Chereads / Fall (in) Love, Again? / Chapter 3 - 2. Barang Pemberian Jefan

Chapter 3 - 2. Barang Pemberian Jefan

Diandra menutup album berisi foto-fotonya dan juga Jefan. Di dalam album itu banyak foto mereka, mulai rame foto random yang di bidik oleh Jefan saat Flora lengah. Foto mereka saat di pantai, di sekolah dan di tempat-tempat yang mereka kunjungi.

Flora menghela nafasnya. Untuk bisa move on dari Jefan, tentunya yang pertama kali di lakukan oleh Flora adalah membuang semua barang-barang yang pernah lelaki itu berikan kepadanya. Mulai dari foto, bunga palsu, boneka, tas, kalung, baju dan lain-lainnya.

"Beneran 'kan lo mau buang ini semua?" tanya Luna. Mereka sudah menyiapkan barang-barang yang akan di bakar.

"Iyaa," jawab Flora lesu.

"Kok lesu?" tanya Luna. ia menyipitkan matanya. "Lo ragu?"

"Yaa, nggak," kata Flora. "Tapi sayang nggak sih buang ini semua." Diandra meraih boneka lotso kecil yang Jefan berikan saat mereka monthsarry yang ketiga. "Barang-barang ini kan nggak punya salah apa-apa."

Luna meraih boneka itu dari tangan Flora. "Ya emang barang-barang ini nggak ada yang salah. Tapi kalo lo masih terus nyimpan ini semua, lo nggak bakal lupa, lo pasti ke ingat terus sama dia dan ujung-ujungnya pasti lo minta balikan. Pokoknya lo harus lupain semua yang berhubungan sama Jefan, baik orang ataupun kenangannya."

"Lun." intrupsi Flora. "Yang di lupain itu orangnya bukan kenangannya. Gue nggak akan bisa ngelupain kenangan gue sama Jefan."

"Kenangan yang mana maksud lo?" tantang Luna. "Kenangan saat lo di maki-maki sama dia, di katain anjing atau lonte sama dia? atau saat lo di pukulin sampe tangan lo merah? atau bahkan saat lo tau dia selingkuh dan udah pernah tidur bareng sama selingkuhannya?"

Flora memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. "Nggak semua kenangan gue sama Jefan buruk, Lun. Lo lupa saat dia ngasih gue boneka saat gue ulang tahun. Lo lupa saat dia nge thread gue like a princess sebelum sifat dia berubah jadi jahat?"

"Lo belain dia?" tanya Luna tak habis pikir. "Lo niat move on nggak sih?"

"Gue mau move on," kata Flora. "Tapi gue nggak mau lo ngejelekin dia terus. Di balik sifat jeleknya itu dia baik, kok."

Flora merapikan semua barang-barang yang sudah di kumpulkan dan ia susun lagi seperti semula. "Gue nggak jadi bakar barang-barang ini."

Luna menatap Flora tak percaya. Flora masih sama, masih plinplan. Merasa tak ada gunanya lagi di tempat ini, Luna meraih tasnya dan bediri.

"Kalo mau lupain orang itu ingat kenangan yang buruk. Tapi kalo mau balikan sama orang itu ingat kenangan yang baik-baik." Luna berdecih. Ia melangkahkan kakinya keluar dari kamar Flora. Sebelum benar-benar keluar Luna berkata. "Kabarin gue kalo lo udah balikan sama si setan itu."

Flora menghela nafasnya. Ia berbaring di kasurnya sembari memeluk boneka yang pernah Jefan berikan kepadanya.

"Lupain orang tanpa buang barang-barangnya bisa nggak, sih?"

*****

"Lama amat ya, lo."

Rafa melengos duduk di samping Diva dan memakan kentang goreng yang tersedia di meja. Tadi Diva meminta Rafa untuk menemaninya makan di mall. Dengan embel-embel gratis Rafa langsung bergerak menuju ke lokasi.

"Lo ngabarinnya mendadak, njing. Gue kan lagi ada kerjaan."

"Kerjaan di room karaoke sambil ngelihat cewek joget-joget gitu?" sinis Diva. Ia mengetahui apapun yang menjadi hoby Rafa.

Rafa menatap Diva dan terkekeh pelan. Rafa menjepit hidung Diva dan menariknya. "Tau banget sih lo tentang gue."

Diva balas mencubit lengan Rafa. "Bisa nggak sih lo berhenti kayak gitu. Lakuin hal positif dong jangan negatif terus."

"Nggak bisa," balas Rafa cepat. Menurutnya hal yang ia lakukan masih batas normal. Buktinya ia belum pernah menghamili gadis manapun. Rafa main aman.

Rafa menyeruput minuman Diva tanpa permisi. Diva pun kembali mencubit lengan Rafa.

"Minuman gue, itu," kesal Diva.

"Lo nggak pesan minuman buat gue, sih," jawab Rafa tanpa merasa bersalah.

"Pesan sendiri, ogeb."

