Untuk pertama kalinya setelah sekian lama bersekolah disini, Rafa memasuki perpustakaan. Dulu perpustakaan adalah tempat yang paling tidak ingin Rafa datangi karena ia harus berkutat dengan banyaknya buku buku. Namun karena ia yang ingin mendekati Flora, maka Rafa menekan rasa malasnya dan masuk ke Perpustakaan.
Kesan pertama yang Rafa rasakan saat memasuki tempat ini adalah membosankan. Seseorang hanya akan diam sembari bergelayut dengan buku buku. Rafa pun melangkahkan kakinya mengitari perpustakaan untuk mencari keberadaan Flora.
Rafa menghentikan langkahnya saat melihat Flora sedang berdiri di rak buku biologi. Kini Rafa mulai memikirkan cara apa yang akan ia lakukan untuk mendekati Flora. Rafa ingin mengajak Flora mengobrol, tetapi ia seakan tidak memiliki nyali untuk melakukan itu.
"Lo harus bisa, Raf. Lo harus bisa say hello sama dia."
Rafa menghela nafasnya sejenak dan melangkahkan kakinya mendekati Flora. Jika bukan sekarang kapan lagi Rafa bergerak mendekati Flora. Sekarang atau tidak sama sekali. Maka hal yang Rafa lakukan adalah menghampiri Flora dan berdiri di samping gadis itu.
"Hai, Flo," sapa Rafa sok akrab.
Flora terkejut dengan kehadiran Rafa yang tiba tiba di dekatnya. Flora yang sedari tadi tengah asyik mencari buku biologi kini terhenti karena Rafa memanggil namanya. Flora membalikkan badannya agar bisa menghadap Rafa.
"Hai, Raf," balas Flora dengan senyum tipisnya.
"Lagi ngapain disini?" tanya Rafa basa basi.
Flora mengernyitkan keningnya dan tertawa mendengar pertanyaan klasik yang Rafa lontarkan. "Gue kesini nyari buku, Raf. Yakali makan."
Rafa tertawa sendiri karena ulahnya. Sangat terlihat sekali jika Rafa gugup berada di samping Flora. "Iya iya, bego banget gue."
Flora hanya terkekeh sembari menggelengkan kepalanya dengan sikap Rafa. "Lo sendiri ngapain disini? Nyari buku juga?"
"Iyaa, nyari buku juga," kata Rafa sembari mengusap tengkuknya.
"Nyari buku apa?" tanya Flora. "Tapi kok nyari bukunya di rak biologi. Lo kan jurusan IPS."
Rafa menenguk salivanya dengan susah payah saat mendengar pertanyaan Flora itu. Rafa pun mulai memutar otaknya untuk mencari jawaban atas pertanyaan Flora.
"Raf, nyari buku apa? Kok disini?" tanya Flora lagi.
"Gue mau nyari buku sejarah. Cuma pas gue lihat lo disini makanya gue samperin," kata Rafa beralibi. "Gue mau nyari buku sejarah kok."
"Udah dapat?" tanya Flora lagi.
"Belum."
"Mau gue bantuin nyari bukunya?" saran Flora.
"Nggak usah, gue bisa cari sendiri," tolak Rafa cepat. Pasalnya mencari buku sejarah adalah alibi Rafa. "Gue cari bukunya sekarang."
"Okaay," kata Flora.
Merasa tidak ada lagi hal yang Rafa perbicangkan dengan Flora, Rafa pun melangkah mundur menuju rak buku sejarah. Sedangkan Flora kembali mencari buku biologi yang ingin ia pinjam.
Bukannya mencari buku, Rafa malah memperhatikan apa yang Flora lalukan sambil sesekali tersenyum. Dilihat dari jarak sedekat ini, Flora sangat lucu sekali. Berbagai ekspresi yang Flora tunjukkan membuat Rafa senyum senyum sendiri. Rafa juga jadi berandai andai kapan ia bisa berpacaran dengan Flora.
Rafa menatap Flora yang keluar dari perpustakaan setelah meminjam sebuah buku. Tak ingin kehilangan kesempatan, Rafa pun melangkahkan kakinya keluar dari perpustakaan dan menyusul Flora.
"Flo," panggil Rafa sembari berjalan di samping Flora.
Flora yang menyadari keberadaan Rafa pun menghentikan langkahnya dan berdiri menatap Rafa. "Raf, udah nemu bukunya?"
Rafa kembali menenguk salivanya. Berdiri di dekat Flora membuat Rafa harus bisa bersikap sebiasa mungkin. "Gue nggak nemuin bukunya. Tapi gampang kok, gue tinggal minta Billy bantu nyari nanti."
