Mila masih membisu. Wajahnya tampak pucat saat menatap wajah suaminya. Ia menghela nafas panjang dengan mata terpejam seraya berkata.
"Mengapa Papa tanyakan itu? Apa Papa sudah tak percaya lagi sama Mama?" tegur Mila akhirnya buka suara.
Mata Samsul mendelik mendengar perkataanya. Dengan tatapan dingin lantas ia menjawabnya.
"Papa lihat cinta di mata Mama. Cinta yang dulu pernah Papa rasakan, dan cinta itu Papa lihat. Saat Mama mencegah pemuda itu pergi," ucap Samsul.
Mila tertunduk sambil menggigit bibirnya. Memang ia akui. Deni telah membuatnya jatuh hati. Tapi tak mungkin ia berterus terang pada suaminya.
Samsul kemudian beranjak dari duduknya lalu membuka lemari untuk mengganti pakaiannya. Setelah rapih berpakaian. Samsul kemudian menyambar jaket yang tergantung dekat pintu.
"Papa pergi dulu ke kantor Ma."
Tak ada lagi pertanyaan. Percuma, Mila tak mungkin mengakuinya. Dengan melihat sikap istrinya. Samsul yakin, Mila memang jatuh cinta pada lelaki berondong itu.
Mila pun gegas mengikuti suaminya.
"Pa. Gak makan dulu. Mama tadi sudah masak," tegur Mila.
"Papa gak selera Ma. Masalah kita belum selesai. Papa akan tunggu jawaban Mama nanti sore."
Setelah itu, Samsul pergi begitu saja meninggalkan Mila yang berdiri mematung di depan pintu.
Tak berapa lama. Mila melangkah pelan menuju kamarnya. Lalu mengambil ponselnya. Ada satu pesan di ponselnya.
Cepat Mila membukanya. Tenyata pesan itu dari Deni. Lelaki muda itu mengabari Mila bahwa ia sudah menemukan rumah kontrakan yang jaraknya hanya setengah jam dari rumah Mila. Deni juga mengirim alamat rumahnya yang baru pada Mila.
Mendapat pesan dari Deni. Hilang seketika rasa sedihnya.
Segera Mila bergegas ganti baju lalu memesan Gojek online. Tak butuh waktu lama. Gojek pesanan Mila tiba. Mereka pun langsung pergi menuju alamat yang di berikan Deni.
Tampak dari jatuh. Rumah sederhana kecil yang jauh dari pusat perkotaan dan berada di belakang pasar yang cukup sepi.
Deni juga tampak sudah berdiri di sana menunggunya.
Setelah membayar ongkos Gojek. Mila langsung memburu Deni dan memeluknya. Mereka berdua pun masuk ke dalam. Tampak ruangan masih kosong tak ada satupun barang disana. Hanya ada motor matic warna merah terparkir di dalam sana. Deni langsung membawa Mila masuk ke dalam kamar.
Keduanya duduk beralas karpet warna hijau. Koper milik Deni masih tersimpan di sudut kamarnya.
"Den. Ibu sangat mencemaskanmu," ucap Mila melirih.
Deni membelai rambut Mila dengan lembut.
"Deni khawatir Bu. Bagaimana suami Ibu. Apa dia tahu, Ibu datang kemari?"
"Tidak Den. Suami Ibu sudah pergi ke kantor. Tapi ... "
"Bu, katakan apa yang tejadi, setelah Deni pergi. Deni dari tadi memikirkan Ibu. Deni takut terjadi apa- apa dengan Ibu."
"Dia sudah tahu hubungan kita Den."
"Apa!?"
Sontak Deni kaget mendengar pengakuan Mila. Yang ditakutkan nya selama ini terjadi. Lambat laun, Perselingkuhan mereka pasti akan terbongkar.
"Terus, apa yang tejadi?" Deni ketakutan.
"Ibu tidak mengakuinya. Ibu tak tega Den. Dia terpukul sekali. Ibu tidak tahu harus berbuat apa, Den."
"Cerai saja Bu. Menikahlah dengan Deni."
Perkataan Deni membuat Mila bingung. Disisi lain, ia masih mencintai suaminya. Tapi ia juga tak mau kehilangan Deni.
"Tidak Den. Ibu masih mencintainya. Ibu juga tak mau kehilangan kamu, Den!"
Deni mengusap kasar wajahnya. Ia tak tahu harus bagaimana lagi meyakinkan wanita itu. Bahwa hubungan gelapnya akan membawa malapetaka jika Mila tak memilih salah satunya. Deni siap menikahi Mila, asal wanita itu sudah melepaskan statusnya sebagai istri Samsul.
"Den. Ibu mencintai kamu ... " ucap Mila kemudian.
"Deni tahu Bu. Ibu mencintai Deni. Tapi Ibu masih istri Om Samsul."
