Hari sudah semakin sore saat Zayyan mengakhiri acara seleksi itu jadi mereka langsung bergegas untuk pulang begitu acara ditutup.
"Makasih ya bang," Daffa tiba tiba menghampiri Zayyan saat semuanya sedang sibuk bersiap untuk pulang.
"Makasih karena?" Zayyan yang bingung karena tiba tiba ni orang ngucapin terima kasih bertanya.
"Ya kalau abang gak ngasih saran tadi mana mungkin gue bisa lulus bang." dari gaya bicaranya sepertinya Daffa sudah semakin dekat dengan Zayyan.
"Udah santai aja, tuh kakak lo udah nungguin, pulang terus sana!" kata Zayyan sambil tersenyum kecil, setelah itu ia langsung keluar dari ruangan menyusul Farrel dan yuda.
Daffa juga langsung keluar karena sudah tidak ada lagi kepentingan yang harus ia lakukan didalam ruangan ini.
"Mau langsung balik?" tanya Yuda saat mereka bertiga melangkah ke parkiran.
"Udah sore banget nih mau nongkrong lagi?" Farrel menaikkan alisnya.
"Yaelah Rel! gue kan Cuma nanya doang kita mau balik terus atau nggak!" Yuda mendecak bibirnya
"Pake ditanya lagi, ya langsung pulang dong bre! nyokap gue bisa marah besar kalau gue maghrib diluar!" Farrel menambahkan.
"Ribut mulu! ribut terus!" Zayyan menekan suaranya.
Heran banget sama dua orang ini, selalu aja mempermasalahkan hal hal gak penting kayak begitu. Udah sama sama tau kalau mereka seharusnya langsung pulang pun masih aja berdebat.
"Ini ni nyolot banget!" sahut Yuda.
"Lah kok gue, lo aja yang bego!"
"Udah mending lo berdua diam, gak ada nongki nongki lagi! dah maghrib nih, kita langsung pulang aja!" Zayyan melerai keduanya.
"Nah kan apa gue bilang!", Farrel merasa menang karena Zayyan membelanya.
"Apaan sih orang memang kita mau langsung pulang kok!" Yuda melirik sinis.
Melihat itu Zayyan hanya bisa menghela napas dalam dalam.
Di tempat lain Daffa dengan semangat mendatangi kakaknya yang sudah keluar lebih awal dari ruangan latihan itu.
"Lulus kan gue!" dengan bangganya dia memulai percakapan.
"Harus dong, tapi lo pengen banget masuk silat ya harus lulus!" Dhita membalas dengan sedikit senyum.
"Udah yuk nanti kesorean lagi!" Anjani menambahkan, mereka mau nongki lagi di rumah Dhita jadi harus cepat pulang.
"Naik mobil Anjani?" tanya Daffa dengan malas. Rasanya males banget kalau gabung dengan cewek cewek ini, bisa kejebak batman dia nanti.
"Kenapa memangnya? gak mau lo pulang bareng gue?" tanya Anjani, jujur dia selalu kesal saat Daffa manggil namanya tanpa menuturkan kakak.
"Langsung pulang ya! gue gak mau jadi nyamuk!" takutnya mereka mau hangout lagi, kan repot kalau dia dipaksa ikut.
"Yaampun Daf! ya memang langsung pulang lah, orang kami mau nongkinya dirumah kok!" Dhita menjawab sambil menggelengkan kepalanya.
Ia tau adiknya trauma pergi dengannya kalau ia sedang bersama teman temannya, makanya terkadang tujuan mereka harus dijelaskan agar adiknya tidak overthinking.
Daffa hanya mengangguk pelan dan mengikuti kedua cewek itu menuju mobil milik Anjani.
Di perjalanan Anjani bertanya pada Daffa mengenai acara seleksi tadi, "gimana tadi seleksinya Daf? seru?" biar gak sepi sepi amat nih mobil.
"Ya lumayan sih, tapi banyak banget yang gak serius jadi boring juga!" jawab Daffa.
"Banyak yang gak serius gimana maksudnya?" tanya Anjani sekali lagi.
"Ya cewek cewek itu lah! pas pelatihnya ngasih gerakan mereka malah ngoceh gak jelas, kan gak serius itu namanya!"
