Chereads / Berondong Simpanan Istriku / Chapter 7 - Cek Cok

Chapter 7 - Cek Cok

Suara cekcok Mila dan Samsul sedikit terdengar oleh Deni di ruang tamu. Sengaja Deni tak beranjak dari rumah itu. Diam membisu mendengarkan percakapan Mila dan Samsul.

"Ma. Mama mau, kan? Tunggu Papa, paling satu jam Ma. Mama jangan pergi sama berondong itu," bisik Samsul.

"Tidak Pa. Mama tidak mau!" bentak Mila.

"Aduh Ma. Bicaranya jangan keras- keras, malu kan di dengar pemuda itu," protes Samsul kemudian.

"Pokoknya Mama mau nonton!"

"Baiklah Ma. Ayo kita nonton. Biar Papa antar, ya?"

Mata Mila membola menatap wajah suaminya. Tak percaya.

"Hah! Papa serius!"

"Iya Ma. Papa serius."

Mila langsung merangkul tubuh suaminya dengan erat sambil menangis tersedu.

"Terima kasih Pa ... " ucap Mila mengeratkan pelukannya pada Samsul.

"Tunggu sebentar ya, Ma."

Samsul kemudian berjalan ke luar rumah untuk mengambil sesuatu dari begasi motornya. Tas warna hitam diambilnya. Lalu ia mengeluarkan benda pipih dari tas kerjanya.

"Hello Pa!"

Samsul menghubungi Pa Wisnu untuk meminta ijin bahwa hari itu ia tak bisa mengikuti meeting.

"Bagaimana Bapa ini. Meeting ini sangat penting Pa. Memangnya ada keperluan apa Pa? Sampai Bapa meninggalkan momen bahagia ini?" jawaban dari seberang sana.

"Momen bahagia?" balas Samsul kaget.

"Lho, Bapa ini bagaimana, sih! Pertemuan hari ini untuk mempromosikan kinerja Bapa. Bapa akan diangkat jadi manajer Pa!" balasnya kemudian.

Mata Samsul membelalak mendengarnya. Ia tak menyangka. Bahwa Pa Wisnu akan memberinya jabatan baru. Yaitu manajer. Girang bukan kepalang. Samsul langsung berlari menghampiri Mila yang tengah bersiap ganti baju di kamar.

Deni menghela nafas panjang. Masih diam duduk di sofa menunggu adegan selanjutnya.

"Ma!!" Samsul berteriak lantang memanggil Mila.

"Ada apa sih, Pa?"

"Ma. Papa diangkat jadi Manajer Ma!!"

Saking bahagianya. Samsul mengangkat tubuh Mila lalu berputar putar sambil berteriak- teriak. Membuat kepala Mila pusing.

"Lepas Pa!" teriak Mila sambil berusaha melepaskan genggaman tangan Samsul.

Samsul kemudian menurunkan Mila dari pangkuannya.

"Ma. Maaf ya, hari ini. Mama nonton saja sama Deni. Papa harus pergi sekarang juga. Bayangkan Ma. Papa jadi Manajer!"

Setelah mengatakan itu. Samsul mencari map warna hijau. Setelah menemukannya. Samsul pergi terburu- buru menuju ke luar kamar dan mendekati Deni yang masih duduk termangu.

"Nak Deni. Tolong antar istri saya nonton, ya? Bapa ada keperluan penting."

Samsul kemudian merogoh saku celananya mengeluarkan dompet hitam. Uang lima lembar ratusan ia simpan di atas meja.

"Nah. Ini buat kalian jajan. Tolong jaga istri saya, ya?"

Setelah mengatakan itu. Samsul pun bergegas pergi keluar dengan terburu- buru. Menyalakan motornya dan pergi berlalu.

Deni tercenung. Mulutnya menganga. Matanya tertuju pada uang lima lembar ratusan yang terdampar di atas meja tamu. Kemudian mata Deni beralih menatap kamar Mila. Deni beranjak dari duduknya, berjalan perlahan ke arah kamar Mila. Setelah menutup pintu rumah dan menguncinya. Lima lembar uang ratusan. Deni abaikan begitu saja.

Tampak Mila tengah duduk di lantai dengan wajah kosong menatap ke depan.

"Bu ... " tutur Deni sambil memegang bahu Mila.

Mila menoleh perlahan pada Deni. Matanya memerah diiringi derai air mata yang mengalir deras di pipi mulusnya.

"Den ... sa ... saya ... tak ku, kuat lagi Den!" Suara serak diiringi tangisan keluar dari mulut Mila yang berkata terbata- bata.

"Sabar Bu," ucap Deni terenyuh melihat keadaan Mila.

Mila kemudian berdiri dari duduknya. Berjalan perlahan ke arah dapur. Deni mengikutinya dengan perasaan was was.

Sebilah pisau. Mila ambil dari rak piring.

