Samsul di buat kaget setengah mati. Saat tukang sayur langganan istrinya memberitahukan, bahwa dia beberapa kali, melihat Mila istrinya, keluar dari rumah milik seorang lelaki muda, yang rumahnya bersebelahan dengan rumah yang ditempati Samsul sekarang.
Tapi Samsul tak percaya begitu saja aduan Mang Ujang.
Tukang sayur yang biasa menjajakan dagangannya di sekitar komplek perumahan.
Dan untuk itu. Samsul harus membuktikan sendiri kebenarannya.
Sebenarnya Samsul baru mengetahui, bahwa di sebelah rumahnya di huni oleh seorang lelaki muda.
Melihat wajahnya saja Samsul belum pernah, apalagi mengenalnya. Karena sibuk dengan pekerjaan di kantor.
Samsul tak pernah tahu semua kejadian di sekitar komplek perumahan yang ia tempati.
Pernah satu kali, Samsul melihat motor matic warna merah terparkir di depan teras rumah itu. Tapi Samsul tak memperdulikannya dan tak mau peduli. Samsul juga tak mengetahui dengan pasti. Sejak kapan lelaki muda itu menempati rumah yang hampir dua tahun kosong tak berpenghuni itu.
Lagipula tak ada yang aneh pada sikap Mila. Wanita itu bersikap wajar- wajar saja di depannya. Hanya saja, belakangan ini. Samsul merasa ada yang aneh dengan sikap istrinya. Mila sering bolak balik ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Tapi itu bukan berarti Mila berselingkuh. Justru Samsul merasa senang melihat istrinya yang semakin hari semakin menjaga kebersihan tubuhnya.
Aduan Mang Ujang tentang Mila istrinya, tak mempengaruhi keharmonisan rumah tangganya. Sebelum ada bukti yang kuat. Samsul tak mau berprasangka buruk terhadap Mila. Wanita yang tiga tahun mendampinginya dalam suka dan duka. Meski perempuan itu belum juga memberinya keturunan.
Seperti biasa Mila yang anggun dan menawan, selalu menyiapkan sarapan pagi kesukaan Samsul. Roti isi daging dengan teh hangat.
"Pa. Pulangnya jangan terlalu malam, ya?" tuturnya manja, sambil memeluk Samsul dari belakang.
"Iya Ma. Papa pasti pulang cepat, kalau pekerjaan sudah beres," jawab Samsul sambil mengecup pipi Mila dengan lembut.
Senyum mengembang Mila, mengawali hari Samsul saat pergi bekerja. Itulah yang membuat Samsul sangat menyayangi istrinya.
Mila penuh perhatian dan manja.
Namun sebelum sempat ia mengayunkan kakinya, Samsul berhenti sejenak karena teringat akan sesuatu.
"Ohiya Ma. Mama tahu, gak? Di sebelah rumah kita, katanya sudah ada penghuninya?" tanya Samsul.
Wajah Mila seketika pucat.
"Ehh, anu Pa. Ma ... Mama kurang tahu Pa," ucap Mila gagap.
"Ya sudah. Papa pergi dulu, ya?"
Samsul kemudian pergi dengan motor kesayangannya.
Mila menghela nafas lega berkali- kali. Di balik kisah asmara terlarangnya dengan berondong di sebelah rumahnya, rupanya hari ini ia masih di limpahi secuil keberuntungan.
Mendadak Samsul menanyakan penghuni sebelah rumahnya tadi, yang tak lain adalah berondong simpanannya, yang tiga bulan ini menjalin hubungan gelap dengannya.
Lelaki muda yang baru berusia dua puluh tahun itu. Di kenalnya lewat media sosial. Meski usianya berbeda jauh dengan Mila. Tapi pesona lelaki itu membuatnya jatuh cinta setengah mati.
Permainan liar lelaki itu di atas ranjang. Mampu melelehkan hasrat Mila yang haus akan belaian seorang lelaki kuat dan perkasa. Sering kali lelaki muda itu memberinya kepuasan batin. Terbukti ia sampai berkali- kali melepas kenikmatan yang tiada duanya.
Berbeda dengan Samsul suaminya. Pria itu hanya mampu bertahan lima menit setelah itu menyerah.
Selepas kepergian Samsul. Dan dirasa suasana sudah aman. Dengan tergesa Mila pergi menemui Deni. Lelaki muda simpanannya.
Baru satu satu bulan, Mila menyewa rumah itu untuk di tempati Deni. Agar ia bisa leluasa menemuinya kapan saja.
Dengan uang tabungannya sendiri. Mila bahkan membelikan semua kebutuhan Deni. Dari pakaian sepatu dan lainnya. Lelaki pengangguran itu merasa senang. Meski hatinya kadang ketakutan, jika suatu saat nanti. Suami Mila mengetahui perbuatan bejadnya.