"Haha ngoceh apaan sih mereka?" Anjani tertawa kecil mendengar Daffa mengeluh seperti itu, Dhitapun mulai penasaran dengan cerita adiknya.
"Ngocehin apa lagi, ya bang Zayyan dong!" sebenarnya males banget bahas ini, tapi sayang juga kalau gak di ceritain.
"Ngocehin Zayyan gimana memangnya?" Dhita ikut bertanya, padahal dari tadi diem aja tuh.
"Ada yang ngeluh kenapa gak kak Zayyan aja sih yang ngasih gerakannya ke kita, kalau dia yang kasih pasti gue bisa lebih ingat. Terus ada juga yang ngomong kayaknya gue bakal lulus deh soalnya tadi kak Zayyan mandangin aku gitu." Daffa curhat jadinya nih.
"Bego banget! pada kepedean semua!" gumam Dhita yang tiba tiba membuat mata Daffa dan Anjani tertuju padanya dengan kerutan di dahi mereka.
"Ehem Nggak! maksud gue mereka gak tau aja gimana Zayyan, mana belum kenal lagi tapi udah kepedean kayak gitu." Dhita cepet cepet klarifikasi.
Mendengar klarifikasi itu barulah Daffa dan Anjani sedikit santai sekali lagi, lagipula mereka memang sedang dalam percakapan jadi kata kata itu tidak terlalu dipikirkan oleh keduanya.
"Ya mau gimana lagi, pesona Zayyan tu udah sampe kemana mana, ingat gak waktu kita sosialisasi ke SMP SMP?" Anjani menambahkan, menurutnya memang sudah sewajarnya adik kelas itu bertingkah seperti itu.
Toh mereka juga udah terpesona sama Zayyan sejak Zayyan datang ke sekolah mereka untuk mensosialisasikan sekolahnya pada mereka.
"Palingan ntar nyesel!" Dhita melambaikan tangan sambil menghadap ke jendela.
Anjani terus mengemudikan mobilnya, saat ini mereka tiba di persimpangan yang dimana rumah Dhita dan Daffa seharusnya lempang tapi Anjani malah mengambil belokan ke kanan, seketika itu mengundang kecurigaan dari Daffa.
"Eh mau kemana kita ni? tadi katanya langsung pulang!" tanya Daffa dengan alis tertaut.
"Ya Ampun Daf! suudzon banget sih jadi orang, kita mau jemput Dina dulu lho!" Dhita menggelengkan kepalanya.
"Serius ni?" tanya Daffa memastikan, dia gak mau kejebak untuk yang kedua kalinya atau mungkin yang ketiga kalinya.
"Iya habis jemput Dina kita langsung balik kok! jadi tenang aja!" Anjani meyakinkan sambil senyum senyum sendiri.
Daffa tidak membalas sepatah katapun lagi, jadi Anjani terus mengemudikan mobilnya di arah yang tidak seharusnya menuju ke rumah Dhita itu.
Dalam beberapa menit mereka berhenti di salah satu rumah dan di depannya udah berdiri seseorang yang dikenalnya, Dina! barulah Daffa menghela napas lega karena mereka tidak sedang menipunya.
"Tumben kami gak perlu nunggu!" kata Anjani saat Dina masuk kedalam mobil, dia mengambil posisi di samping Daffa karena kursi depan sudah di isi oleh Dhita.
"Nanti kalau gue lambat lo pada marah marah, serba salah," Dina langsung cemberut, baru juga masuk kedalam mobil udah di ledekin aja.
"Udah udah, masak belum lagi nongki udah merengut gitu mukanya!" kata Dhita saat melihat wajah Dina dari spion dalam.
"Yaudah kita jalan dulu!"
*****
Zayyan baru saja sampai di rumah, dan ia langsung membersihkan tubuhnya di kamar mandi sebelum bersantai di dalam kamar.
Dikamarnya Zayyan tidak bisa tenang karena ia terus memikirkan apa sebenarnya yang terjadi antara dhita dan Gilang sampai mereka harus duduk berdua dikantin siang tadi.
"Apa Dhita juga udah punya perasaan sama Gilang ya?" gumam Zayyan sambil mencubit pangkal hidungnya, hal ini benar benar membuatnya sangat gelisah.
"Tapi kenapa gue yang gelisah gini ya?" seharusnya ini gak ada hubungan dengannya kan? kenapa dia yang gelisah gini?