Jam istirahat, Diva buru-buru ingin menemui Rafa sebelum Flora atau Luna menemui lelaki itu. Diva tidak setuju jika Flora di jodohkan dengan Rafa. Diva tahu persis bagaimana Rafa. Rafa bukan lelaki baik-baik. Diva kenal Rafa dari kecil. Semua kejelekan lelaki itu Diva tahu. Dan ia rasa, Rafa sangat tidak cocok dengan Flora.
Diva mengambil acak novel yang ia bawa dari rumah dan menentengnya sebagai alasan pergi dari Luna dan Flora. "Gue ke perpustakaan dulu, ya. Balikin buku. Kalian duluan aja ke kampus, nanti gue nyusul."
Dan tanpa menunggu jawaban dari Luna maupun Flora, Diva melangkahkan kakinya buru-buru. Ia tak mau keduluan Luna. Sekarang Diva akan menemui Rafa dan meminta kepada lelaki itu untuk tidak menyetujui jika Flora ingin di comblangin dengannya.
Sementara itu, Luna menatap Flora. "Lo ikut ke kantin?"
Flora berpikir sejenak. Ia masih malas jika harus bertemu dengan Jefan, apalagi setelah insiden mereka tadi lagi. Flora menggeleng pelan. "Lo aja, deh. Gue malas ketemu Jefan di kantin."
Luna mengangguk paham. Memang lebih baik jika Flora sementara waktu di jauhkan dari Jefan agar gadis itu bisa melupakan mantan laknatnya itu.
"Lo nitip makanan? Biar gue bawain nanti," tawar Luna.
"Nitip minuman aja," kata Flora kemudian fokus terhadap novel di mejanya.
Selain Diva yang suka membaca novel, Flora juga. Bahkan terkadang mereka sudah bertukar novel. Tapi beda hal dengan Luna, Luna sangat malas membaca novel. Baginya membaca novel hanya membuang-buang waktu dan ujung-ujungnya menghayal. Yang pastinya tidak baik untuk otak dan akal.
"Yaudah gue ke kantin dulu," kata Luna.
Luna melangkahkan kakinya keluar dari kelas. Di depan kelas, Luna mengambil ponselnya dari dalam saku dan mengirimi pesan singkat kepada Rafa dan mengajak lelaki itu bertemu di kantin. Ada hal penting yang ingin Luna katakan yaitu perihal niatnya untuk mendekatkan Flora dan Rafa.
Setelah mendapat pesan balasan dari Rafa, Luna kembali melangkahkan kakinya dengan langkah yang mantap. Luna yakin seratus persen jika apa yang lakukan ini adalah langkah yang tepat. Di tangan Rafa, Flor tidak akan tersakiti.
Sesampainya di kantin, Luna mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kantin dan melihat Rafa sudah berada disana. Sesuatu pemandangan yang langka bagi Luna. Karena biasanya lelaki itu sangat jarang ke kantin. Luna pun melangkahkan kakinya untuk menemui Rafa. Tetapi tiba-tiba tangannya di cegat oleh seseorang.
Luna berbalik dan menemukan Jefan lah yang mencegat tangannya. "Ngapain lo?" tanya Luna sinis. Orang yang menyakitin Flora adalah musuhnya.
"Kok lo sendiri, Flora mana?" tanya Jefan.
Luna melepaskan tangannya dengan kasar dan menatap Jefan sinis. "Bukan urusan lo lagi. Kan lo udah putus sama dia."
"Bentar lagi pasti balikan." Jefan berkata dengan pasti. "Lo kayak nggak tau aja hubungan gue sama sahabat lo itu."
Luna terbahak mendengar ucapan dari Jefan yang menurutnya sangat percaya diri itu. "Kayaknya lo yakin banget bakal balikan sama Flora lagi." Luna menaikkan sebelah sudut bibirnya, tersenyum meremehkan. "Gue pastiin lo nggak bakal balikan sama Diandra. Karena sebentar lagi, Diandra bakal punya pacar baru."
Jefan pias, ia tidak suka mendengar ucapan Luna. Diandra tidak boleh punya pacar baru. Diandra hanya miliknya, sampai kapanpun.
"Siapa? Siapa cowok yang bakal jadi pacar Diandra?" desak Jefan. Hatinya mendadak terbakar.
