Chereads / Berondong Simpanan Istriku / Chapter 14 - Tespek

Chapter 14 - Tespek

"Ada yang bisa saya bantu?" Seorang pegawai apotik menyapanya ramah.

Mila diam mematung lidahnya terasa kelu saat ingin mengatakan 'TESPEK'. Seumur hidupnya dia belum pernah membeli barang seperti itu.

"Ada yang bisa saya bantu?" pegawai apotik itu kembali bertanya dengan wajah heran. Memperhatikan Mila yang masih diam dengan wajah bimbang.

"Aku ingin membeli tespek," ucapnya pelan menahan rasa malu.

"Apa? Beli apa?" Pegawai itu tak mendengar suara Mila yang nyaris tak terdengar.

"Aku ingin membeli tespek," ucap Mila kembali dengan suara yang lebih kencang.

"Oh tespek, tunggu sebentar saya ambilkan." Pegawai itu bergegas mengambilkan barang yang di minta Mila.

Tak lama setelahnya Mila pulang. Tapi Mila akan menggunakan barang itu jika Samsul sedang bekerja. Tapi sayang, lelaki itu cuti tiga selama tiga hari. Tapi biarlah. Nanti malam, jika Samsul tidur. Mila akan menggunakan barang itu malam hari. Tapi Menurut impormasi yang didapat. Tespek lebih akurat di gunakan saat pagi hari.

Sesampainya di rumah. Samsul sudah terlihat berdiri di depan pintu menunggunya. Cepat Mila menyembunyikan benda pipih kecil itu di saku bajunya.

"Ya ampun Ma. Darimana sih! Papa dari tadi nyariin Mama. Mama darimana, sih?" ujar Samsul sambil menghampiri Mila dan membawanya masuk ke dalam.

"Mama nyari angin Pa. Biar gak mual," Mila beralasan.

"Ya sudah. Papa sudah beli obat buat Mama. Ayo Ma, di minum obatnya.

Mila mengangguk samar dengan wajah memucat. Jantungnya berdebar tak karuan. Ingin rasanya segera ia mengetahui, apakah dirinya hamil atau tidak.

"Pa. Setelah minum obat. Mama mau tidur ya, biar Mama lekas sembuh."

"Iya Ma. Minum obatnya, setelah itu. Mama istirahat, Papa akan selalu menjaga Mama."

"Terima kasih ya Pa. Mama tidur duluan, ya?"

"Iya Ma.

Setelah mencium kening istrinya. Samsul kemudian menyelimuti Mila. Dan ia melangkah menuju ke luar untuk mengambil laptop. Sambil menjaga Mila, Samsul akan mengerjakan sedikit tugas kantornya.

Tepat pukul sembilan malam. Samsul terjaga karena perutnya mulai keroncongan. Iapun pergi ke dapur mengambil makanan yang tadi pagi sudah di masak istrinya. Sop ayam masih ada di panci. Samsul kemudian menghangatkannya.

Sesekali ia melihat keadaan Mila yang sudah terlelap tidur di kamar.

Selesai mengisi perutnya. Samsul pun beranjak menuju kamarnya. Lalu merebahkan tubuhnya di samping istrinya.

***

Pukul enam pagi Mila terbangun. Samsul masih tidur. Gegas Mila ke kamar mandi, diperhatikan benda pipih yang kemarin di beli, dibacanya perlahan cara menggunakannya. Sungguh hati Mila begitu kacau pagi itu. Mila lalu memejamkan kedua matanya dengan tangan yang gemetar. Bagaimana tidak. Ia lebih sering berhubungan badan dengan Deni daripada dengan suaminya.

Tak mungkin benih itu milik Samsul. Lelaki itu loyo dan lemah. Tapi tidak dengan Deni. Lelaki perkasa di atas ranjang itu. Bisa membuatnya menikmati pelepasan hingga berkali- kali, juga seringkali keduanya mencapai puncak secara bersamaan.

Mila masih memegang tespek itu dengan tangan gemetar. Berharap hasilnya negatif. Satu, dua, tiga Mila melebarkan kedua matanya yang semula terpejam. Jemarinya semakin gemetar dengan bola mata yang sudah memerah Mila duduk terkulai lemas di kamar mandi.

"Aku hamil ... " lirihnya membatin.

Kalau saja benih itu milik Samsul. Mungkin tak jadi soal buat Mila. Sekian lama ia dan suaminya menunggu kehadiran si jabang bayi sejak dulu. Tapi dokter pernah mengatakan, bahwa dengan kondisi Samsul yang lemah itu, tak mungkin Samsul membuahi rahimnya. Dan kini apa yang terjadi. Ia yakin, bahwa benih yang ada di rahimnya pasti milik Deni.