Kemudian.

Pisau tajam itu Mila arahkan ke tangannya. Sontak Deni syok. Secepat kilat Deni menyambar pisau itu dari tangan Mila.

"Astaga! Sadar Bu!" pekik Deni.

"Berikan pisau itu!" bentak Mila memelototi wajah Deni.

"Tidak!" Lekas Deni melemparkan pisau itu kesembarang arah. Lalu memburu Mila yang mematung. Selanjutnya Deni memeluk wanita malang itu.

"Cukup Bu. Jangan lakukan itu!"

Deni memeluk erat tubuh Mila meski Mila tak meresponnya. Wanita itu malah pasrah tak bergerak sama sekali. Tatapan matanya kosong. Wajahnya pucat. Air mata tak henti- henti membanjiri pipinya.

"Den. Ibu tak mau hidup lagi. Lebih baik Ibu mati saja. Daripada tersiksa batin setiap hari ..." ucap Mila melirih.

Deni kemudian menuntun tangan Mila untuk membawanya ke kamar. Lalu Deni mendudukkan Mila ditepi kasur. Deni berjongkok di depan lututnya, meraih jemari tangan Mila dan mengecupnya. Sambil berkata.

"Bu. Menikahlah dengan Deni ... "

Bola mata Mila terbuka sempurna mendengar ucapan Deni.

"Apa? Apa yang kamu katakan! Apa maksudmu?" Mila tak percaya Deni mengatakan itu.

"Iya Bu. Sebaiknya akhiri semua ini. Kita sudah banyak melakukan dosa. Sampai kapan kita begini. Dan untuk apa Ibu mempertahankan rumah tangga yang sudah tak sehat ini. Ibarat kata. Kalau kita sudah gerah dengan baju yang kita pakai. Apa salahnya di lepas saja. Daripada nantinya menimbulkan penyakit, Ibu mengerti, kan? Maksud Deni."

"Tapi Den. Ibu sangat mencintai suami Ibu!"

"Deni ngerti Bu. Tapi lihat suami Ibu. Dia hanya mengejar materi. Tanpa pernah tahu dan peduli dengan perasaan Ibu. Dia gila kerja!"

Mila dan Deni saling tatap satu sama lain. Ada rasa haru tergambar jelas disana. Deni tenyata dewasa meski usianya masih muda.

"Deni janji akan membahagiakan Ibu. Deni akan mencari kerja, kalau Ibu mau menikah dengan Deni. Deni serius Bu!"

Mila membisu. Matanya tetap menatap Deni dengan sendu, sebelum akhirnya mengeluarkan kata- katanya.

"Tidak Den, Ibu tak bisa hidup tanpa dia. Ibu sangat mencintainya ... "

Deni menghembus nafas berat, lalu beranjak bangkit, berjalan perlahan memunggungi Mila yang masih duduk tercenung.

"Baiklah ... mulai sekarang. Akhiri saja hubungan kita. Deni tak mau kita terus terjerumus dalam dosa hina ini. Sampai kapan Deni harus memuaskan hasrat Ibu. Deni takut Bu. Kita selama ini jadi budak nafsu."

"Tidak Den! Jangan tinggalkan Ibu!" Mila beranjak memburu Deni dan memeluk tubuh kekar itu dari belakang.

Deni meremas jari jemari tangan Mila yang melingkari tubuhnya. Detik selanjutnya Deni berbalik badan tepat di depan Mila. Meraba pipi Mila dengan kedua tangannya dan melumat bibir wanita itu dengan lembut.

Mila mendesah nikmat begitupun dengan Deni. Keduanya berjalan mundur dengan bibir masih bertautan satu sama lain. Hingga akhirnya keduanya sudah berada di atas tempat tidur.

Mila mengejang nikmat saat tangan Deni bergerilya dengan liar. Kilat gairah telah mengurung keduanya.

Hanya itu yang bisa Deni lakukan pada Mila. Agar wanita itu sejenak melupakan kesedihannya.

Mila bisa lupa segalanya jika sedang melakukan kontak fisik dengannya. Lelaki muda itu sungguh memberikan dia kenikmatan surga dunia yang tiada duanya.

Setelah menyelesaikan pertarungannya. Mila tampak puas. Peluh keringat membasahi keduanya. Mereka berdua tidur terlentang di di atas tempat tidur dengan tubuh polos.

"Bu. Ini terakhir kali Deni memuaskan Ibu. Deni akan pergi," ucap Deni dengan wajah memelas.

Beberapa bulan ini dengan senang hati Deni memberikan tubuhnya demi memuaskan wanita yang telah bersuami. Deni menjadikan dirinya budak nafsu Mila yang terpaut usia delapan belas tahun dengannya.

Mila tersentak.

"Tidak Den! Jangan tinggalin Ibu!" Mila langsung memeluk Deni.