Flora masuk ke dalam kelasnya dan melihat jika Luna sudah duduk di tempatnya. Flora juga melihat Diva sedang membaca novel di bangkunya. Flora pun mendekat dan duduk di bangkunya.
"Baru datang lo," kata Luna sembari menatap Flora.
"Iya," sahut Flora cuek. Flora pun membalikkan badannya dan menatap Diva yang tengah fokus dengan novelnya. "Div, pulang sekolah ke gramedia yuk. Ada novel keluaran terbaru."
Diva mengalihkan pandangannya ke arah Flora dan menatap gadis itu tanpa minat. Kemudian Diva menggelengkan kepalanya. "Gue nggak bisa. Ada janji sama orang lain."
"Bentar aja. Banyak novel keluaran terbaru, Div. Lo pasti suka deh," kata Flora lagi.
"Nggak bisa, Flo. Jangan maksa," kata Diva sinis sembari melangkahkan kakinya keluar dari kelas. Berbicara dengan Flora membuat emosi Diva memuncak.
Flora menatap kepergian Diva dengan kening berkerut. Tidak biasanya Diva seperti ini. Biasanya Diva selalu semangat jika Flora mengajaknya ke toko buku karena memang hobbi mereka yang sama.
"Nggak usah di masukin ke hati omongan Diva. Mungkin aja dia emang lagi ada janji sama orang lain," kata Luna sembari menepuk pundak Flora.
Flora menatap Luna dengan tatapan sendu. Flora memang menyadari jika sikap Diva seolah berbeda kepadanya. Diva juga seakan menghindar dari mereka. "Diva kenapa kayak ngehindar dari kita sih? Gue ada bikin salah sama dia?"
Luna bukannya tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Luna tahu apa yang menyebabkan Diva berubah seperti itu. Namun Luna memilih untuk diam dan tidak mau ikut campur.
"Nggak ada yang salah. Diva kayaknya cuma lagi ada masalah. Nggak usah di pikirin," kata Luna.
Flora menganggukkan kepalanya dan menghapus pikiran anehnya tentang sikap Diva itu. Mungkin Diva memang sedang ada masalah jadi sikapnya sedikit berubah.
Tak ingin memikirkan hal itu lebih lanjut, Flora akhirnya membuka novelnya dan mulai membacanya. Memang selalu seperti ini jika Flora sedang tidak ada kegiatan, ia akan kembali membaca novelnya.
"Flo," panggil Luna saat ia teringat satu hal. Tadi Rafa mengatakan jika Flora tidak membalas pesannya. Flora hanya membaca pesan singkat itu saja. "Lo beneran nggak balas chat dari Rafa?"
Flora mengalihkan pandangannya dari buku yang ia baca dan menatap Luna dengan kening berkerut. "Lo kok tau?" tanya Flora. "Atau jangan jangan, lo yang udah ngasih nomor gue sama dia?"
Luna tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya dengan pelan. "Iyaa, gue yang udah ngasih nomor lo sama Rafa."
Flora membelalakkan matanya dan sama sekali tidak menyangka dengan apa yang Luna katakan. Flora geleng geleng kepala sembari memijat pelipisnya.
"Kenapa lo kasih, Lun. Nomor gue itu privasi, nggak bisa sembarangan lo kasih ke orang lain."
"Tapi gue kasihnya ke Rafa. Rafa itu sahabat gue sama Diva. Jadi lo tenang aja, ya." Luna menaik turunkan alisnya mencoba menggoda Flora. "Rafa suka sama lo, makanya dia minta nomor lo biar dia bisa lebih dekat sama lo. Dan sebagai sahabat yang baik, gue bantuin dia lah."
"Tapi nggak gitu juga caranya, Luna. Harusnya lo bilang dilu sama gue kalo lo mau ngasih nomor gue ke orang lain." Flora tidak habis pikir dengan apa yang Luna lakukan. "Lagipula, gue nggak lagi nggak mau dekat sama siapapun sekarang ini. Gue mau sendiri dulu."
"Flo, coba dong buka hati sama cowok lain. Lo juga harus move on dari Jefan. Jangan stuck sama Jefan doang. Ada Rafa yang suka sama lo."