"Tapi lo yang bayar, kan?" Rafa menaik turunkan alisnya.

"Emang pernah lo jajan sama gue pake uang lo?" tanya Diva. "Perasaan pake uang gue mulu."

Rafa terbahak. Jika bersama Diva, Rafa tidak pernah mengeluarkan uangnya. Itulah yang membuat Rafa senang di ajak makan oleh Diva. Diva tidak perhitungan, ia bahkan mau memberikan rokok kepada Rafa.

Tiba-tiba Rafa teringat satu hal. Rafa segera menegakkan tubuhnya dan berdehem singkat. Semoga saja Diva mau membantunya.

"Div, teman lo yang tadi jomblo, 'kan?"

Diva mengenyitkan alisnya. "Yang mana?"

"Yang tadi di taman. Flora kalo nggak salah namanya," kata Rafa pura-pura tidak mengenali Flora. Padahal sebenarnya ia sudah mengenal Flora sejak dua tahun lalu, di pertemuan pertama mereka di sekolah.

Diva mengangguk ragu. "Iya, kenapa?"

Rafa berdehem lagi, ia mencondongkan tubuhnya ke arah Diva. "Comblangin gue sama dia, dong?"

Diva terdiam sesaat. Rafa tidak pernah seperti ini. Lelaki itu bahkan sangat cuek kepada gadis siapapun. Lantas mengapa sekarang Rafa ingin di comblangin dengan Flora.

Diva tertawa kencang sembari meletakkan tangannya di dahi Rafa. "Lo sakit, ya? berobat sana."

"Gue nggak becanda." Rafa menjauhkan tangan Diva di dahinya. "Gue suka sama Flora."

Tawa kencang Diva perlahan berhenti. Diva mengalihkan wajahnya sesaat. Ada yang aneh di hatinya mendengar pengakuan Rafa. Seperti tidak siap.

Diva kembali menatap Rafa dan menggeleng pelan. "Jangan ya, Raf. Gue nggak mau persahabatan gue sama Flora rusak. Lo cari cewek yang lain aja, atau mau gue cariin?"

Rafa menggeleng. "Gue cuma mau Flora."

*****

Flora meraih ponselnya dan membuka pesan masuk. Ada satu pesan masuk dari Jefan, mantannya. Dengan perasaan berdebar, Diandra membuka pesan tersebut.

Jefan:

Flo, udah tidur?

Flora menutup matanya dan mengingat semua momen yang pernah ia lalui bersama Jefan. Diandra menghela nafas lelah dan kembali meletakkan ponsel itu di atas nakas. Flora tak berniat membalas pesan singkat nan basa-basi itu. Flora tahu jika ia tetap membalas pesan Jefan, dan mereka terlibat perbincangan lagi. Diandra akan luluh dan kembali berbaikan dengan Jefan.

Flashback On

"Kita putus aja, Jef."

Flora mengatakan kalimat itu dengan satu tarikan nafas. Sudah lebih dari seminggu Flora memikirkan soal ini. Ia sudah lelah menghadapi sifat Jefan yang selalu marah-marah karena masalah spele. Flora dilarang melakukan apapun yang ia suka. Flora muak selalu di maki-maki dan di pukul oleh Jefan.

"Lo serius?" tanya Jefan tak percaya.

"Gue capek. Lo nggak pernah bisa berubah." Flora menangis. Mengingat semua perlakuan Jefan kepadanya. "Lo bilang lo nggak akan main cewek lagi. Tapi nyatanya lo malah jalan sama Sonya."

"Jalan sama Sonya itu rame-rame." Jefan menjambak rambutnya. Ia begitu mencintai Flora meskipun sifatnya yang kasar kepada gadis itu.

"Rame-rame tapi fotonya berdua rangkulan kayak gitu!" suara Flora meninggi. "Lo bahkan nggak ngomong sama gue mau pergi. Dan lebih sakitnya lagi, lo nyuruh Tiana ngehapus foto yang udah di upload ke instagram cuma biar gue nggak tau."

"Floo," panggil Jefan lembut. Ia mencoba memegang tangan Flora. "Gue minta maaf soal itu. Gue cuma takut lo salah paham makanya gue nyuruh Tiana hapus fotonya. Gue nggak ada hubungan apa-apa sama Sonya."

Flora menepis tangan Jefan dan mengusap airmatanya. Mungkin saat ini adalah waktu yang pas untuk ia mengakhiri hubungannya dengan Jefan. Keluar dari hubungan yang toxic.

"Gue udah maafin lo. Tapi maaf, buat ngejalanin hubungan sama lo nggak bisa lagi."

Jefan semakin gusar. Ia tidak mau kehilangan Flora. "Gue bakal berubah, gue janji. Kasih gue kesempatan sekali lagi."

"Gue udah sering ngasih lo kesempatan tapi lo nggak pernah berubah." Flora berdiri dari duduknya. "Simpan perubahan lo itu untuk orang yang akan jadi pacar lo lagi. Karena gue udah nggak mau pacaran sama lo."

Flashback Off

*****