Mila terus merengek pada Samsul untuk mencegah Deni pergi. Tapi Samsul malah diam terpaku. Menyadari bahwa matanya selama ini tertutup. Ia tak kuasa menahan amarah yang berkecamuk di dalam dada. Kedua tangannya mengepal. Giginya gemeretak. Begitu banyak pertanyaan yang ingin ia lontarkan pada Mila dan Deni saat itu juga.
Tapi situasi dan kondisi tak mendukung. Ditambah Deni dengan wajah pucat pergi terburu- buru setelah meninggalkan kunci di atas meja.
"Den!!" Mila memekik memanggil Deni dengan lantang.
Tapi lekas Samsul menyeretnya keluar untuk membawa nya pulang.
Sementara Deni telah pergi dengan motor maticnya.
"Pah! Lepasin Mama Pa!" Mila semakin menjadi membuat Samsul kewalahan dengan tindakan istrinya yang meronta sambil berteriak- teriak memanggil Deni.
Para tetangga satu- persatu mulai berdatangan untuk melihat kejadian yang tengah berlangsung di depan mata mereka. Membuat Samsul malu dan dengan sigap, Samsul membekap mulut Mila dan menyeretnya masuk ke dalam rumah.
"Maaf! Istri saya lagi kambuh!" terang Samsul dengan wajah memerah karena malu.
Tanpa banyak pertanyaan. Para tetangga yang dekat rumahnya. Pergi begitu saja, menyimpan segudang pertanyaan.
Mila terus meronta sambil menangis meminta Samsul untuk melepaskan tangannya.
Samsul mulai geram. Di hempaskannya tubuh Mila ke atas tempat tidur.
"Diam! Jangan bergerak! Bikin malu!" ancam Samsul mengarahkan satu jarinya ke wajah Mila.
Mila menangis terguguk sambil menyembunyikan wajahnya di balik bantal.
"Kurang ajar! Jadi benar selama ini apa yang dikatakan Mang Ujang kemarin! Kamu pasti ada main dengan berondong itu! Ayo ngaku!" murka Samsul berkacak pinggang di depan Mila.
"Jawab Papa! Jangan diam saja!"
Samsul tak bisa lagi menahan detak jantungnya yang semakin kuat memompa tubuhnya. Darahnya mendidih. Mila yang selama ini, ia percaya dan sayang dengan segenap jiwa raganya. Begitu tega mengkhianati cintanya.
Dengan nafas tersengal, Mila mencoba mengatakan sesuatu. Tapi nafasnya seakan sesak karena tak kuasa menjawab pertanyaan suaminya.
Samsul tak habis pikir. Bagaimana Mila bisa menjalin hubungan dengan lelaki muda yang umurnya terpaut jauh dengan istrinya. Deni lebih pantas jadi adiknya ketimbang jadi selingkuhan istrinya.
"Jangan nangis! Kalau Mama tak menjawab pertanyaan Papa! Berarti memang benar. Selama ini Mama telah bermain api dengan berondong itu!" Samsul semakin murka.
Mila tetap tak menjawab pertanyaan Samsul. Tangisannya malah semakin menjadi.
"Kurang ajar! Jawab Papa! Mama selingkuh dengannya?" bentak Samsul. Pot bunga yang berada di atas nakas, Samsul lempar ke arah Mila. Meski tak melukai wajah istrinya. Sekedar meluapkan amarahnya saja pada pot itu. Agar istrinya bicara jujur.
"Ma, Ma, Mama tidak selingkuh Pa. Mama ha ..."
"Cukup!" potong Samsul.
Samsul kemudian meluruhkan tubuhnya kebawah. Duduk berlutut sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan sambil menangis.
"Apa salah Papa, Ma?" jerit Samsul kemudian.
Mila masih diam membisu sambil menatap suaminya dengan sendu.
Akhirnya Mila memutuskan untuk turun dari tempat tidur. Kemudian perlahan mendekati suaminya yang tertunduk membenamkan wajahnya di kedua lututnya sambil menangis lirih.
Tangannya gemetaran hendak memegang bahu suaminya yang tengah menangis lirih.
