda melakukan hal tersebut dengan pemaksaan yang membuat saya nyaris mengalami memar. Namun, demi menghormati Anda sebagai seorang 'tamu', saya masih ingin memberikan kesempatan bagi Anda untuk mengatakan alasan kedatangan Anda dengan lebih baik sekaligus sopan," ucap Kinara sesaat setelah berhasil menyingkirkan kedua tangan kotor milik Abimana. Jemari yang selalu ia kecup selama satu tahun itu memang sudah terkotori oleh dosa besar.

Jemari milik pria itu mungkin sudah menjelajahi setiap anggota tubuh milik wanita lain. Dan ya, Kinara merasa jijik, bahkan perutnya sampai bergolak ketika membayangkan perselingkuhan Abimana dan sang wanita simpanan.

"Tamu? Apa kau bilang? Tamu? Saya? Anda?" Abimana menyeringai. Ia merasa tidak habis pikir dengan sikap angkuh yang ditunjukkan oleh Kinara. "Betapa tidak sopannya seorang istri yang menyebut suaminya sebagai tamu dan nyaris seperti orang asing di perusahaannya sendiri! Mau bagaimanapun aku tetap suamimu, Kinara, kita belum sah bercerai!"

Kini giliran menorehkan seringai tajam di bibirnya. "Akan lebih tidak sopan jika seorang suami yang sudah berselingkuh mendadak datang hanya karena tuntutan kecil yang sang istri inginkan. Apa Anda sudah kehilangan rasa malu, sampai harus mempermalukan diri sendiri demi merebut gerai perhiasan yang bahkan kami dari Diamond Palace lebih besar dalam berkontribusi? Apa Anda sudah semiskin itu, sampai tidak mampu mengabulkan permintaan aset untuk istri yang telah Anda curangi?"

Abimana langsung menarik kembali salah satu lengan Kinara sekaligus tubuh wanita itu. "Jaga mulutmu, Kinara!" tegasnya. Detik berikutnya, ia bercelingak-celinguk, mengamati beberapa karyawan yang masih menjadi penonton setia atas aksinya. "Pergi kalian!" hardiknya untuk mengusir mereka.

"Kenapa mereka harus pergi?!" Kinara meninggikan suara, sampai semua karyawan yang ada di sana membatalkan niat untuk berlalu dari tempat semula. "Kalian harus berada di sini, kalian bisa menjadi saksi atas ancaman yang dilakukan oleh Tuan Besar Abimana. Dan sebagai karyawanku, kalian harus melindungiku, bukan?"

Para karyawan tidak memiliki pilihan lain. Bukan Abimana tuan mereka, melainkan Kinara yang masih tetap menjadi pimpinan utama selama merger antara Diamond Palace dan Erlangga Real Estate belum benar-benar terjadi. Suara saling bisik pun terdengar. Tentu saja mereka akan memihak Kinara, tak hanya sebagai pimpinan, melainkan korban perselingkuhan sang suami. Khususnya karyawati yang mulai menunjukkan empati. Beberapa orang berusaha menyudutkan Abimana.

"Ada baiknya Tuan Abimana pulang saja, kami juga harus bekerja. Namun, ucapan Nyonya Kinara juga ada benarnya. Kami tidak bisa kembali ke tempat kerja, karena Tuan Abimana tampak membahayakan!" Seorang karyawan pria memberikan pendapat.

"Jangan membuat kegaduhan yang membuat Anda rugi sendiri, Tuan!" Suara seorang wanita pun menyusul.

"Diam kalian!" Abimana kembali menghardik. Selanjutnya, ia kembali menatap Kinara dengan cengkeraman tangan yang semakin menguat. "Ikut aku!"

"Tidak mau! Aku bisa menuntutmu dengan kasus baru. Bicara saja di sini, di depan mereka! Bukankah kau sendiri yang berniat mempermalukan diriku dan sengaja menungguku di lobi, alih-alih di kantor pribadiku?" Kinara yang sudah kesakitan dan benar-benar jengkel, akhirnya mengatakan penolakan dengan lebih tegas dengan kalimat yang kembali kasual seperti sebelum adanya kasus perselingkuhan.

"Kinara, aku tidak pernah berniat seperti itu! Aku ingin berbicara denganmu! Empat mata!" Abimana masih berusaha membujuk Kinara untuk mengikutinya.

"Aku enggan melakukannya, Abimana!"

Kinara tidak akan pernah tunduk pada perintah apa pun dari Abimana, sekalipun harus terluka atau mungkin bersikap kekanak-kanakan. Sebab, perangai buruk pria itu mulai terlihat. Tak hanya emosional, Abimana bahkan berani bermain tangan. Bukankah bahaya jika Kinara menuruti permintaan Abimana, sementara pria itu bisa saja semakin berani dalam melakukan kekerasan yang lebih fatal?

Benar, keputusan Kinara sudah tepat. Selain menjaga keamanan dirinya sendiri, para karyawan itu bisa menjadi saksi untuk memberatkan pihak Abimana di pengadilan nanti. Maka proses perceraian pun akan segera berakhir, perebutan gerai perhiasan bisa Kinara menangkan.

Ketika Abimana tak segera melepaskan tangannya dari salah satu tangan dan malah memperkuat, mata Kinara mendadak mengkilat bagai mata pisau yang tajam. "Lepaskan tanganmu atau aku benar-benar meminta mereka untuk memanggil pihak aparat?"

"Kinara!"

"Abimana!"

"Kau …?! Kenapa sejak tadi berteriak padaku, hah? Kau tidak pernah seperti ini sebelumnya. Kau …?"

