Melihat raut wajah kesedihan yang tergambar di wajah Samsul. Pak Dadang merasa iba.
"Ada masalah apa Pak. Dari tadi, saya lihat Bapak duduk melamun?" tanya Pak Dadang.
"Tidak Pak. Tidak apa- apa. Saya hanya tidak enak badan," kelit Samsul beralasan.
"Jangan begitu Pak. Kita ini kan teman baik dari dulu. Ayo, ceritakan ada apa?"
"Tidak Pak. Tidak apa- apa. Hanya saja ada yang ingin saya tanyakan pada Bapak," tambah Samsul.
"Baiklah. Kalau begitu kita ngobrolnya di kantin saja. Sambil makan siang."
Pak Dadang dan Samsul kemudian keluar dari kantor menuju kantin. Tempat para karyawan menghabiskan waktu istirahatnya sambil memesan beraneka makanan yang tersedia banyak disana.
Mereka lalu duduk di sudut ruangan dekat jendela. Agar bisa leluasa mengobrol.
"Ohiya Pak. Bapak mau pesan apa? Biar saya pesankan," tawar Pak Dadang.
"Tidak Pak. Hari ini saya tak selera makan. Nanti saja, saya makan di rumah Pak."
"Baiklah kalau begitu. Kita pesan kopi hitam saja, ya?"
Samsul mengangguk samar. Lalu Pak Dadang pergi memesan dua gelas kopi hitam.
Tak butuh waktu lama. Keduanya duduk ditemani segelas kopi hitam dan kue donat.
"Ayo Pak. Katakan, apa yang ingin Bapak tanyakan. Mudah- mudahan saya bisa memberi solusi untuk masalah Bapak. Jangan sungkan, saya sebagai teman hanya ingin membantu saja. Dan tidak bermaksud mencampuri urusan pribadi Bapak," jelas Pak Dadang sembari menyomot kue donat yang tersaji di atas meja. Lalu memasukkannya ke mulut.
Samsul mengembuskan nafasnya pelan. Sebelum akhirnya ia berkata.
"Pak. Apa setiap istri itu butuh perhatian?" Samsul mengatakannya dengan wajah sendu.
Mendengar perkataan Samsul. Pak Dadang menghentikan kunyahan.
"Pak. Bapak bertengkar dengan istri Bapak?" tanya Pak Dadang sambil meletakkan sisa kue donat di atas piring.
"Istri saya setiap hari sering mengeluh. Katanya saya kurang perhatian," ucap Samsul.
"Pak. Istri manapun, baik itu tua atau masih muda. Harus kita beri perhatian. Beri mereka kasih sayang. Sedikit rayuan dan pujian. Itu saja sudah membuat mereka bahagia. Bapak tahu tidak, setiap hari saya selalu memuji istri saya cantik. Meski saya bosan mengucapkannya. Tapi itulah wanita. Mereka senang di sanjung dan di bohongi."
"Di bohongi? Maksud Bapak?"
"Iya, meski istri kita wajah nya pas- pasan. Tetap harus kita bilang cantik. Karena kalau kita jujur. Bahwa wajahnya biasa saja. Dia langsung cemberut. Nah itulah mereka. Terpaksa saya bohong. Bahwa dia sangat cantik ... hahaha ... "
"Bapak bisa saja."
"Tapi Pak. Menurut saya. Bapak ini selalu sibuk di kantor sampai pulang malam. Apa istri Bapak tak pernah protes?"
"Itulah Pak. Pagi tadi, kami bertengkar hebat. Istri saya sudah membohongi saya selama ini. Dan itu membuat saya sakit," tutur Samsul matanya tampak berkaca.
"Tapi ada masalah apa sebenarnya? Sampai Bapak bertengkar dengan istri Bapak?" Pak Dadang tambah penasaran.
"Saya curiga dengan istri saya. Sepertinya dia selingkuh di belakang saya."
