"Sejak dua tahun yang lalu..."
Rafa menghentikan ucapannya untuk mengingat momen pertama ia bertemu dengan Flora. Jika di pikir-pikir memang sudah dua tahun ia menaruh hati kepada gadis itu. Cinta terpendamnya itu ternyata berlangsung sudah lama.
"Lo serius?" tanya Luna tak yakin.
Rafa mengangguk. Ia pun mulai menceritakan bagaimana pertemuan pertamanya dengan Flora sampai ia menaruh hati kepada gadis itu
Flashback On
Hari pertama Mos, Rafa berjalan santai mengelilingi sekolah barunya. Melihat-lihat semua tempat yang ada disana sembari mencari tempat baru untuk ia merokok. Sejak SMP, Rafa selalu merokok di sekolah. Tak peduli dengan sanksi yang mungkin ia terima, Rafa tetap saja merokok.
Langkah Rafa terhenti saat ia melihat seorang gadis cantik tengah tertawa riang bersama temannya. Mata yang bulat sempurna, hidung mancung, senyum tipis terlihat sangat cantik di tambah dengan senyum gadis itu yang sangat menawan. Melihat siapa saja pasti langsung jatuh cinta.
Tanpa Rafa sadari, senyumnya mengembang melihat tawa gadis itu. Rafa mulai tertarik. Ia ingin berkenalan dengan gadis cantik itu. Tapi bagaimana caranya, bahkan Rafa terlalu malu jika harus mengajak gadis itu berkenalan.
Hingga ide cemerlang terlintas di pikirannya. Rafa melangkahkan kakinya dengan cepat menuju gadis itu. Rafa sengaja berlari kecil dan menabrak bahu gadis itu.
"Eh maaf-maaf," kata Rafa pura-pura. Padahal ia memang sengaja menabrak gadis itu.
"Iyaa, nggak papa, kok." Gadis itu tersenyum manis.
Rafa seolah terhipnotis melihat senyum gadis itu. Belum pernah Rafa bertemu dengan gadis secantik dan semenawan ini. Karena terlalu takut untuk berkenalan, Rafa hanya menatap gadis itu dari atas sampai bawah. Hingga Rafa melihat nametag yang berada di dada kanan gadis itu. Satu nama yang membuat Rafa kembali jatuh cinta lagi.
Dan nama gadis cantik itu adalah Flora.
Flashback Off
"Kok lo nggak pernah bilang, kalo lo suka sama Flora sejak MOS?" Lagi-lagi Luna terkejut dengan pengakuan Rafa.
"Baru sebulan sekolah, gue udah lihat dia sama Jefan. Ya gue nggak berani deketin dia," akui Rafa. "Gue cuma berani mantau dia dari kejauhan sambil nunggu kapan dia putus sama Jefan."
Luna manggut-manggut tanda mengerti. Jefan dan Flora kenalpun saat MOS. Hanya dua minggu pendekatan, Jefan dan Flora sudah berpacaran.
"Bisa ya lo, nutupin perasaan lo dari gue sama Diva sampai dua tahun gini." Luna tak menyangka. "Pantesan lo nge jomblo. Nggak pernah ngasih tau cewek yang lo taksir. Lo pendem semuanya sendiri. Padahal Flora itu sahabat gue."
Rafa menggaruk tengkuknya. "Ya gue malu."
Luna melempar kulit kacang yang tergeletak dimeja ke wajah Rafa. "Punya malu juga lo."
Rafa terbahak. "Trus gimana, lo mau kan nyomblangin gue sama teman lo itu?"
Luna mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari seolah-olah berpikir keras. Padahal dalam hati ia bersyukur karena tak perlu memaksa lelaki itu untuk dekat dengan Flora.
"Gimana, ya?"
Kini giliran Rafa yang melempar Luna dengan kulit kacang. "Banyak gaya, lo."
Luna tertawa sejenak kemudian memasang wajah seriusnya. Luna tak ingin bermain-main dengan perasaan Flora.
"Gue bakal bantuin lo dekat sama Flora asal lo janji sama gue jangan pernah sakitin Flora. Udah cukup Flora menderita karena di sakitin sama Jefan terus. Lo jangan."
