Memandang langit-langit dengan tatapan kosong. Sampai detik ini, Juna masih belum bisa memejamkan matanya. Banyak pikiran yang membuatnya terus terusik.
Harusnya ia jujur dengan apa yang terjadi pada Anna. Namun, bibirnya begitu kelu untuk mengakuinya. Entah sampai kapan ia akan menunda kebenaran yang ada.
Juna bangkit dari tempat tidur, ia beranjak ke balkon, melihat Dewi malan dan merasakan semilir angin.
"Gue harus berusaha supaya cewek itu dan adiknya tetep tinggal di sini. Meski bagaimanapun gue harus tanggung jawab sama kehidupan mereka," tutur Juna pada dirinya sendiri.
Di sisi lain, Anna tampak masih sibuk dengan bukunya. Memilah mata pelajaran untuk dibahas besok. Dan yang terpenting, Anna harus siap siaga membuat pertanyaan serta jawaban untuk ujian semester akhir yang akan dimulai sekitar dua minggu lagi. Sekaligus penentuan apakah ia berhasil masuk kelas unggulan atau tidak.
Sudah sekitar dua jam Anna berkutat dengan bukunya, ada rasa jenuh di kepalanya. Kemudian gadis itu memutuskan untuk istirahat beberapa menit dengan pergi ke balkon, merasakan sejuknya angin malam.
Anna memandang ke atas, ia menghitung banyak bintang di sana. Kemudian jari telunjuknya berhenti di salah satu bintang yang paling terang. Perlahan bibirnya bergerak,
"Bintang yang paling terang itu adalah ibuku," katanya sambil mengembangkan senyumnya.
***
Nina sampai kaget mendengar kabar jika Anna mendapatkan hadiah berupa uang dari sekolahnya. Sepulang sekolah tadi, ia buru-buru memberitahukannya pada sang ibu. Keputusan mengusir Anna beberapa hari yang lalu adalah kesalahan besar, sebab jika tahu anak itu memiliki uang puluhan juta, tidak mungkin mereka mengusir Anna. Sayang sekali jika mereka tidak bisa mencicipi uang itu.
"Bu, apa sebaiknya kita ajak si Anna balik ke rumah ini lagi? Kan ada untungnya juga ...," usul Rina. Setelah mendengar penuturan sang adik, ia jadi berpikir mengembalikan Anna ke rumah membuatnya sedikit untung. Ia bisa pergi berbelanja menggunakan uang itu. Sudah lama sekali Rina tidak pergi ke mall ditambah di rumah tidak ada yang bisa diandalkan, ia tidak bisa menyuruh sang adik untuk mencuci pakaiannya, hanya Anna yang bisa diandalkan.
"Iya tuh, Bu. Kalau uang si Anna udah kita habisin baru deh kita usir lagi," sambar Nina ikut setuju dengan usul sang kakak. Lagipula, waktu itu Rita terlalu terburu-buru mengusir Anna, padahal Anna baru saja pulang dari luar kota dan dapat uang. Sayang sekali, mereka harus terlambat mengetahuinya.
"Iya, tapi kita harus cari Anna ke mana? Memang kalian tahu anak itu sekarang tinggal di mana?" Rita adalah orang yang beribu-ribu menyesal telah menelantarkan Anna. Saat ini ia sangat-sangat butuh uang untuk membayar hutang yang sudah menumpuk. Saran dari kedua anaknya untuk membawa pulang Anna memang Keputusan yang tepat.
"Aku tahu siapa orang yang tahu keberadaan Anna sekarang?"
"Siapa?" Serempak Rina dan Rita.
***
Satu-satunya orang yang kenal dekat dengan Anna adalah Rangga. Cowok berpostur tinggi dan kurus itu juga yang membeberkan pada siswa SMA Trisakti jika Anna mendapatkan hadiah karena telah memenangkan perlombaan nasional. Nina menyambangi rumah Rangga untuk bertanya keberadaan kakak tirinya itu.
Tak sia-sia, ternyata menang Rangga tahu segalanya tentang Anna. Usai dari rumah Rangga, Nina naik angkot menuju alamat perumahan elit yang Rangga berikan.
Sejurus kemudian, Nina dibuat terkejut dengan tempat tinggal Anna saat ini.
"Wah gila! Dia tinggal di rumah ini?" Mulut Nina setengah terbuka saat melihat rumah mewah familiar yang ada di depan matanya.
