Di sepanjang jalan Juna diam saja, hal ini membuat Anna semakin canggung. Ia sungguh berharap agar mobil ini cepat sampai ke sekolah, rasanya tidak kuat berlama-lama bersama pria itu.
Salahnya, jika saja Anna bangun tidak kesiangan, pasti ia akan lebih memilih menunggu bis daripada berangkat bersama. Anna memang sempat menolak. Namun lagi-lagi, Nyonya Livia tidak mengizinkan Anna berangkat sendiri dan lagi pula sudah terlalu siang jika ingin ke halte bis.
Sekitar seratus meter menuju gerbang, Anna menoleh pada Juna untuk menghentikan mobilnya. Sebab, tak mungkin ia keluar dari mobil Juna di hadapan orang banyak. Akan ada berita tidak benar, apalagi banyak yang menggandrungi Juna, Anna takut bila kena semprot cewek-cewek di sekolah. Rasanya melelahkan saja jika sudah berhadapan dengan mereka.
"Kak, tolong berhenti di sini aja," pinta Anna. Sedikit merasa tidak enak menyuruh pria itu.
Juna tak bersuara, terus melajukan mobilnya.
"Kak, kayaknya kita jangan sampai ketahuan berangkat bareng deh."
Juna tetap menulikan pendengarannya.
Anna menggigit bibir bawahnya. Kenapa Juna batu sekali. Mata Anna terpejam, bibirnya mulai bergerak dan berkata,
"Kak, masalah aku sama Kak Dewa belum selesai. Aku gak mau nambah masalah lagi. Sebaiknya jangan sampai ada yang tahu jika aku satu mobil dengan Kak Juna!"
Seattt!
Hampir saja kepala Anna terbentur.
"Keluar!" titah Juna saat tadi ngerem mendadak.
Sebelum Anna keluar, ia tampak melihat wajah Juna.
"Oh jangan sampai dia marah," ucap Anna dalam hati. Kemudian segera keluar dan berjalan perlahan menuju gerbang. Sementara, Juna sudah melesat bersama mobilnya.
***
Pagi ini Anna piket membersihkan area kolam renang. Harusnya bersama Tisa, tetapi anak itu tidak masuk. Pak Marko memang menerapkan aturan ini pada anak muridnya. Bagi siapa yang mau mengikuti kelasnya, harus bisa dan mau menjaga kebersihan kolam hingga area di sini.
Anna sudah berganti baju dengan memaka baju renang lengkap dengan kacamata renang yang ada di kepalanya. Sesudah membersihkan lantai hingga menjejerkan handuk secara rapi, Anna berniat akan berenang lebih dulu sebelum yang lain datang.
Rasanya rilex sekali berada di dalam air. Seolah beban dalam dirinya terlepas satu per satu. Anna memaka kacamata renangnya, lalu menengelamkan diri dan berenang menggunakan gaya kupu-kupu. Sejak kecil Anna memang sangat suka bermain air dan terpikir oleh ibunya jika di ajarkan sejak dini itu akan menjadi bakat, dan benar saja terbukti. Saat SD hingga SMP Anna selalu ikut olimpiade dan membawa tropi untuk sekolahnya.
Anna menyembulkan kepalanya untuk sekadar mengambil napas. Ia mengusap wajahnya dan terkejut mendapati Dewa sedang duduk tak jauh sambil memperhatikan.
"A–ada apa?"
"Budek! Gue panggil-panggil gak nyahut-nyahut juga!" sentak Dewa yang kini berjalan ke arah Anna.
Dewa tak tahu bahwa lantainya masih licin dan benar saja Dewa tercebur ke kolam membuat Anna sedikit terkejut.
Brush!
Namun Anna berpikir jika cowok itu bisa berenang dan hanya membercandainya saja. Sebab tak mungkin ada kolam renang luas di rumahnya jika tidak dipakai. Anna yakin pria itu hanya pura-pura.
"Gak usah bercanda, deh." Anna masih diam di tempat, menyaksikan Dewa melambaikan tangannya.
Beberapa saat kemudian, cowok itu berhenti lebih tepatnya tubuh cowok itu mengambang. Anna panik bukan main, ia segera menghampiri Dewa.
"Kak bangun hoi!" teriak Anna sambil menampar pipi cowok berkulit putih itu.
Karena tak kunjung membuka mata, Anna segera membawanya ke daratan. Ia menekan dada cowok itu berharap air yang tertelan keluar.
