"JADI LO BENERAN PUTUS SAMA JEFAN?"
Flora menutup kupingnya mendengar teriakan Luna, sahabatnya. Flora menyesal telah mengadu kepada gadis itu. Harusnya ia sadar, Luna mempunyai suara nyaring dan selalu antusias menerima gosip apapun. Seperti saat ini, setelah Flora mengatakan jika ia putus dengan Jefan, mantannya yang sudah dua tahun, Luna langsung berteriak kencang. Tidak peduli dengan suasana kelas yang ramai.
Flora menatap tajam Luna. "Nggak sekalian aja lo ngumumin pake mic biar satu sekolah tahu? tanggung cuma satu kelas yang tahu."
Luna tersenyum canggung dan menutup mulutnya. Ia tidak bisa santai saja setelah mendengar kabar putusnya Flora, dengan mantannya yang toxic itu.
"Gue seantusias itu dengar kabar lo putus. Akhirnya lo putus juga sama si biadap Jefan itu."
Diva, sahabat Flora dan Luna memutar bola matanya. Ia memasukkan snack ringan ke dalam mulutnya. "Lo nggak usah seantuasias itu. Palingan bentar lagi balikan juga. Kayak lo nggak tahu aja tabiat sahabat lo ini gimana."
Flora menyengirkan bibirnya. Sebenarnya kabar putus antara Flora dan Jefan bukan hal yang baru lagi untuk di dengar. Mereka sering putus, tapi sayangnya hanya bertahan satu jam atau paling lama seminggu. Setelah itu mereka berdua pasti akan balikan dan bermesra-mesraan lagi. Diva yang sudah kebal dengan kabar itu bersikap biasa saja tapi tidak berlaku dengan Luna yang sangat antusias setiap kali mendengar kabar putus dan paling kecewa jika mendengar kabar balikan dari Flora.
"Kali ini serius. Gue udah pikirin mateng-mateng," kata Flora tegas.
Luna menoyor kepala Diva. Mereka berdua memang selalu berantem kecil seperti ini. "Dengar tuh, kali ini dia serius."
"Anjing lo!" Diva balas menoyor kepala Luna. "Lo lupa, sebulan lalu dia bilang apa? Dia bilang nggak bakal balikan lagi 'kan? Tapi nyatanya nggak sampe sehari kata itu terucap, dia udah bikin story sama Jefan pake caption lebay gitu. Menjijikan!"
"Lo nggak ada nge support sahabat lo, ya. Malah lo jatuhin kayak gini. Harusnya lo itu senang kalo mereka putus. Lo emang nggak capek dengar Flora nangis-nangis karena si setan Jefan itu maki-maki dan mukulin dia?" tanya Luna sarkas kepada Diva.
Setiap hari, Flora memang selalu menangis dan curhat dengan sikap Jefan yang ringan tangan dan selalu memakinya dengan kata-kata kasar. Tapi meskipun telah di ceramahi sampai mulut Luna dan Diva berbusa, Flora tidak pernah mau mendengarkan mereka. Dan ujung-ujungnya Flora kembali lagi kepada Jefan.
"Gue bukannya nggak nge support. Tapi gue capek." Diva menaikkan ujung bibirnya. "Capek di prank mulu sama Flora. Hari ini bilang putus, ujung-ujungnya balikan lagi. Nggak capek lo?"
"Capek, sih." Luna menggaruk rambutnya yang tak gatal. "Tapi kali ini lo beneran putus 'kan?"
Flora mengangguk pasti. Kali ini, Flora serius. Ia tidak akan mau lagi balikan dengan Jefan. Sudah cukup selama dua tahun terakhir ini ia berada di hubungan yang toxic. Ini saatnya Flora move on dan memulai kehidupannya yang baru.
"Kalo ini gue benar-benar serius. Gue nggak bakal mau lagi balikan sama Jefan. Kalo sampe gue balikan, terserah kalian mau ngapain gue."
"Semoga aja," kata Diva tak tertarik.
*****
Rafa Adrian Wijaya. Lelaki yang terkenal nakal di sekolahnya. Selalu masuk ruang BK karena ketahuan merokok di taman sekolah. Meskipun sering masuk Bk, tak membuat Rafa jera dan berhenti merokok. Ia malah semakin sering merokok dan akan memukul orang-orang yang mengadu jika ia ketahuan.