Untuk itu Deni selalu menasehati Mila agar berhati- hati. Bisa berabe urusannya jika suatu saat nanti, suami Mila menaruh curiga terhadapnya. Apalagi rumah yang di tempati nya bersebelahan dengan rumah milik wanita yang sekarang tengah menjalin hubungan terlarang dengannya.
Tepat di depan pintu rumah Deni. Mila membuka pintu hati- hati dengan kunci cadangan yang selalu ia simpan dengan aman, agar tidak diketahui suaminya.
Setelah berada di dalam. Segera Mila menguncinya rapat sembari mengamati situasi di luar yang tampak sepi. Komplek itu memang selalu terlihat sepi saat pagi hari, karena para penghuninya sibuk dengan aktifitasnya masing- masing.
Nafasnya memburu penuh gairah saat di depan matanya. Deni baru keluar dari kamar mandi. Lelaki muda itu memakai asal celananya lalu berjalan mendekati Mila yang sedang berdiri memandanginya.
"Ibu, ini masih pagi," ucapnya berbisik.
"Ayo Den. Ibu sudah tidak tahan."
Tak berapa lama di dalam kamar suara teriakan dan Erangan Mila terdengar dari mulutnya yang baru saja mencapai puncaknya.
Tapi rupanya Mila belum juga puas. Sekali lagi Deni harus melayani hasrat wanita itu dengan tenaga ekstra.
Suara jeritan nikmat terdengar memenuhi setiap sudut kamar. Setelahnya, dua manusia itu terkulai lemas melepas dahaga cintanya.
"Den. Uang yang kemarin Ibu berikan masih ada?" ucap Mila menyandarkan wajahnya di dada kekar Deni.
Keduanya terbaring di ranjang empuk dan masih dalam keadaan polos.
"Masih ada Bu. Tapi hari ini, Deni ingin membeli laptop," ucap Deni kemudian.
Mila lalu bangkit beranjak dari tempat tidur, meraih satu persatu pakaiannya yang masih tercecer di lantai.
"Baiklah. Ibu pulang dulu. Besok Ibu berikan uangnya," kata Mila seraya menggigit bibir bawahnya, seolah tak puas dengan adegan panas yang baru saja dilakukannya.
Deni mengangguk samar menanggapinya.
***
Pagi itu tak seperti biasanya. Pikiran Samsul selalu teringat akan istrinya Mila. Di ruangan tempatnya bekerja terdengar Pak Dadang sedang asyik ngobrol dengan Bu Dewi.
Sesekali mereka berdua tertawa terbahak membuat Samsul penasaran dan segera menghampiri mereka berdua.
"Ada apa nih. Pagi- pagi udah heboh. Bukannya kerja," tegur Samsul sambil menepuk bahu Pak Dadang.
"Ini. Pak, Bu Dewi bawa sesuatu dan ini sangat penting untuk kita," bisik Pak Dadang bicara di telinga Samsul.
"Memang apa yang dibawa Bu Dewi?" Samsul tambah penasaran.
Bu Dewi dan Pak Dadang lantas tersenyum.
"Nih." Pak Dadang menyelipkan satu butir obat kecil ke tangan Samsul. Sambil berkata.
"Satu butir harganya empat puluh ribu. Dijamin kuat seharian," bisik Pak Dadang lagi.
"Obat apaan ini?" Dahi Samsul berkerut sambil melihat benda yang di pegangnya.
"Itu obat kuat," Bu Dewi menyela.
"Obat kuat?" Samsul menatap heran wajah Bu Dewi dan Pak Dadang.
"Dengar, obat ini bisa bikin istrimu meronta- meronta hahaha ... " Pak Dadang tertawa terbahak melihat raut wajah Samsul.
"Wah! Serius Pak!" Bola mata Samsul hendak keluar mendengar pengakuan Pak Dadang.
"Jangan khawatir Pak. Obat ini mujarab dan ampuh. Saya sudah membuktikannya. Istri saya sampai ketagihan," terang Pak Dadang kemudian.
"Baiklah, kalau begitu, saya beli satu, ya?" Samsul begitu bersemangat lalu merogoh saku celananya. Satu lembar uang ratusan di berikan pada Bu Dewi.
"Nih Bu. Simpan saja kembaliannya, buat nanti kalau saya butuh obat kuat ini lagi," ujar Samsul dengan wajah bersinar.
"Terima kasih Pak. Nanti malam, Bapak bisa langsung membuktikan khasiat obat ini."
Bu Dewi dan Pak Dadang kembali ke ruang kerjanya masing- masing.
Sementara Samsul masih memegang erat obat itu sambil membayangkan Mila yang nanti malam akan ia hantam dengan obat kuat itu.
Ia senyum- senyum sendiri di depan laptop nya. Malam nanti, ia akan bertarung dengan istrinya untuk membuktikan khasiat obat yang di jual Bu Dewi.