"Apa cewek itu diangkat menjadi penghuni rumah ini?" gumam Nina bertanya-tanya. Jika begitu, maka ini tidak bisa dibiarkan. Jika hidup Anna bahagia, maka Nina dan keluarganya pun juga harus ikut bahagia. Jika benar Anna menjadi putri di rumah itu, maka Nina, ibu dan kakaknya harus ikut masuk ke sana bagaimana pun caranya.
"Gue harus segera kasih tahu ibu!" Nina buru-buru kembali pulang. Ini sungguh menjadi kabar paling mengejutkan. Bahkan sampai saat ini, Nina pun masih tidak percaya jika Anna tinggal di rumah bekas tempat bekerja anak itu sebagai pelayan.
Tak menunggu lama, setelah Nina sampai ke rumah, ia segera menemui ibunya yang sedang duduk bersantai bersama Rina di halaman belakang. Ia mengatakan apa yang ia ketahui mengenai Anna yang sekarang tinggal di rumah gedongan. Ternyata Anna tidak hanya mendapatkan uang yang banyak. Namun juga mendadak jadi orang kaya.
"Apa!" Rita sampai berdiri saking kagetnya mendengar berita itu.
"Iya, Bu. Si Anna udah jadi orang kaya!"
***
Meskipun Dinda tidak bisa menggunakan kakinya untuk berjalan. Akan tetapi, anak itu mempunyai semangat yang tinggi dalam menjalani hidup. Setiap hari, Dinda selalu pergi ke dapur untuk membuat kue basah hingga kue kering. Memasak sudah menjadi hobinya dari sejak ia kecil.
Bahkan, Dinda kerap membuatkan kue spesial untuk kakaknya. Namun berakhir ditolak, katanya lebih baik Dinda diam, lebih baik Dinda tidak membuat makanan sampah lagi. Melukai hati, itu memang sangat benar adanya. Tetapi anak itu tak gentar dan masih terus semangat membuatnya.
Kala Dinda akan masuk ke kamar, ia melihat sang kakak berpenampilan rapi seperti hendak ke luar rumah. Bisanya jam segini, anak itu mengurung diri di kamar sambil belajar. Namun agaknya sang kakak akan bertemu seseorang, dilihat penampilannya yang keren.
"Kakak mau ke mana?" tanya Dinda pada laki-laki tampan dengan warba kemeja yang senada dengan sepatunya.
Suara Dinda seolah hanya angin lalu, tak begitu penting bagi laki-laki itu. Dia tetap berjalan ke arah pintu depan tanpa menggubrisnya.
"Kak, aku nitip–"
"Bawel banget si lo!" bentaknya membuat bahu Dinda sampai refleks naik.
"Tapi sekalian kakak ke luar, Dinda mau nitip eskrim unicorn, Kak. Dinda pengen banget eskrim itu." Dinda merengek seperti anak kecil. Beberapa hari yang lalu Dinda menonton iklan di televisi dan entah kenapa sangat ingin mencoba eskrim yang ada di iklan itu.
"Ngapain nyuruh-nyuruh gue? Oh, kaki lo cacat, ya? nyusahin orang aja!"
***
Anna menstabilkan napasnya setelah tadi berlari cukup jauh dari rumah Juna ke taman kota untuk menemui seorang lelaki yang sudah ada janji dengannya.
"Kak, Prince!" panggil Anna. Cowok itu langsung menoleh dan melambaikan tangan, meminta Anna untuk duduk di sebelahnya.
"Maaf ya, udah nunggu lama," kata Anna masih dengan napas sedikit ngos-ngosan.
"It's ok," ucap Prince sembari mengelap keringat yang berderai dari kening Anna. Tentu saja dada Anna jadi berdebar-debar dibuatnya.
"Kak Prince baik banget," lirih Anna. Ia jadi tertegun dengan sikap lembut cowok itu.
"Kenapa?" Prince menatap kedua netra Anna dari dekat.
"Gak apa-apa."
Mendengar jawaban spontan dari Anna, Prince malah tertawa.
"Maksud gue, lo kenapa pakai lari-lari segala."
Anna merasa malu. Ia menggaruk belakang kepalanya.
"Irit ongkos, Kak, hehe."
"Kan gue udah bilang, gue jemput." Omel Prince.
"Iya kak, maaf. Takutnya kakak kelamaan nunggu, soalnya tadi ada kerjaan dulu."
"Lo masih kerja di rumah Juna?"
***