Chereads / Pembalasan Sang Nyonya / Chapter 7 - Keegoisan yang Melekat

Chapter 7 - Keegoisan yang Melekat

Sementara Kinara yang masih bimbang pada jasa yang ditawarkan oleh Kresna, Abimana justru belum kembali ke Jakarta dan masih berada di Bali. karena beberapa agenda sangat penting tidak bisa ia tinggalkan. Wajahnya yang tampan itu tampak muram dan kebingungan. Ia masih berada di dalam hotelnya. Duduk terdiam di tepian ranjang dan menatap tajam ke arah depan. Tubuhnya saja masih terbalut dengan pakaian tidur bermerek ternama. Namun meski terkesan tenang dan cenderung santai, yakinlah, ada ribuan umpatan yang ia ucapkan di dalam hati. Otaknya juga sedang bekerja keras, mencari cara agar Kinara tak berhasil melancarkan rencana untuk bercerai dengannya.

Abimana tidak ingin kehilangan istri yang tak kalah kaya raya. Tidak ingin kehilangan istri yang sangat jelita, meskipun harus ia akui betapa kaku dan monotonnya hidup yang ia lewati bersama istrinya tersebut dalam satu tahun ini. Dalam hal menyenangkan hati seorang pria, rasanya Bianca Roseli alias wanita simpanan Abimana jauh lebih pandai daripada Kinara.

"Aku tidak mau bercerai denganmu, Kinara," gumam Abimana. Ia mengabaikan keindahan ornamen-ornamen indah yang terpasang di dalam kamar hotel mewahnya tersebut. View lautan yang terlihat di balik jendela bagian kanan dari posisi duduknya pun enggan untuk ia nikmati. Ia hanya terpaku pada keinginannya saat ini. Tidak mau bercerai dengan Kinara.

Bahkan meski Bianca juga ada di sana dan masih sibuk membersihkan diri di dalam kamar mandi, dan mungkin sedang memanjakan diri di dalam bathtub dengan bunga-bunga mawar serta berbagai macam wewangian, tak membuat Abimana melupakan insiden di hari itu serta gugatan cerai yang dilayangkan oleh Kinara. Bianca seolah sedang tidak ada dalam beberapa saat ketika Bianca sedang sibuk dengan dirinya sendiri, sementara Abimana justru memikirkan cara membatalkan rencana yang dipikirkan oleh sang istri sah.

Abimana tidak ingin mendiagnosa bahwa dirinya egois. Ini adalah bentuk kewajiban seorang pria atau suami untuk mempertahankan sebuah pernikahan. Kesalahan yang ia lakukan hanyalah sebatas masalah sepele dan bisa diperbaiki. Tinggal memutuskan hubungan dengan Bianca ketika dirinya sudah bosan, dan berakhir sudah kesalahan itu. Lagi pula gugatan cerai yang dilayangkan oleh Kinara bisa saja hanyalah sebab dari emosi sesaat. Kinara bisa sangat menyesal, ketika dirinya sudah benar-benar menghancurkan agungnya pernikahan.

Bukankah kehilangan Abimana—sang pewaris Erlangga Real Estate—sama saja membuang harta karun yang besar? Seharusnya Kinara memikirkan tentang hal tersebut, sebelum membuat keputusan tentang perceraian. Apalagi nama baiknya sedang dipertaruhkan. Untuk saat ini Abimana akan mencoba memahami Kinara yang mungkin hanya sedang emosi. Namun mengingat betapa tingginya harga diri Kinara, Abimana tetap harus mencari cara untuk mencairkan amarah Kinara, sebelum wanita itu benar-benar bersiap untuk berpisah dengannya.

"Baiklah, aku memang harus segera kembali. Ngomong-ngomong, Ayah Mertua juga belum menelepon ataupun marah-marah padaku. Aku rasa, Kinara memang belum mengatakan apa pun pada orang tuanya. Itu akan lebih baik. Dan sebelum dirinya membuat gebrakan baru untuk bisa bercerai denganku, setidaknya aku harus mencuri hati Ayah Mertua dan membuat Kinara merasa iba pada ayahnya yang begitu menyukai keberadaanku." Abimana menggumamkan rencana. Sebuah rencana yang mendadak muncul ketika ia menyadari bahwa sampai saat ini, ia belum mendapatkan tanda-tanda kemarahan dari Bram Pradipta—ayah dari Kinara.

"Tuan Abi?" Suara halus nan manis itu tiba-tiba terdengar, membuat Abimana langsung menegakkan badan. "Tuan Abi tidak ingin segera bangkit dan mandi? Apakah hari ini masih ada agenda yang penting?"

Abimana tak hanya menegakkan posisi duduknya, melainkan langsung berdiri setelah beberapa saat terduduk di tepian ranjang. Paras khawatir dan kecut di wajahnya kini telah tergantikan dengan ekspresi yang menawan, tampan, serta lebih cerah. Bianca Roseli selalu menyukai sikap yang manis nan romantis. Berbeda dengan Kinara yang selalu kaku, bahkan perhatian kecil pun terasa hambar ketika diberikan pada wanita yang menjabat sebagai CEO dari Diamond Palace Real Estate tersebut.