"Pa ... maafin Mama ... " ucap Mila melirih.
Samsul mengangkat wajahnya lalu beranjak bangkit, berjalan tergesa ke arah lemari untuk mengambil sesuatu disana. Sebuah kitab suci ia keluarkan. Kemudian menciumi kitab suci itu.
Mila menatap heran tindakan suaminya.
"Simpan ini di kepalamu! Ayo bersumpah! Bahwa kamu tidak pernah tidur dengan bajingan itu," ucap Samsul sambil menyerahkan kitab suci itu pada Mila.
Mata Mila terbelalak melihat kitab yang di arahkan padanya. kakinya mundur beberapa langkah sambil berkata.
"Jangan Pa, jangan lakukan itu," kata Mila menggeleng wajahnya beberapa kali dengan mata memerah.
"Ayo bersumpahlah diatas kitab suci ini. Bahwa kamu hanya milikku seutuhnya. Cepat!!" Kilat amarah terlihat jelas di mata Samsul mendapati penolakan istrinya.
"Jangan Pa. Mama mohon! Jauhkan benda itu!" teriak Mila. Tangannya bergerak seakan benda suci itu akan menghunus batinnya yang berlumur dosa.
Samsul terdiam sejenak. Sebelum akhirnya ia berusaha tenang menghadapi kenyataan yang pahit. Kini ia sadar bahwa istrinya telah melangkah jauh. Wanita yang selama ini ia sayangi begitu tega membakar api dan percikan api itu kini telah menjalar ke seluruh tubuhnya dan bersiap membakarnya.
Air mata Samsul meleleh membanjiri pipinya. Lalu kitab suci itu di dekap nya erat di dada.
"Ya Alloh ... ampuni dosa istriku selama ini ... dan ampuni juga dosaku yang tak bisa menjaga istriku dengan baik ... hiks ... " lirih samsul mengenadahkan wajahnya ke atas langit- langit. Memohon dengan sepenuh hati pada sang Ilahi.
Melihat suaminya. Batin Mila hancur berkeping- keping. Lelaki yang sepenuh hati mencintainya dan menemaninya selama beberapa tahun ini. Tengah merintih sedih karena dosa yang telah ia sembunyikan selama ini.
Dan dosa itu, akhirnya terbongkar dengan sendirinya. Karena cintanya pada Deni. Ia tak bisa mengendalikan emosi jiwanya melihat kepergian Deni. Dan kini, dosa itu telah melukai hati suaminya.
Beberapa kali Samsul menyeka air matanya yang terus berderai, sebelum akhirnya ia menyimpan kembali kitab suci itu dalam lemari.
Kemudian Samsul duduk di tepi ranjang dengan kedua tangan mengepal di kedua sisi tubuhnya.
"Ma ... Apa Mama pernah berpikir. Mengapa selama ini Papa banting tulang. Pergi pagi pulang malam? Ini semua, Papa lakukan demi Mama. Papa ingin memberi Mama kejutan di hari ulang tahun Mama. Setiap rupiah Papa kumpulan demi membeli sebuah mobil untuk Mama, sebagai hadiah ulang tahun ... " ungkap Samsul dengan air mata berlinang.
Mila memejamkan kedua matanya sambil meremas kuat dadanya. Perih dan hancur berkecamuk jadi satu mendengar pengakuan suaminya.
Samsul menoleh perlahan pada istrinya yang tengah menyandarkan tubuhnya di tembok dengan air mata yang tak henti henti berderai membanjiri pipinya.
"Mama mencintainya?"
Walau berat. Samsul mengucap kata itu. Tapi ia harus kuat agar tak ada lagi yang di sembunyikan istrinya darinya. Meski pahit terdengar jawaban dari istrinya nanti. Tapi ia akan mencoba tegar menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Sekalipun bisa racun yang istrinya berikan. Ia akan tetap meminumnya.
Seperti pagi itu. Samsul ingin mendengar dengan telinganya sendiri pernyataan istrinya.
"Jawab Ma. Jangan diam saja. Apa Mama mencintainya?"
Samsul tertunduk mempersiapkan dirinya untuk mendengarkan apa jawaban istrinya.