Bukan cuma itu saja, Rafa sering mabuk-mabukan dan bermain dengan gadis nakal. Semua kenalakan sudah pernah Rafa rasakan. Dari mulai tawuran, mabuk-mabukan, bermain nakal dengan wanita jalang, bahkan sampai memakai narkoba. Meski begitu, Rafa tidak pernah di keluarkan dari sekolah karena orang tuanya yang selalu menjaminnya.
"Raf, Raf, itu yang sama Diva dan Luna siapa, ya?" Billy, sahabat Rafa menepuk pundak lelaki itu.
Rafa yang sedari tadi asyik mengisap rokoknya menoleh ke arah tatapan Billy dan melihat Luna, Diva dan Flora sedang berjalan ke arah mereka.
"Flora" jawab Rafa cuek.
"Kok lo kenal?" tanya Billy penasaran. Pasalnya ia tidak pernah melihat gadis yang bernama Flora itu sebelumnya.
"Ya kenal la. Dia itu sahabat Luna dan Diva."
"Masa?" Billy masih belum percaya. "Tapi kok gue nggak pernah ngelihat dia bareng sama Luna dan Diva."
"Itu karena lo orangnya nggak gaul," ledek Rafa. Padahal memang Flora jarang terlihat di sekolah. Hanya beberapa kesempatan saja gadis itu terlihat, seperti pagi hari saat ia masuk ke kelasnya dan pulang sekolah.
"Tapi cantik, ya?" Billy sepertinya terpesona dengan Flora.
"Biasa aja," jawab Rafa sembari mengisap rokoknya lagi.
Flora, Luna dan Diva mendekat ke arah Rafa dan Billy. Jika sebelumnya hanya Diva dan Luna yang datang ke tempat terkotor di sekolah ini, kali ini Flora juga ikut. Karena satu-satunya penyebab Flora menjadi orang yang anti sosial dan tak pernah keluar kelas adalah Jefan, mantannya.
"Lanjut teros ngerokoknya." Diva mengambil rokok dari tangan Rafa dan membuangnya. Diva selalu menjadi orang yang protektif kepada Rafa. Ia tidak ingin Rafa terlibat masalah lagi di sekolah.
"Ganggu kesenangan orang mulu kerjaan lo." Rafa mendengus kesal. Waktu merokoknya akan selalu di ganggu oleh Diva. "Pergi lo sana."
Bukannya sakit hati mendengar pengusiran Rafa itu, Diva malah terkekeh dan merangkul bahu sahabat dari kecilnya itu.
"Gue cuma nggak mau lo masuk BK lagi," kata Diva perhatian.
Rafa hanya memutar bola matanya kesal dan buru-buru memasukkan bungkus rokoknya ke dalam saku sebelum Diva melihat dan ikut membuangnya juga seperti sebelumnya.
Billy yang dari tadi fokus melihat Diandra tidak peduli dengan pertengkaran Rafa dan Diva. Billy berdehem singkat dan membetulkan rambutnya.
"Lo berdua bawa siapa, nih." Billy mengusap-ngusap tangannya berniat untuk bersalaman dengan Flora.
"Oiya kenalin ini Flora, sekelas sama kita juga." Luna memperkenalkan Flora. "Dulu anaknya nggak pernah keluar kelas. Tapi sekarang pasti sering gabung sama kita, kok. Kan dulu punya pacar posesif, kalo sekarang udah putus."
Flora mencubit lengan Luna dan melotot ke arah Luna. Mulut gadis itu memang tidak ada remnya. "Apaan sih, make ngomong putus segala."
"Biar jelas," kata Luna tanpa rasa bersalah.
"Oalah, pantas aja gue nggak pernah lihat." Billy mengulurkan tangannya. "Kenalin, gue Billy."
Flora membalas uluran tangan Billy. "Flora."
Flora beralih menatap Rafa dan mengulurkan tangannya. "Flora."
Rafa menatap Flora dari atas sampai bawah dan tak membalas uluran tanganya itu. Diva menyenggol lengan Rafa dan melotot agar Rafa mau membalas uluran tangannya.
"Rafa," jawab Rafa cuek sembari membalas uluran tangan Flora.
Udah putus ternyata. Ini saatnya gue yang maju buat dapatin dia. Batin Rafa.