Tiara tahu jika Kinara sudah bertandang ke Bali, tepat setelah dirinya menghubungi temannya itu melalui panggilan suara. Sebenarnya Tiara tidak ingin membuat rumah tangga Kinara dan Abimana menjadi berantakan, apalagi sampai berakhir perceraian. Namun, ia juga tidak bisa hanya berdiam diri, setelah menyaksikan perselingkuhan Abimana di belakang Kinara. Dan kemungkinan besar, Abimana tidak hanya menggaet satu orang wanita saja. Bahkan, sekalipun hanya satu orang, Tiara yakin Abimana telah melakukan perselingkuhan itu dalam waktu yang lama. Atau bisa jadi, sejak beberapa bulan setelah pria itu menikahi Kinara.
Tiara yang mulai merasa bersalah, kini telah berada di kantor sahabatnya itu. Ia bahkan sudah melesakkan diri ke dalam ruangan pribadi Kinara, meski hanya sebatas di dekat pintu saja. Namun, kedatangannya sama sekali tidak disambut baik oleh Kinara yang justru tampak sibuk sendiri. Setumpuk berkas yang entah apa isinya pun terlihat mengisi papan meja kerja seorang Kinara Dewi Pradipta. Padahal jam makan siang sudah lewat, dan kata Isabela—sekretaris pribadi Kinara—wanita yang menjabat sebagai CEO di perusahaan keluarganya tersebut belum juga beranjak dari tempat duduk.
"Setiap ada masalah, dia selalu seperti itu. Menyibukkan dirinya sendiri, meski seharusnya dia tidak sibuk sama sekali. Bahkan, dia sampai mengabaikan jam makan dan juga orang lain." Tiara lantas menghela napas, sesaat setelah menggumamkan kalimat tersebut. "Lantas, benarkah jika keputusanku untuk melaporkan perselingkuhan Abimana pada Kinara adalah sebuah tindakan yang tepat? Atau tindakan itu hanya akan membuat Kinara semakin terpuruk?"
Tiara benar-benar mulai menyesal sekarang. Ia juga terus-terusan meragukan keputusannya sendiri, yang tentu sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Setelah melihat Kinara yang tampak sekacau itu, ia baru menyadari bahwa keputusannya mungkin tak bisa memberikan hal yang bagus, tetapi justru sebuah malapetaka yang akan menghancurkan hidup seseorang. Seharusnya kemarin-kemarin, ia memilih diam saja dan berpura-pura untuk tidak mengetahui segalanya.
Namun, mengapa baru saat ini, Tiara memikirkan konsekuensinya? Ia justru terlalu kalap karena terhasut kegeramannya sendiri pada tingkah curang Abimana, dan ia berakhir melaporkan tindakan pria itu pada Kinara.
Tiara yakin, Kinara juga sudah memergoki Abimana dengan wanita lain dengan mata kepalanya sendiri. Sehingga Kinara tampak sekacau saat ini. Pada saat itu pun, Kinara sempat meminta bantuan pada Tiara untuk menemukan tempat di mana Abimana menginap di hotel terkait. Namun, sebelum Tiara bisa hadir dan membantu, Kinara justru sudah pergi lebih awal yang kemungkinan besar atas bantuan dari staf atau manajer hotel. Yang Tiara temukan hanyalah diri Kinara yang sudah mengalami syok parah. Kinara memang tidak menangis, tetapi tubuh Kinara gemeteran hebat.
"Setidaknya aku harus meminta maaf terlebih dahulu. Terserah dia akan memaafkanku atau memecatku sebagai salah satu temannya. Aku mungkin memang pantas untuk mendapatkannya," lirih Tiara.
Detik berikutnya, wanita bernama lengkap Tiara Olivia yang juga berusia 35 tahun tersebut, lantas membawa kakinya untuk berjalan menuju keberadaan sang sahabat. Sebagai dalang di balik keretakan rumah tangga Kinara dan Abimana, Tiara sudah seharusnya meminta ampunan pada mereka. Bahkan, jika perlu ia akan mendatangi Abimana dan langsung mengakui tentang keputusannya untuk melapor pada Kinara.
"Kinara?" ucap Tiara sesaat setelah sampai di hadapan Kinara yang masih saja sibuk bekerja. "Ki-kinara maafkan aku."
Kinara masih terdiam, bahkan seolah menganggap Tiara tidak ada di sana. Hal itu tentu saja membuat Tiara benar-benar kebingungan. Kendati Tiara sudah mengenal betapa dinginnya sosok Kinara, tetap saja sampai saat ini ia tidak mampu menemukan solusi untuk meruntuhkan dinding es yang mungkin sudah terbangun di dalam diri Nyonya CEO tersebut.
Tiara menggigit bibir bawahnya dan percayalah, kecemasannya semakin pekat dalam menyelimuti hatinya. Namun, di sisi lain, ia tetap harus berbicara. "Kinara, aku benar-benar minta maaf. Aku bersalah, seharusnya aku tidak mendesakmu untuk mendatangi hotel itu. Apalagi sampai membuatmu menyaksikan perselingkuhan suamimu sendiri. Kinara aku—"
"Berisik!" sahut Kinara secara mendadak yang sukses menghentikan mulut Tiara yang sedang berbicara. Detik berikutnya, ia menghela napas dan berangsur menatap sahabatnya tersebut. "Apa kau tidak melihatku sedang sibuk, Nyonya Tiara?"
"Ah ... ma-maafkan aku, tapi, Nara, kau harus menghentikan kesibukanmu lalu makan siang. Kau tidak boleh sakit. Akulah yang seharusnya kau jadikan pelampiasan, bukannya dirimu sendiri, karena akulah yang membuatmu mengalami luka hati terbesar di dalam hidupmu."