"Astaga! Selingkuh bagaimana?" Mata Pak Dadang membelalak mendengar ucapan Samsul.
Samsul kemudian menceritakan kejadian tadi pagi saat berselisih dengan Mila.
"Ck ... ck ... Bapak ini. Mana ada orang selingkuh ngaku Pak. Bahkan mereka berani bersumpah. Padahal memang benar selingkuh. Tapi, kok bisa. Istri Bapak selingkuh?"
"Itulah Pak. Aku punya kelemahan yang selama ini aku rahasiakan. Tapi tolong. Bapak bisa jaga rahasia ini."
Pak Dadang menelan ludahnya. Perkataan Samsul mulai serius.
"Memang ada rahasia apa Pak," bisik Pak Dadang kemudian.
"Saya, saya, kurang memuaskan istri saya Pak," Samsul berkata sambil menundukkan wajahnya.
Mata Pak Dadang membola, menatap tajam wajah Samsul.
"Maksud Bapak, Bapak impoten," ucap Pak Dadang begitu antusias merespon pengakuan Samsul.
Wajah Samsul memerah.
"Tidak Pak. Hanya saja. Saya tak kuat lama kalau berhubungan dengan istri saya. Sedangkan istri saya sangat agresif jika melakukan itu," ungkap Samsul.
Pak Dadang menggelengkan wajahnya beberapa kali. Matanya menyipit.
"Pak. Kita ini sebagai suami. Meski lelah pulang kerja. Kita tetap harus menjaga stamina, agar kita bisa memuaskan mereka di ranjang. Istri saya kalau di ladeni. Dia ingin nya tiap hari melakukan itu. Tapi saya mencoba menolaknya dengan sedikit rayuan. Tapi tidak semua wanita seperti itu. Cuma kebanyakan ada wanita yang mempunyai hasrat berlebih. Nah seperti ini yang bahaya. Mereka akan mencari kepuasan di luar sana," jelas Pak Dadang.
"Kepuasan? Maksudnya, bagaimana Pak. Saya tidak mengerti."
"Bapak ini. Makanya Pak, jangan terlalu sibuk mengejar materi. Sekali- sekali lihatlah ke dunia. Begitu banyak dosa yang dilakukan para wanita demi memuaskan nafsu birahinya. Kadang mereka membeli jasa gigolo agar mereka puas."
"Sebenarnya. Apa penting itu bagi wanita, sehingga mereka melakukan dosa itu?"
"Tentu saja sangat penting. Banyak wanita di luar sana. Rela dinikahi lelaki kere. Yang penting mereka mendapatkan kepuasan di atas ranjang. Bahkan mereka berani mengeluarkan uang demi kepuasan itu."
"Maksud Bapak. Membeli lelaki, begitu?"
"Ya. Lebih tepatnya lelaki berondong. Mereka menjual tubuhnya untuk memuaskan tante- tante kesepian. Yang kurang perhatian dari suaminya."
Samsul menghembus kasar. Mendengar perkataan Pak Dadang. Samsul baru menyadari. Pentingnya nafkah batin bagi seorang istri. Dan ia malah sibuk mengejar materi, melupakan Mila yang sering ia tinggal bekerja sampai larut malam.
"Makanya Pak. Sekali- sekali, Bapak harus periksa ponsel istrimu. Karena lewat media sosial, biasanya mereka saling telponan, lanjut ketemuan, saling bicara. Dan, kalau mereka cocok satu sama lain. Mereka mulai melakukan hal-hal yang memalukan. Maaf Pak. Bukannya saya mau mencampuri urusan rumah tangga Bapak. Saya sebagai teman. Hanya memberi saran, langkah terbaik agar rumah tangga Bapak kembali harmonis."
"Jadi. Saya harus bagaimana Pak." Wajah Samsul mulai terlihat pucat.
Pak Dadang kemudian mengambil kopi yang dari tadi ia abaikan. Lalu menyeruputnya sambil menatap Samsul yang tampak gelisah. Kopi hitam habis tak tersisa di teguk nya.