Mila menangis di pelukan Deni.
"Bu. Deni mau tanya sama Ibu. Tapi Ibu harus jawab dengan jujur."
Mila mengangkat sedikit wajahnya menatap Deni.
"Ada apa Den?" ucap Mila. Senyum tipis terbit di bibirnya.
"Ibu mencintai Deni. Karena Ibu butuh kepuasan dari Deni, begitu, kan?"
Mila mengernyit.
"Apa sih, maksudmu Den?"
"Jawab Bu."
Tatapan Mila langsung beralih pada karpet yang tengah mereka duduki.
"Den. Ibu beliin kasur, ya? Kan dingin Den tidur beralas karpet begini," ucap Mila mengalihkan pertanyaan Deni.
Deni mendengus kasar.
"Tidak perlu Bu. Deni bisa beli sendiri. Uang Deni masih ada," balas Deni mulai kesal.
"Tapi nanti kamu kedinginan," rayu Mila sedikit manja sambil mengelus pipi Deni.
Wajah Deni bergerak ke samping. Ia tahu, wanita itu tengah menghindari pertanyaanya. Dan Deni tak suka itu.
"Jawab Bu. Ibu hanya butuh tubuh Deni saja, kan? Hampir setiap hari, Deni harus memuaskan hasrat Ibu. Dan Ibu sangat menikmatinya. Apa selama ini. Ibu tak pernah berpikir. Deni tersiksa jika terus- menerus melakukan dosa ini," jelas Deni kemudian.
Untuk sesaat Mila terdiam sambil memandangi wajah tampan Deni. Memang selama ini. Mila sangat menikmati tubuh Deni. Sementara Samsul suaminya. Selalu memberinya materi lebih dari cukup. Untuk itulah. Mila ingin memiliki keduanya. Bagaimana pun caranya. Dengan Deni ia bisa melampiaskan hasratnya yang tinggi. Mila akui itu. Hampir setiap hari Deni harus melayaninya. Dan sejak mengenal Deni. Hasrat birahinya tak bisa ia kendalikan. Tak puas rasanya, jika Mila tak menikmati tubuh kekar itu sehari saja.
"Jawab Bu. Kenapa Ibu diam saja!"
Perkataan Deni menyadarkan lamunannya.
"Eh. Bukan begitu Den. Ibu, Ibu tulus mencintaimu Den," ucap Mila tergagap.
Lantas Deni beranjak bangkit dari duduknya. Lalu mengatakan sesuatu yang membuat Mila semakin binggung.
"Kalau Ibu memang benar mencintai Deni. Lepaskan suami Ibu. Dan menikahlah dengan Deni," jawab Deni tegas.
Mila berangsur bangkit lalu memeluk Deni dari belakang.
"Baiklah Den. Ibu akan bicara sama suami Ibu nanti malam. Kamu jangan cemas, ya?" bujuk Mila.
Deni berbalik badan.
"Ibu serius ... "
Mila mengangguk sambil membuka kancing kemeja Deni satu persatu. Dan Deni mengerti. Ia harus siap melayani wanita itu. Tak mungkin Mila melewatkan kesempatan itu, jika ada di dekatnya.
Apalagi situasi mendukung. Rumah kontrakan sekarang lebih sepi dan jauh dari pusat kota.
Untuk kesekian kalinya. Deni harus pasrah tubuhnya di nikmati wanita yang entah kapan dia mengerti dengan keadaannya. Deni hanya ingin hidup normal. Menjadikan Mila sebagai istri sahnya. Usia tak jadi masalah bagi Deni. Karena ia sangat mencintai Mila apa adanya.
Seperti biasa. Siang itu, Deni berpeluh keringat demi memuaskan hasrat Mila yang tinggi.
***
Di kantor. Samsul duduk termenung. Ponsel yang ada di atas meja kerjanya. Hanya di liriknya sejak tadi, lalu beralih menatap layar laptop. Ingin sekali menghubungi istrinya, tapi untuk apa. Hatinya masih sakit menerima prilaku Mila, yang tak pernah sedikitpun terbesit dalam pikirannya. istrinya begitu tega mengkhianatinya.
Diam- diam menjalin cinta terlarang bersama berondong yang masih muda.
Tak ada lagi gairah untuk menyel Buesaikan pekerjaannya. Kedua tangannya melipat di bawah dagu. Marah dan benci bercampur aduk jadi satu. Masih tak percaya dengan kenyataan hidupnya yang pahit. Luka yang di torehkan Mila begitu tajam menghunus jantungnya. Hingga tak terasa air matanya kembali menetes.
"Pak!"
Suara seseorang membuyarkan lamunannya.
"Eh. Pak Dadang," ucap Samsul. Buru- buru Samsul menyeka matanya.
Pak Dadang mengernyitkan kedua alisnya. Melihat sikap Samsul yang tak biasa.