"Bangun dong jangan bikin gue panik!?" Anna masih tak menyerah, ia masih terus menekan dada bidang Dewa.
"Bangun!" Tangan Anna mulai gemetar. Jika saja ia menolongnya tepat waktu tidak akan begini jadinya. Anna benar-benar tidak tahu jika Dewa tidak bisa berenang sama sekali.
Anna tampak celingak-celinguk, masih tidak ada orang. Anna memejamkan matanya, mulutnya maju beberapa centi. Tak ada pilihan lain selain memberi Dewa napas buatan.
Saat bibirnya hendak menyatu dengan pigura Dewa, tiba-tiba cowok itu membuka matanya, lalu memeletkan lidahnya. Anna yang saat itu membuka mata refleks berteriak keras dan menyingkir dari tubuh Dewa.
Dewa tertawa terbahak-bahak melihat kepanikan Anna. Ternyata gadis itu sangat mudah ditipu.
Anna memukul Dewa. Kemudian beranjak meninggalkan pria itu. Anna benar-benar dibuat kesal setengah mati. Hampir saja jantungan karena ulah jahilnya itu. Mulai sekarang, Anna tidak akan percaya padanya lagi.
"Dia mau nyium gue... hahahah, hampir aja." Dewa mengelus bibir tipisnya yang basah.
***
Anna bertemu dengan Prince di kantin. Hampir saja ia lupa ingin meminta maaf pada pria itu. Jika bukan karena Prince yang menghampirinya, ia tidak akan ingat bila kemarin ia sudah membuat cowok itu kecewa.
"Kak Prince maaf ya, kemarin hape gue mati." Selain itu, ada beberapa alasan lain yang tak bisa Anna katakan.
"Santai aja. Gue juga ada urusan lain. Btw, hari ini jadi kan. Ada sesuatu juga yang pengen gue omongin." Prince tampak santai.
"Sesuatu apa?" Jantung Anna mulai lagi. Entahlah, ia langsung mengira yang tidak-tidak.
"Nanti aja. Kalau sekarang, kan bukan sesuatu lagi."
"Apa Kak Prince mau nembak gue?" Anna membatin.
"Ah, gak mungkin. Di sini yang punya perasaan kan cuma gue." Anna mencubit dirinya sendiri. Ya, hanya sekadar memberi pelajaran, karena telah terlalu berharap.
"Ya udah gue masuk kelas dulu ya. Nanti pulangnya gue jemput ke kelas lo."
"Eh, a–anu, Kak. Mending aku nyamperin Kak Prince aja ke parkiran."
"Ok, gak masalah." Sebelum Prince pergi, cowok itu malah mengusap puncak kepala Anna membuat pipi Anna bersemu merah.
***
Anna sengaja datang terlambat, lebih tepatnya menunggu sekolahan sepi. Dan tentunya berusaha agar tidak terlihat oleh Dewa, jika tidak pria itu akan menculiknya seperti kemarin.
Prince melambaikan tangan pada Anna yang sedang berjalan ke arahnya. Anna tampak mengulas senyum. Gigi kelinci dengan rambut dikepang membuat Anna semakin menggemaskan di mata Prince.
"Eh, Dew! Anna mau dibawa ke mana?" Prince kaget saat tiba-tiba Dewa muncul dan menarik Anna masuk ke mobilnya.
Saat mobil Dewa melintas di depan Prince, Anna tampak menggedor jendela mobil dan berteriak seolah meminta tolong pada Prince.
***
Ingin rasanya Dewa menjahit mulut Anna agar tertutup rapat. Sedari tadi terus meracau tanpa henti bak burung beo.
"Gue gak mau ikut! Gue udah janji sama Kak Prince, tolong berhentiin mobilnya!" teriak Anna sambil memukul-mukul kaca mobil.
"Lo bisa diam gak si!" sentak Dewa. Anna mengganggu kefokusan Dewa dalam menyetir.
"Karena lo sering nolak dan ngehindar dari gue, gue perpanjangan hukuman lo selama satu bulan!" putus Dewa membuat Anna sepontan berpaling.
"Apa! Gue gak mau," tolak Anna. Satu minggu saja rasanya sudah seperti satu tahun apalagi satu bulan, Anna tidak akan sanggup.
"Gue gak butuh persetujuan lo ya! Udah ikutin apa yang gue mau."
"Gak bisa." Anna mendecak seraya menyeringai ke arah wajah menyebalkan Dewa.
"Satu bulan atau selamanya? Cuma itu pilihan lo."
***