Pak Dadang dan Samsul menghabiskan jam istirahatnya di kantin. Mereka berdua saling berbagi pengalaman hidup berumah tangga.
"Nah. Begitu Pak, saran dari saya. Bapak sebaiknya mulai sekarang, beri istri Bapak perhatian penuh. Dan kalau bisa, Bapak temui dokter ahli, agar penyakit Bapak bisa di atasi dengan baik. Kasian kan, istri Bapak hahaha ... " jelas Pak Dadang sambil tertawa terbahak membuat Samsul malu.
"Iya Pak. Mulai sekarang, saya akan merubah sikap saya. Saya akan membahagiakan istri saya."
Percakapan mereka pun selesai sampai disitu. Mereka kembali ke ruang kerjanya masing- masing. Lega rasanya, Samsul mendengar nasehat dari Pak Dadang. Sedikit ada pencerahan untuk dijadikan pelajaran agar rumah tangganya tidak kandas begitu saja. Hanya karena materi yang selalu ia kejar.
***
Menjelang sore hari. Mila bergegas pulang ke rumahnya.
"Den. Ibu pulang dulu, ya? Suami Ibu takut pulang sore."
"Baiklah Bu. Ingat tadi kata Deni, Ibu harus minta cerai sama suami Ibu. Dan menikahlah dengan Deni."
"Baiklah Den. Ibu akan bicarakan ini nanti malam. Ok!"
Keduanya saling berpelukan. Setelah itu, Mila kembali dengan memakai jasa ojek online.
Tak butuh berapa lama. Mila akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Segera ia berjalan menuju kamar mandi. Membersihkan tubuhnya bekas pergulatannya tadi bersama Deni.
Namun entah mengapa. Tiba- tiba perut Mila terasa mual.
Tak ayal lagi. Mila muntah muntah di kamar mandi. Kepalanya pun mulai pusing. Tubuhnya terasa lemas.
Keluar dari kamar mandi. Mila berjalan sempoyongan sambil membekap mulutnya sendiri, buru-buru Mila kembali ke kamar mandi.
"Ma, Mama kenapa?" Samsul tiba- tiba sudah ada di belakangnya. Dan segera memijat bahu istrinya.
"Mama sepertinya masuk angin Pa," ucapnya selesai memuntahkan semua makanan yang ada di perutnya.
"Ya sudah. Mama istirahat saja, ya?"
Mila mengganguk dan berjalan menuju kamar dengan di papah Samsul. Tubuhnya terasa lemas sekali hari itu.
"Pa. Papa kok udah pulang? Tumben. Pasti berkas Papa ketinggalan, ya?" ujar Mila menatap heran Samsul tak seperti biasa.
Samsul lalu tersenyum seraya membaringkan Mila di tempat tidur.
"Hari ini Papa akan selalu jaga Mama. Papa udah minta cuti tiga hari sama Pak Wisnu. Jadi Papa akan menghabiskan waktu sama Mama. Kita jalan- jalan Ma. Kemana Mama ingin pergi. Papa akan mengabulkan semua keinginan Mama." Wajah Samsul terlihat lebih berseri saat mengatakannya. Wajahnya pun sedikit terlihat segar dan tanpam. Seperti habis cukuran. Rambutnya pun rapih.
"Papa terlihat tampan hari ini?" Mila menatap heran wajah suaminya.
Samsul hanya tersenyum sambil membelai rambut istrinya.
"Jadi, Papa cuti tiga hari?" tanya Mila lagi.
"Iya Ma. Papa cuti tiga hari. Mama senang kan? Papa ada di rumah tiga hari?"
"I, iya Pa. Mama senang," balas Mila gelagapan. Sejujurnya Mila merasa panik dan tegang mendapati suaminya akan berada di rumah selama tiga hari. Sedang Deni di sana. Menunggu keputusannya untuk segera meminta cerai pada suaminya. Tapi tak di duga. Justru Samsul mulai berubah sikap. Ia bahkan akan menghabiskan waktu bersamanya.
"Ma. Besok kita jalan- jalan ke kota. Papa akan temani Mama kemana saja Mama mau. Dan ya, ke depannya. Papa tidak akan pernah pulang malam lagi, Ma!" ujar Samsul. Begitu bersemangat saat memandang istrinya. Ia mulai sadar. Mila sangat butuh perhatian darinya. Dan Samsul akan penuhi semua perhatian itu. Dia takkan lagi membiarkan istrinya mengeluh.