Melihat respon Jefan membuat Luna tersenyum bangga. Akhirnya ia bisa membuat Jefan panas. Luna menunjuk Rafa yang tidak jauh dari jangkaunnya. "Cowok yang disana. Rafa namanya. Dia lebih cocok sama Diandra daripada lo yang hobi nyakitin dia mulu."
Jefan melihat arah pandang Luna dan mengepalkan tangannya. Rafa adalah lelaki yang ia lihat tadi pagi bersama Flora. Pikiran Jefan tak pernah salah. Flora memang ada hubungan dengan Rafa.
Merasa tidak ada hal yang perlu mereka bicarakan lagi, Luna kembali melangkahkan kakinya menuju meja Rafa.
"Mampus tuh cowok, emang enak!" dumel Luna sembari duduk di depan Rafa.
"Kenapa lo?" Alis Rafa berkerut.
"Gue emosi sama Jefan. Bisa-bisanya dia masih nanyain Flora."
Raut wajah Rafa seketika berubah. Ia tidak suka jika Jefan masih mengejar Flora. Sepertinya sudah cukup waktu dua tahun bagi Jefan untuk membahagiakan Flora. Sekarang Rafa lah yang akan membahagiakan gadis itu.
"Jefan masih suka sama Flora?" tanya Rafa tidak suka.
Dengan wajah kesal, Luna berkata. "Masih kayaknya. Dia masih ngotot mau balikan sama Flora. Semoga aja Flora nggak mau."
Rafa menaikkan sebelah sudut bibirnya. "Kayaknya lo nggak suka banget kalo Flora balikan sama Jefan. Harusnya lo ngedukung dong, Flora kan sahabat lo."
"Karena Flora sahabat gue, makanya gue nggak mau dia jatuh ke orang yang salah. Jefan itu cowok brengsek!" jelas Luna dengan emosi yang menggebu. Setiap membahas tentang Jefan, Luna selalu emosi.
Rafa semakin tertarik dengan pembahasan mereka. Rafa ingin mencari tahu tentang bagaimana hubungan Jefan dan Flora. Rafa ingin belajar dari Jefan agar kelak saat menjadi pacar Flora, ia tidak melakukan kesalahan yang sama.
"Emang Jefan sebrengsek apa?" tanya Rafa ingin tahu.
Luna ingin menjelaskan semua keburukan Jefan, tetapi tidak sekarang. Ada yang lebih penting dari itu. Luna menghela nafasnya untuk meredam amarahnya. "Tadi lo bilang, ada yang pengen lo sampein ke gue. Ada apa?"
Rafa mengalihkan pandangannya sejenak. Ada Jefan yang memantaunya dari kejahuan. Sepertinya Jefan tidak menyukainya, tetapi itu bukan urusan Rafa. Rafa kembali menatap Luna. Setelah di tolak Diva kemaren, Rafa ingin mencoba peruntungannya dari Luna. Semoga saja Luna mau mendekatkannya dengan Flora.
"Gue mau lo comblangin gue sama teman lo, Flora," kata Rafa dengan cepat dan dengan satu tarikan nafas.
Luna melototkan matanya mendengar ucapan yang keluar dari mulut Rafa. Luna tidak salah dengar kan. Rafa ingin di comblangin dengan Flora. Bagaimana bisa niat baiknya di sambut hangat oleh Rafa. Dengan senang hati Luna pasti mau membantunya.
"Lo bilang apa tadi?" tanya Luna memastikan.
Rafa mengusap tengkuknya. Rafa malu, baru kali ini ia berani seperti ini. Sebelumnya Rafa selalu ogah bila membahas gadis lain bersama Luna dan Diva. Tapi kali ini Rafa memberanikan diri.
"Gue mau lo comblangin gue sama Flora," kata Rafa pelan. Takut bila di dengar orang lain. "Kayaknya gue suka sama teman lo itu."
Luna tak bisa menyembunyikan perasaan terkejutnya itu. Bahkan tanpa di minta pun Rafa menyerahkan dirinya sendiri. Luna tersenyum senang. Rencananya pasti akan berjalan mulus.
"Lo suka sama teman gue itu? Sejak kapan?" tanya Luna ingin tahu karena sebelumnya Rafa tak pernah bercerita tentang gadis yang ia sukai.
Rafa menyandarkan tubuhnya di sandaran bangku dan mulai mengingat-ingat kapan pertama kali ia menyukai Flora."
"Kayaknya sejak dua tahun yang lalu.."