"Begini Pak. Mulai sekarang. Benahi diri Bapak. Mintalah cuti beberapa hari pada Pak Wisnu. Jangan terlalu di ladeni permintaanya. Si botak itu tak pernah habisnya memerintah kita. Dia enak- enak sama selingkuhannya. Sementara Bapak. Bapak hampir tiap malam mengerjakan tugas dia," cibir Pak Dadang.
"Selingkuhan? Jadi Pak Wisnu berselingkuh?" Samsul terhentak kaget mendengar pengakuan Pak Dadang.
"Ssttt ... jangan keras- keras Pak."
Samsul kemudian menggeser tempat duduknya mendekati Pak Dadang.
"Pak. Apa benar, Pak Wisnu berselingkuh," bisik Samsul. Matanya melotot pada Pak Dadang seakan ingin menerkam wajahnya.
"Aduh Pak. Bapak ini ketinggalan berita. Sudah lama Pak Wisnu punya hubungan gelap sama Bu Dewi," ungkap Pak Dadang sambil menoleh ke kiri dan ke kanan. Takut ada seseorang yang mendengarnya.
"Hah! Bu Dewi yang menjual obat kuat itu? Tapi kan, Bu Dewi itu sudah menikah!" sentak Samsul sambil menutupi mulutnya dengan kedua tangannya.
"Aduh Pak. Pelan- pelan ngomongnya. Ini rahasia. Hanya saya yang tahu, Bu Dewi dan Pak Wisnu main serong," terang Pak Dadang kemudian.
Samsul hanya bisa mengusap dada mendengar perkataan Pak Dadang. Pantas saja ia selalu dilimpahkan pekerjaan menumpuk oleh Pak Wisnu. Ternyata si botak itu ingin senang- senang dengan karyawannya yang bernama Bu Dewi. Padahal wanita itu telah bersuami. Begitu juga dengan Pak Wisnu. Memang benar, apa yang dikatakan Pak Dadang. Dunia memang sudah sangat kotor. Begitu banyak dosa yang dilakukan manusia. Hubungan suami istri hancur demi nafsu yang tak berujung.
Samsul mulai sadar. Sebagai seorang suami. Seharusnya ia bisa menjaga istrinya. Materi yang ia kejar selama ini. Justru membuat ia lupa akan kewajiban lain sebagai suami. Istri perlu di manja dan diberi perhatian. Mereka mahluk lemah dan mudah terbawa arus jika ia tak melindunginya dengan baik.
Untuk itulah, hari itu Samsul berjanji akan memperbaiki rumah tangganya.
"Pak. Saya ada dokter yang bisa menyembuhkan kekurangan Bapak, kalau Bapak mau, saya bisa antar Bapak sepulang kerja nanti," ungkap Pak Dadang menyadarkan lamunan Samsul.
"Eh, iya, boleh pak," jawab Samsul sedikit kaget.
"Ok. Kalau begitu saya akan hubungi dokternya."
Samsul mengangguk samar menerima saran dari Pak Dadang. Mungkin dengan mendengarkan saran temannya. Samsul bisa memperbaiki rumah tangganya. Mila adalah wanita yang selama ini sangat ia cintai.
"Saya sudah menghubungi dokternya Pak. Nanti pulang kerja kita bisa langsung menemuinya di tempat kerjanya, bagaimana Pak. Apa Bapak setuju dengan saran saya?" tegur Pak Dadang.
"Iya Pak saya sangat setuju, saya ingin sembuh dari kekurangan saya yang satu ini, Pak!" tegas Samsul begitu bersemangat.
"Bagus Pak. Semoga Bapak sembuh dengan dokter ini. Sudah banyak yang sembuh karena dia, pak. Dia sudah banyak menangani kasus seperti bapak, dan alhamdulilah mereka sembuh semua," ungkap Pak Dadang kemudian.