Perkataan Luna menciptakan tanda tanya besar dia hati Rafa. Bukannya selama ini hubungan Jefan dan Flora terlihat harmonis. Setidaknya itulah yang Rafa lihat.
"Menderita? Maksud lo apa?" tanya Rafa ingin tahu.
"Nanti gue ceritain. Pokoknya lo harus janji dulu sama gue jangan sakitin Flora lagi."
Rafa mengangguk mantap. Rafa pasti tidak akan menyakiti Flora. Rafa akan berusaha semaksimal mungkin untuk membahagiakan gadis itu.
"Iya, gue janji!"
Hingga Luna teringat satu hal, Diva tidak ingin jika ia menjodohkan Flora dengan Rafa. Ntah apa penyebabnya. "Tapi jangan bilang-bilang sama Diva kalo gue ngejodohin lo sama Flora. Soalnya Diva kayak nggak suka gitu kalo gue ngejodohin kalian berdua."
Rafa menganggukkan kepalanya ragu. Rafa paling dekat dengan Diva. Hampir setiap hari Rafa menghabiskan waktunya dengan Diva. Semua yang terjadi kepadanya selalu ia beritahu kepada Diva. Bahkan Diva juga yang mengenalkan Luna kepadanya. Lantas apakah sekarang Rafa bisa menutupi masalah ini dari Diva.
"Bisa 'kan, Raf?"
"Emang Diva nggak boleh tahu?" tanya Rafa. "Diva juga sahabat Flora 'kan?"
"Iya, sih," kata Luna. "Tapi Diva nggak setuju kalo gue ngejodohin lo sama Flora. Makanya gue bilang sama lo buat nggak ngasih tahu masalah ini sama Diva. Takutnya nanti Diva malah nggak suka dan gagalin acara perjodohan gue sama kalian. Jadi lo harus mau nutupin ini sama Luna."
Akhirnya Rafa menganggukkan kepalanya meski ragu. Rafa juga heran kenapa Diva tidak ingin menjodohkannya dengan Flora.
"Kemaren gue juga udah nyuruh Diva buat jodohin gue sama Flora. Tapi dia nggak mau," kata Rafa.
"Tuh 'kan Diva aneh," kata Luna. "Kenapa coba dia nggak mau ngejodohin lo sama Flora. Apa jangan-jangan Diva suka sama lo?"
"Ngaco lo," kata Rafa sembari menoyor kepala Luna. "Gue sama Diva itu best friend banget. Nggak mungkin dia bisa suka sama gue."
"Tapi bisa aja, 'kan? Kenapa coba dia nggak mau ngejodohin lo sama Flora. Padahal Flora juga sahabatnya dia." Satu hal yang harus di pertanyakan adalah kenapa Diva seperti tidak suka jika ia menjodohkan Rafa dengan Flora.
"Nggak tau, sih. Tapi nggak mungkin suka juga," kata Rafa.
Hampir sepuluh tahun bersahabat dengan Diva, Rafa tidak pernah sedikitpun berfikiran untuk berpacaran dengan Diva. Bagi Rafa, Diva cukup sebagai sahabatnya saja. Tidak lebih.
"Intinya gitu, kalo lo mau di jodohin sama Flora, jangan pernah kasih tahu Diva," kata Luna sekali lagi. "Dan jangan pernah sakitin Flora. Flora udah cukup terluka pas sama Jefan. Gue nggak mau Flora di sakitin sama lo lagi."
Ucapan Luna itu semakin membuat Rafa penasaran tentang apa yang sebenarnya menimpa Flora. Selama ini Rafa selalu berfikir jika Flora bahagia bersama Jefan karena terlihat dari postingan akun instagram Flora yang beberapa kali Rafa intip.
"Iya lo tenang aja. Gue serius mau deketin Flora."
Rafa melirik jam tangannya. Sebentar lagi waktu istirahat akan berakhir dan Rafa belum mengisi staminanya. "Gue mau ke taman belakang dulu sebelum masuk. Ngobrolnya di lanjutin nanti aja."
"Mau ngerokok?" tanya Luna sembari tertawa. Luna tahu bagaimana ciri khas Rafa.
"Itu lo tahu." Rafa balas tertawa dan berdiri dari duduknya. Sebelum benar-benar pergi, Rafa berjata. "Gue nitip nomor telfon Flora biar gue bisa pendekatan sama dia."