"Ini bukan masalah Jefan, Lun. Gue emang nggak mau dekat sama siapapun saat ini. Gue mau sendiri dulu," tegas Flora kepada Luna.
Tapi bukan Luna jika tidak bisa melakukan apa yang ia mau. "Berteman aja dulu. Temenan sama Rafa aja dulu, nggak ada salahnya kan."
***
Jam istirahat, Rafa dan Billy menghabiskan waktunya dengan nongkrong di samping perpustakaan dan menggoda adik kelas yang kebetulan lewat dari depan mereka. Bukan Rafa yang mengggoda, tetapi Billy. Suatu kebiasaan bagi Billy untuk menggoda siapapun yang lewat dari hadapannya, sembari berharap ada satu gadis yang menyita hatinya.
"Taman belakang, yuk. Bosan gue disini," kata Rafa mulai bosan berdiri di samping perpustakaan.
"Lo mau ngerokok kan pasti. Udah lah nanti aja," kata Billy menolak. "Lo nggak mau ngelihatin adik kelas kita. Manatau ada yang lo suka kan. Biar lo nggak jomblo lagi."
"Udah ada yang gue suka, jadi gue nggak mau ngelirik yang lain lagi," kata Rafa sembari memainkan ponselnya, membalas pesan dari Diva dan menyuruhnya untuk ke taman belakang sekarang. "Ada Diva di tempat biasa. Kesana aja, yuk."
"Lo suka sama Flora kan?" tebak Billy sembari menggoda Rafa. "Sayangnya Flora masih stuck sama masa lalunya. Kasihan banget lo."
"Ngomong sekali lagi gue tutup mulut lo sama kaos kaki gue," kata Rafa sembari menoyor kepada Billy. "Lagian siapa yang suka sama Flora. Kemaren gue cuma becanda."
"Yakin?" tanya Billy curiga. "Gue tau elo, Raf. Kayaknya lo beneran suka sama Flora. Tapi nggak papa sih, Flora cantik juga."
Rafa hanya menghendikkan bahunya acuh dan menatap layar ponselnya yang menampilkan room chatnya dengan Flora. Pesan singkat yang ia kirimkan kepada Flora tadi malam hanya di baca oleh gadis itu saja. Flora sama sekali tidak membalas chatnya itu.
"Itu Flora sama Luna lagi jalan kesini," kata Billy tiba tiba sembari menepuk pundak Rafa.
Rafa kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku dan meluruskan pandangannya. Dan benar saja, Flora dan Luna memang sedang berjalan ke arah mereka.
Sejenak, mata Flora dan Rafa saling berpandangan satu sama lain. Rafa menatap Flora dengan tatapan penuh perasaan yang menggebu. Sedangkan Flora hanya menatap Rafa dengan tatapan biasa saja. Rafa merasakan jantungnya berdebar kencang saat melihat Flora tersenyum ke arahnya.
Billy yang melihat ekspresi yang Rafa tampilkan hanya tersenyum mengejek dan mengusap wajah Rafa dengan kasar. "Biasa aja lihatinnya. Katanya nggak suka sama Flora kan."
Rafa beralih menatap Billy dengan tatapan membunuh. Billy mengacaukan tatapannya yang hanya terfokus untuk Flora. Dan saat Rafa ingin kembali menatap Flora, gadis itu sudah tidak ada di hadapannya lagi. Flora menghilang ntah kemana dan kini hanya Luna yang berdiri di hadapannya.
"Tumben kalian berdua disini, kenapa nggak ke taman belakang?" tanya Luna.
"Bosan di taman belakang mulu. Yang di lihatin juga cuma sampah, tembok sama bunga bunga layu," kata Billy dengan bergidik geli. "Mendingan disini, ngelihatin junior junior yang masih lucu lucu."
"Flora mana?" tanya Rafa kepada Luna, tidak peduli dengan apa yang Luna katakan barusan.
Luna tersenyum penuh arti sembari menatap Billy dan tertawa bersama setelahnya. Sepertinya Rafa tidak main main dengan ucapannya jika ia menyukai Flora.
"Flora masuk ke perpustakaan. Samperin aja kalo berani. Pasti semua orang yang ada disana bakal kaget pas lihat lo ada disana."