Mila masih terdiam memandangi wajahnya yang seketika memias di pantulan cermin kamar mandinya. Ini seperti mimpi buruk, mimpi yang sangat buruk, tak pernah sedikitpun terbesit sedikitpun di pikirannya jika Perselingkuhan dengan berondong muda akan menanamkan janin yang tak berdosa di rahimnya. Terlebih ia masih istri Samsul saat ini. Mila kembali duduk terkulai di lantai, matanya yang berembun mulai menitik, Mila menangis menyesali kebodohannya. Mengapa ia tak pernah menggunakan pengaman saat berhubungan badan dengan Deni.

Sampai tak berapa lama samar terdengar suara Samsul yang memanggilnya. Mila segera beranjak, tak mau suaminya curiga dan mengetahui tentang kehamilannya. Lalu Samsul akan membawanya ke dokter dan bisa ketahuan nanti.

"Ma. Mama udah bangun! Bagaimana Ma? Sekarang Mama sudah sehat, kan?" ujar Samsul seraya menyiapkan sarapan di atas meja. Mila semakin kikuk dan tegang melihat sikap suaminya.

"Iya Pa," perlahan Mila menyantap sedikit sarapan itu, tak berselera. Indra perasa nya terasa pahit mengecap makanan apapun.

"Mama masih sakit?" tanya Samsul melihat Mila yang tampak tak berselera menyantap roti isi buatannya.

Dengan cepat Mila menggeleng.

"Tidak Pa. Mama sudah baikan," jawab Mila dengan sedikit menunduk, takut jika Samsul melihat mata sembabnya.

"Yakin?" Samsul menatapnya curiga.

"Sepertinya Mama hari ini ada janji Pa sama teman senam Mama," buru- buru Mila pergi ke kamar mengganti bajunya lalu mengambil tas tempat ia menyimpan baju senamnya.

Melihat sikap Mila. Samsul mengernyit.

"Lho, Mama ini bagaimana sih! Kan Mama masih sakit! Ngapain Mama mesti senam segala!" tegur Samsul.

"Iya, Mama gak enak Pa, sama teman Mama. Hari ini Ma, Mama mau buka arisan!" kelit Mila sambil buru-buru pergi ke luar rumah dengan tergesa- gesa.

Samsul masih mematung memperhatikan sikap istrinya yang tak biasa. Hampir setiap hari Mila mengeluh ingin perhatian darinya. Tapi setelah ia berusaha memberi perhatian itu. Istrinya malah bersikap aneh dan mencurigakan.

Padahal ia bisa mengantar istrinya ke tempat senam.

"Papa, maafkan Mama," gumam Mila sambil berjalan menuju jalan raya.

Setelah dirasanya cukup jauh dari rumah. Mila mengeluarkan ponsel dari tasnya untuk menghubungi Deni.

"Den!"

"Ya Bu. Ada apa?"

"Den. Ibu mau ke rumah. Ada hal penting yang harus kita bicarakan!" Setelah mengatakan itu. Mila langsung menutup sambungan telponnya. Segera ia menghubungi ojek online.

Dalam waktu singkat. Mila sudah berada di kontrakan Deni.

Tanpa basa basi. Mila langsung membawa Deni ke dalam kamar. Deni masih terbengong memperhatikan sikap wanita itu.

"Ada apa Bu?" sahut Deni tak sabar.

"Den. Ibu hamil," lirih Mila sambil memperlihatkan tespek yang bergaris dua warna merah ke Deni.

Mata Deni langsung melebar melihat benda pipih yang ada di hadapannya.

Deni mundur beberapa langkah ke belakang.

"I, ini, ini, apa Bu?" Deni masih binggung.

"Ini tespek Den. Alat untuk mengetahui kehamilan. Dan dua garis warna merah ini menyatakan bahwa Ibu sekarang positif hamil!" sentak Mila kemudian.

"Tapi Ibu hamil oleh siapa? Ibu kan sudah bersuami!" balas Deni semakin panik.

Mila menghela nafas kasar lalu mendekati Deni yang masih terpaku berdiri di depannya.

"Ini anak kamu Den," ucap Mila sambil merangkul tubuh Deni.

"Tapi bagaimana bisa, ini anakku. Ibu kan tidur bukan sama Deni saja. Bisa saja ini anak suami Ibu," balas Deni masih tak percaya.

"Tidak Den. Suami Ibu tak bisa membuahi rahim Ibu, karena dia lemah. Itu terakhir yang dokter katakan saat suamiku di periksa dulu," ungkap Mila.

"Jadi ini anakku!"

"Iya Den. Ini anak kita," ucap Mila semakin mengeratkan pelukannya pada Deni.

Jantung Deni seakan terguncang mendengar nya. Sebentar lagi ada bocah mungil yang akan memanggilnya Ayah. Ada rasa bahagia dan juga bingung.

Secepatnya Mila harus membuat keputusan.