Flora manggut manggut mengerti dan tersenyum tipis. Masih tidak nyaman berada di samping Rafa dan mengobrol berdua dengan lelaki itu.
Mengingat soal pesan singkat yang Rafa kirimkan tadi malam kepada Flora tapi tidak ada jawaban. Rafa ingin menanyakannya sekarang kepada Flora. "Flo, tadi malam gue kan nge chat lo, tapi nggak lo balas. Lo nggak suka ya gue chat lo kayak gitu?"
Flora menyisipkan poninya ke belakang telinga sebelum menjawab. Flora juga tidak mau membuat Rafa salah paham karena sikapnya tadi malam. "Bukan karena gue nggak suka. Cuma tadi malam pas gue mau baca chat lo, gue udah mau langsung tidur. Lo nge chat gue kemalaman sih."
Rafa tersenyum mendengar ucapan Flora itu. "Jadi kalo gue ngechatnya lagi, lo bakal balas?"
"Gue balas kalo nggak sibuk," kata Flora dengan senyum tipisnya.
Rafa bersorak dalam hati, sepertinya Flora membuka akses untuk masuk ke dalam hatinya. "Nanti pulang sekolah mau kemana, Flo? Gue anterin pulang, mau?"
Flora tersenyum kaku dan mengalihkan pandangannya sejenak ke arah lain. Flora terkejut saat melihat Jefan berdiri tak jauh dari tempatnya sembari menatap ke arah mereka. Di tatap seperti itu oleh Jefan membuat Salsha merasa risih.
Flora kembali menatap Rafa sembari menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Sorry Raf, tapi kayaknya gue nggak bisa pulang bareng sama lo. Gue bisa pulang sendiri."
"Tapi daripada lo pulang sendiri, mending sama gue aja," kata Rafa bersikeras.
"Nggak usah repot repot. Gue bisa pulang sendiri." Flora kembali menatap ke arah Jefan yang terus saja menatap ke arahnya. "Gue duluan ke kelas, ya. Sampai jumpa Rafa."
Rafa menatap kepergian Flora sembari mengepalkan tangannya. Flora menolak tawaran Rafa untuk mengantarnya pulang mentah mentah. Flora bahkan tidak memberi alasan yang tepat.
"Sial, gue di tolak."
Rafa mengalihkan pandangannya ke samping dan melihat Jefan tengah memperhatikannya. Mimik wajah lelaki itu juga mengisyaratkan sesuatu. Rafa jadi merasa penolakan Flora tadi ada hubungannya dengan Jefan.
Tidak ingin terlalu ambil pusing dengan Jefan, Rafa memutuskan berjalan ke belakang sekolah untuk merokok sebelum bel berbunyi. Masih ada waktu untuk menenangkan pikirannya sejenak.
Rafa duduk di samping Diva yang sedang membaca novelnya. Dengan iseng, Rafa mengambil novel Diva dan menutupnya. Saat bersamanya, Rafa tidak suka jika fokus Diva teralihkan.
Diva menata horor Rafa yang sudah menganggu kegiatannya. "Balikin novel gue."
"Nggak mau," kata Rafa sembari menjauhkan novel itu dari jangkauan Diva. "Gue mau tanyain sesuatu sama lo."
"Tanyain apa?" tanya Diva sembari menahan kesal.
Rafa berfikir sejenak apakah akan bertanya tentang Flora kepada Diva atau tidak. Rafa masih ingat jika Diva tidak mau membantunya untuk mendekati Flora. Alhasil, Rafa mengurungkan niatnya untuk bertanya. Nanti saja Rafa bertanya kepada Luna.
"Nggak, nggak ada."
"Nggak jelas lo jadi cowok," ketus Diva. "Sekarang balikin novel gue."
Rafa pun memberikan novel yang ia rampas tadi kepada pemiliknya. Rafa pun mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan kepada Luna untuk bertemu nanti siang. Ada sesuatu yang ingin Rafa tanya kepada Flora.
Sementara Diva menatap Rafa dengan kening berkerut. Diva penasaran dengan apa yang Rafa lalukan dengan ponselnya itu. "Raf."
Rafa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. "Kenapa?"
"Pulang bareng, yuk. Sekalian gue teraktir lo makan."
Mendengar kata traktir membuat Rafa tidak bisa menolak. Apalagi jika Diva yang mengajaknya. Diva tidak pernah berbohong. "Lo tau kan kalo soal traktir, gue nggak pernah nolak."