"Kenapa? Kau pikir hanya dirimu saja yang berhak melampiaskan kekesalan? Kau pikir aku manusia yang tidak memiliki emosi hanya karena selalu diam dan menurut?" Kinara menyeringai sinis. "Tidak, Abimana. Aku ini manusia. Sayang sekali, kau tidak berusaha untuk mengenalku lebih jauh meskipun sudah menikahiku. Sampai aku pun juga baru mengetahui perangai burukmu seperti saat ini. Ternyata kau adalah laki-laki yang jahat dan kasar. Oh … aku beruntung sebentar lagi bisa bercerai denganmu, Abimana. Sementara wanita itu, wanita itu yang akan menerima semua sifat burukmu itu!"

"Diam kau! Kau pikir hanya aku yang memiliki perangai buruk? Kau pun begitu, aku tidak menyangka jika kau adalah wanita yang benar-benar serakah, Kinara! Kau bahkan jauh lebih kaya daripada diriku, tapi kenapa kau ingin merampas aset yang jelas-jelas kita bangun bersama itu? Bahkan meski memang harus bercerai, bukankah kita masih bisa melakukan kerja sama? Tapi, kau ... kau benar-benar serakah!"

Kinara menggertakkan gigi. "Aku? Serakah? Dalam hal apa? Aku memiliki kontribusi lebih besar daripada dirimu, Abimana. Aku bisa membayar semua kerugian yang kau keluarkan. Tapi, aku tidak akan pernah melibatkanmu dalam urusan bisnisku lagi. Merger dibatalkan, dan aku akan memiliki gerai itu! Aku akan membuatmu pergi tak hanya dari hidupku, tapi semua hal yang berkaitan denganku, Abimana. Jadi, jika kau masih memiliki rasa malu, lebih baik kau pergi sekarang dan lawan aku dengan lebih jantan, Abimana! Lihat mereka, aku yakin beberapa orang dari mereka memotret pertunjukan ini, apa kau tidak malu jika mereka menggunggahnya dan membuatmu menjadi pihak yang disalahkan?"

Ucapan Kinara membuat Abimana berangsur sadar. Ia lantas menatap para karyawan yang masih berdiri di beberapa titik. Memang terlihat tidak ada yang memegang ponsel untuk merekam, tetapi ia tidak menjamin semuanya akan menjaga privasinya. Mereka bisa saja merekam secara diam-diam, lalu mengunggahnya atau bahkan menjualnya pada wartawan, apalagi jika Kinara justru mendukung ide mereka demi menjelekkan nama Abimana.

Sial! Abimana tidak punya pilihan. Rencananya gagal total. Kinara terlalu tangguh untuk ia kalahkan jika hanya dengan bujukan. Menyadari akan hal itu, Abimana memutuskan untuk pergi dengan segala amarah yang masih memenuhi relung hati.

"Semuanya kembali bekerja! Dan lupakan apa yang terjadi saat ini! Jangan keluarkan statement apa pun, tanpa perintahku jika kalian masih ingin bekerja!" titah Kinara yang membuat para bawahannya lantas membubarkan diri. Sementara dirinya langsung berjalan cepat, sampai benturan ujung highheels-nya terdengar begitu keras.

Kinara menyelinap ke dalam elevator yang dikhususkan untuk dirinya. Mungkin hanya sekitar dua menit saja, ia sampai di atas, di kantor pribadi tempatnya bekerja selama ini.

"Selamat siang, Nyonya Kinara, mm saya sudah—"

Sapaan Isabela menjadi sambutan pertama ketika Kinara sampai di lantai yang ia tuju. Namun, ucapan Isabela mendadak terhenti karena sahutan cepat dari Kinara.

"Tolong panggilkan Pengacara Kresna sekarang juga, Isabel, dan aku minta tolong batalkan meeting yang akan kita lakukan satu jam lagi. Aku masih terlalu pusing untuk melakukan berbagai sesuatu," titah Kinara pada sekretarisnya tersebut.

"Baik, Nyonya," jawab Isabela.

Isabela segera bergegas ke meja kerjanya, lalu mencari telepon kantor untuk menghubungi Kresna secara resmi, sesuai perintah dari Kinara. Di sisi lain, Kinara langsung memasuki ruang kerjanya sendiri. Ia membuka pintu dan langsung menutupnya kembali, bahkan ia menguncinya dari dalam.

Kinara ingin berjalan menuju meja kerja. Sayangnya, di setengah perjalanan, lututnya dan seluruh persendian mendadak terasa lemas. Yang akhirnya, membuat dirinya terduduk tak berdaya. Meski begitu, napasnya tampak terengah-engah. Dua kali, ia mengalami kelumpuhan sendi secara mendadak. Pertama setelah dirinya memergoki Abimana dan sang wanita simpanan, kedua adalah saat ini.

"Hancur ...!" Kinara bergumam. Setelah itu ia terdiam. Ia memukul-mukul dada yang benar-benar sesak menggunakan kepalan jari sebelah kiri. Ia pun menggigit bibir dengan sekuat mungkin. Telapak tangan bagian kanan terkepal erat, sampai kuku jemari yang selalu tidak terpangkas habis sukses menorehkan luka di telapak tangannya itu. Seluruh dunia Kinara seolah runtuh.

Ternyata menghadapi sifat asli Abimana yang baru kelihatan justru jauh lebih menyakitkan. Bagaimana bisa Kinara memperlakukan pria itu secara istimewa selama satu tahun lamanya? Menyedihkan, benar-benar menyedihkan! Namun, ia tetap bersikeras untuk menahan penderitaan.

***