"Pagi, Manis," ucap Abimana sembari melebarkan kedua lengannya dan tak lama berselang ia langsung menangkap tubuh Bianca yang terbalut kimono mandi. "Aku tidak ada agenda apa pun hari ini. Jadi, aku akan segera kembali ke Jakarta."

Bianca merengut, tak senang. "Tuan ingin menemui Nyonya Kinara dan bersujud meminta maaf?" Ia menghela napas, dan mulai kesal. "Tuan sudah membuat saya menjadi sesuatu yang tidak penting pada saat itu. Dan Tuan akan menggunakan alasan itu lagi? Atau mungkin akan membuang saya hanya demi kembali dengan Nyonya yang kaya itu?"

"Ayolah. Itu tidak benar. Tapi, untuk meminta maaf, aku harus mengakui bahwa hal itu memang harus aku lakukan. Mau bagaimanapun Kinara adalah istriku, Sayang. Dia pengusaha besar dan sebentar lagi akan ada merger di antara perusahaan kami. Aku tidak ingin membuat rencana itu menjadi batal. Seandainya tidak ada agenda penting, mungkin aku sudah pulang sejak kemarin. Kau tahu, bukan, betapa sulitnya aku menghubunginya belakangan ini. Dan beruntung, ayah mertuaku sepertinya masih belum mengetahui kondisi kami. Setidaknya aku harus membuat ayah mertuaku merasa sayang padaku, Bianca. Jadi, Kinara tidak akan berani menggugat cerai diriku lagi. Dan rencana merger itu akan tetap terjadi. Kalau merger benar-benar terjadi, bukankah tuanmu satu ini akan semakin kaya raya dan kau bisa meminta apa pun? Bahkan pulau pribadi sekalipun!"

"Umm ...." Bianca masih berlagak tak senang.

Itu hanyalah akal-akalan Abimana. Semua kata-kata manisnya belum tentu menjadi realita. Namun harus ia akui lagi, bahwa melepaskan Bianca tentu masih sangat sulit baginya. Bahkan meski Kinara menginginkan hal itu sebagai syarat rujuk, sepertinya Abimana akan berpikir beberapa kali untuk membuang Bianca seperti yang telah ia pikirkan sebelumnya. Yah, mau bagaimana lagi, ia belum merasa bosan pada wanita simpanannya yang sangat manis itu. Ia bisa berpura-pura telah putus dengan Bianca, dan tetap bermain di belakang istri sahnya.

"Kalau sudah lebih kaya dan bahkan bisa membelikan saya sebuah pulau pribadi, saya harap Tuan Abi sanggup meresmikan hubungan kita," ucap Bianca tiba-tiba. Sungguh ia memang tidak ingin kehilangan Abimana Erlangga yang sangat kaya dan yang paling penting, pria itu selalu menuruti semua keinginannya dalam hal materi dan barang-barang mewah.

"Tentu ... tenang saja." Tidak, Abimana tidak tahu soal ini. Ia hanya berbohong. Untuk saat ini ia menganggap Bianca sebagai mainan kesayangan, tetapi belum ke tahap wanita yang wajib ia nikahi suatu saat nanti. Karena mau bagaimanapun ia sudah memiliki seorang istri yang kaya dan cantik jelita.

"Kalau begitu, aku harus bersiap-siap. Kau bisa tinggal di sini lebih lama, Bianca. Aku akan mengirimkan uang untuk keperluanmu. Untuk sementara jangan terlihat berada di Jakarta, bantu aku untuk membatalkan gugatan cerai yang dilayangkan oleh istriku ya? Demi ... kita, demi kau," lanjut Abimana sembari melepaskan pelukannya di tubuh Bianca.

Bianca menghela napas. Ada guratan kekecewaan di parasnya yang cantik. Ingin rasanya menahan kepergian Abimana. Nyatanya ia tidak hanya membutuhkan uang milik pria itu, tetapi juga sebuah pelukan, waktu, serta kehangatan. Di sisi lain, ia tetap harus mengalah untuk sementara waktu.

"Baiklah. Yang penting Tuan Abi berhati-hati dan selamat sampai tujuan," lirih Bianca. Mata dan wajahnya sangat sayu.

Detik itu juga, Abimana segera bergegas. Ia memanggil sekretaris pribadinya untuk mempersiapkan keberangkatannya ke Jakarta. Ia tidak mandi, hanya membersihkan wajah dan menggosok gigi. Dengan balutan baju tidur, ia membawa sekoper pakaian yang acak-acakan dan beberapa berkas yang selalu siap di dalam tas kerjanya.

Abimana akan melakukan penerbangan ke Jakarta hanya dengan sekretaris pribadinya saja. Sementara Bianca masih ia harapkan untuk bertahan di Bali sampai waktu yang masih belum dapat ia pastikan.

"Kinara tidak boleh berhasil untuk menceraikanku!" tegas Abimana di sepanjang jalan yang ia tapaki.

***