Berbeda dengan Mila. Ia tak tahu harus mengatakan apa pada suaminya. Tadi pagi, suaminya terlihat marah, tapi sore itu. Jelas sekali, suaminya ingin berubah.
Lalu bagaimana dengan Deni? Lelaki itu menunggu keputusannya. Dan Mila berjanji akan meminta cerai pada suaminya. Tapi yang terjadi di luar dugaan.
Mila harus mencari cara, agar keduanya bisa ia miliki.
Setelah membaringkan Mila. Samsul lalu melangkah menuju dapur untuk membuat minuman teh hangat yang akan ia berikan pada istrinya.
Sementara Mila masih bingung dengan sikap suaminya. Apa sebenarnya yang terjadi dengan Samsul. Sikapnya mendadak berubah. Mulai sedikit perhatian dan penuh kasih. Biasanya lelaki itu terlalu sibuk dengan urusan pekerjaannya.
"Uuuwek." Mila kembali mual dan muntah-muntah. Segera ia turun dari atas kasur lalu berlari menuju kamar mandi.
Samsul yang berada di dapur, langsung menghentikan kegiatannya dan menghampiri istrinya.
"Ma. Ayo ke dokter. Papa jadi khawatir," ajak Samsul sambil memijat lagi bahu Mila.
"Tidak Pa. Mama baik- baik kok," ucap Mila yang mulai kepayahan.
"Papa udah bikin teh hangat buat Mama. Sebentar Papa ambil, ya?" gegas Samsul menuju dapur untuk mengambil satu gelas teh hangat yang baru saja ia buat. Setelah ia itu ia bawa ke kamar dan langsung meminumkan teh hangat itu pada Mila yang tengah duduk di tepi ranjang.
"Makasih Pa," ucap Mila sambil menyusut bibirnya.
Bekas muntahan Mila tampak mengenai sprei. Segera Samsul membersihkan nya lalu membawa sprei itu, dan memasukkannya ke dalam mesin cuci.
Kemudian Samsul menggantinya spreinya dengan yang baru. Setelah semua beres. Samsul kemudian membaringkan kembali istrinya ke tempat tidur yang sudah rapih.
"Ma. Papa beli obat dulu ya, ke apotik. Mama istirahat saja."
"Iya Pa."
Dengan tergesa Samsul pergi menuju apotik terdekat.
Dengan bola mata yang sudah berembun Mila berbaring di atas kasur.
"Apa mungkin aku hamil? Bagaimana jika aku hamil?" gumannya lirih.
Bagaimana jika bayi yang dikandungnya ternyata bukan benih suaminya tapi benih dari Deni. Dan jika benar itu bayi Deni. Apa yang akan terjadi pada Samsul. Tentu saja Suaminya akan marah besar dan tak mungkin mengakui bayinya sebagai anaknya.
Tidak!
Mila harus memastikan apakah ia hamil atau tidak.
Kemudian Mila beranjak dari tempat tidur menuju keluar rumah. Rasa mual dan pusing ia tahan sebisa mungkin agar bisa pergi menuju apotik dekat rumahnya. Sebelum suaminya datang. Ia harus bergerak cepat.
Tak butuh waktu lama. Mila sudah sampai di apotik. Ia melihat tak ada Samsul disana. Mungkin suaminya sudah pulang. Sengaja Mila pergi ke apotik ke arah jalan yang berbeda dengan Samsul agar mereka tak berpapasan.
Mila pergi lewat gang belakang kompleknya.
Mila melangkah masuk ke dalam apotik. Dengan langkah ragu Mila memutar pandangannya, tampak ada beberapa pembeli disana.
"Ada yang bisa saya bantu?"
Mila malah bengong memperhatikan wajah pelayan yang bertanya padanya. Rasa ragu mulai menyelimuti perasaanya saat itu. Jantungnya berdebar tak menentu. Takut hal yang ada di pikirannya benar adanya. Dan itu membuat dirinya tegang. Benih cinta yang di tanam Deni kini bersarang dalam rahimnya. Dan jelas sekali, raut wajah cemas nampak di wajah cantiknya. Bagaimana harus ia jelaskan nanti pada Samsul mengenai kehamilannya. Suaminya tahu pasti, bahwa dirinya tak bisa membuahi rahim istrinya.