Kinara menghela napas dalam. Ia menatap layar laptopnya dalam beberapa detik, karena setelah itu ia memutuskan untuk bangkit. Ia berjalan ke arah jendela di dalam ruangan itu dan membuka penutup vertikalnya, untuk menatap pemandangan cerah di luar sana.
Ya, sangat cerah, cuaca yang sangat berbeda dengan cuaca pada saat itu. Saat di mana Kinara turun dari pesawat dan langit Bali menyambutnya dengan rintik hujan. Dan ketika itu juga, hati Kinara juga langsung terserang mendung dengan badai yang besar dan amat menyakitkan.
Sekali lagi, Kinara menghela napas. Kedua tangannya sudah terlipat di bawah dada. Detik berikutnya, ia baru bersedia untuk menatap Kinara. Sebuah senyum tipis dan terkesan canggung menarik kedua sudut bibir Kinara yang pucat.
"Kenapa kau yang meminta maaf? Aku justru harus berterima kasih padamu, karena dirimu telah berusaha untuk membuka mata dan hatiku, Tiara," ucap Kinara. "Jujur saja, awalnya aku masih tidak percaya dan berharap jika ucapanmu hanyalah sebuah kesalahan saja. Aku bahkan sampai berjanji akan menjauh darimu, jika kau hanya menipuku. Tapi … kau tetap Tiara, teman yang aku miliki dan tak pernah membohongiku sama sekali."
"Kinara …?" lirih Tiara yang mendadak tak nyaman dengan ucapan Kinara. Bukan karena terganggu, tetapi respons Kinara pada keputusannya justru begitu baik dan tak lantas membencinya.
"Bohong jika aku tidak terluka. Karena sejujurnya aku telah menerima luka di hatiku yang sangat fatal dan tidak pernah aku alami sebelumnya. Kemarin … saat aku menemukan Abimana dengan wanita itu, duniaku seolah runtuh. Ragaku begitu kuat, mulutnya bisa begitu lancar dalam berkata-kata, tapi sungguh! Hatiku sangat rapuh," ungkap Kinara tentang perasaannya. Saat ini pun ia berusaha keras untuk tidak sampai mengeluarkan air mata.
"Kau bisa datang padaku dan menangis di dalam pelukanku, Kinara." Tiara mencoba menawarkan bahunya, sebagai teman yang mungkin bisa dijadikan sandaran saat Kinara tengah terluka.
Namun, penawaran Tiara dibalas dengan sebuah gelengan kepala. Kinara menolak dan tidak berkenan untuk menangis hanya karena pria tak tahu diri itu.
"Aku … akan membalas perbuatannya yang telah menyakitiku, Tiara. Aku akan bercerai dengannya dan membatalkan merger di antara perusahaan kami." Mata Kinara mengkilat. Ekspresi di wajahnya terlihat tegas, meski masih ada getaran di jari-jemari yang menandakan bahwa dirinya tengah menahan gejolak nestapa di dalam hati.
Tiara langsung mendekati Kinara. Tak ia pedulikan tentang penolakan Kinara sebelumnya, dan lantas memberikan pelukan erat pada sahabatnya tersebut. "Jangan bercerai, apa kau masih tidak bisa membicarakannya dengan Abimana secara baik-baik? Apa kau tidak ingin memberinya kesempatan satu kali lagi?" tanyanya dalam sikap seperti itu.
"Seperti katamu pada saat itu, Tiara, sebelum merger di antara perusahaan kami terjadi, aku harus segera bertindak. Dan ini tindakanku meliputi perceraian, pembatalan merger, dan balas dendam. Akan aku buat Abimana hancur berkeping-keping. Aku akan membuatnya bertekuk lutut, tidak, tetapi bersujud meminta ampunan padaku."
Kinara tetap tidak menangis, demi menguasai dirinya ia mengepalkan jari-jarinya dengan semakin kuat. Sehingga, kukunya menembus kulit permukaan telapak tangannya. Tak peduli seberapa sakitnya luka itu, karena pada kenyataannya, luka di hati Kinara sudah sangat menyiksa. Apalagi ketika dirinya memutuskan untuk mengeluarkan tangisan sebagai bentuk pelampiasan. Ia tetap beranggapan jika air matanya terlalu mahal hanua untuk seorang pengkhianat menyebalkan.
Sementara Tiara yang tidak tahu harus berbicara apa lagi, terus menguatkan pelukannya di tubuh Kinara. Ia merasakan betapa hebatnya gemetar yang terjadi pada tubuh Kinara. Ia pun tahu tentang seberapa serius ucapan sahabatnya itu. Maka setelah ini, kemungkinan besar Abimana akan mengalami dampak yang luar biasa dari kemarahan sang istri yang akan segera menjadi mantan.
Di luar ruangan Kinara yang pintunya tak tertutup sempurna, Kresna tengah berdiri. Ketika hendak mengetuk pintu yang membuatnya keheranan karena tidak tertutup rapat, Kresna justru mendengar perbincangan antara Kinara dan wanita yang menurut pendengarannya bernama Tiara.
"Haduh ... sepertinya pekerjaanku akan lebih sulit dari dugaanku sendiri. Nyonya CEO tampaknya adalah wanita yang penuh ambisi," gumam Kresna lalu tersenyum kecut. Karena meski dirinya menerima perintah dari Pramono, sejujurnya ia masih enggan untuk mengurus kasus perceraian Kinara dengan Abimana.
***