Bisa bisanya kawan sendiri ngasih saran yang seperti itu, padahal dia tau sendiri gimana hubungannya dengan Zayyan.
Ya walaupun beberapa hari terakhir kemarin mereka sempat dekat bukan berarti hubungan ini harus tetap berlanjut kan?
"Justru karena gue temen lo gue ngasih saran ini buat lo! percaya deh ini tuh saran terbaik yang bisa lo pilih!" Anjani meyakinkan Dhita.
"Dari mana lo bisa yakin banget kayak gitu." Alis Dhita bertaut, jarang banget nih Anjani bisa ngomong dengan keyakinan penuh seperti ini.
"Pertama! kalau lo pacaran sama Zayyan lo punya alasan buat terus menolak pengakuan dari Gilang, yang kedua kalau lo akur dengan Zayyan udah pasti Gilang bakalan mundur!" jelas Anjani.
Dengan wajahnya yang semakin penasaran, Dhita kembali bertanya "kenapa Gilang harus mundur hanya karena liat gue sama Zayyan akur?"
"Gini ya Ta! kalau lo pacaran sama Zayyan tapi kalian masih berdebat setiap hari dan tiap saat, jangankan Gilang om om yang biasa bersih bersihin sekolah pun gak akan percaya kalau kalian pacaran."
Dhita tertegun setelah mendengar penjelasan itu, memahami kalau apa yang baru aja disampaikan Anjani memang ada benarnya.
Tapi permasalahannya sekarang, memangnya bisa kalau dia sama Zayyan akur?
"Udah deh percaya sama gue! lo harus akur sama Zayyan, emang sesulit apa sih akur dengan anak itu?" tanya Anjani penasaran, dia masih bingung kenapa mereka harus selalu berdebat saat keduanya saling bertemu.
Ketika keduanya sudah bertemu, tidak peduli dimana mereka bertemu dan tidak peduli apa yang sedang dibicarakan, mereka pasti akan selalu mendebatnya.
"Mau akur gimana? dia tu bawaannya kalau udah ketemu gue bawaannya jahil mulu, masak iya gue diem aja pas dia jahil jahilin gue!" Dhita memalingkan wajahnya.
Bisa dibilang ia pesimis dengan saran ini, bukannya tidak mau tapi rasanya hampir tidak mungkin jika dia tidak berdebat atau bertengkar dengan Zayyan ketika mereka bertemu.
"Kalau lo tanya gue gimana caranya biar kalian akur sih, ceritain aja semuanya sama Zayyan! gue rasa dia mau kok bantuin lo!" jawab Anjani dengan entengnya. Kayak gak ada beban gitu jawabnya padahal tau Zayyan sama Anjani itu udah kayak kucing dan tikus.
Seketika Dhita menolehkan kembali wajahnya ke arah Anjani dengan mata melotot ngeri, itu sangat mengerikan jika dilihat dari sudut pandang penglihatan Anjani.
'notif hp'
Untung aja pada saat bersamaan hp Dhita tiba tiba bergetar, jadinya perhatiannya teralihkan ke ponselnya dan gak jadi marahin Anjani.
Zayyan : Kita udah mau selesai nih, adik lo mungkin bentar lagi udah bisa pulang.
Dhita hanya membaca dari notifikasi, tidak membukanya langsung lewat aplikasi agar centang dua di percakapan Zayyan tidak berubah menjadi warna biru.
"Dari siapa?" tanya Anjani.
"Adik gue bentar lagi kelar seleksi," jawab Dhita tanpa memberi tahu siapa yang ngechat dia.
"Oh yaudah naik mobil gue aja jemputnya! sekalian kita jemput Dina lalu nyantai di rumah lo! gimana?" Anjani memberikan saran.
"Boleh juga tuh, dah yuk buruan!" seketika Dhita lupa dengan pembahasan yang membosankan sebelumnya.
Karena telah mendapat persetujuan, Anjani langsung bergegas untuk bersiap sementara Dhita langsung chat Dina agar dia juga bersiap.
Kalau nggak nanti repot kalau mereka mendadak jemputnya, bisa berjam jam nunggu Dina bersiap, lama banget!
Setelah itu Anjani dan Dhita kembali ke sekolah, dengan mengendarai mobil mini cooper milik Anjani tidak butuh lama bagi mereka untuk tiba di sekolah. Apalagi jaraknya juga tidak terlalu jauh.
"Tadi rame banget, kemana semua tu orang orangnya?" tanya Anjani.
Perasaan tadi pas gue jemput Dhita di lapangan rame banget orang deh kenapa sekarang malah sepi ya? pikirnya dalam hati.
"Mereka masuk dalam ruangan mungkin," sahut Dhita sambil membuka hpnya. Setelah itu ia mengetik pesan balasan untuk Zayyan.
"Gue udah di sekolah, berapa lama lagi kelarnya?" seketika centang 2 nya berwarna biru dan status Zayyan is typing terlihat di bawah nama kontak Zayyan.
Zayyan : Nih lagi ngumpul di ruangan, bentar lagi juga kelar, lagi ngumumin yang lulus seleksi.
Dhita : lagi pengumuman? adik gue gimana?
Begitu tau kalau diruangan sedang pengumuman Dhita penasaran apakah Daffa lulus seleksi apa tidak, tapi alih alih membalas pesan itu Zayyan memilih untuk menutup ponselnya.
'Dihh gak dibalas! padahal udah centang biru padahal, ngeselin banget sumpah!' Dhita mengumpat dalam hati.
Dia pikir karena chatnya langsung terbaca Zayyan juga akan langsung membalas chatnya, ternyata dia saja yang terlalu berharap. Ngeselin!
"Kalau gitu tunggu di situ aja deh, yuk!" ucap Anjani, yang mulai berjalan di depan Dhita karena sebelumnya Dhita terlalu fokus sama layar ponselnya.
"Ah, yaudah yuk!" Dhita tersentak dari pikirannya yang mengumpat Zayyan karena tidak membalas pesannya.
*****
Sementara itu Zayyan masih sibuk mengkoordinir nama nama mereka yang lulus dari seleksi yang sudah pak Rahian berikan.
Bukannya ia sengaja tidak membalas, tapi ia juga masih memiliki tugas yang harus ia selesalikan di sini. Ia juga gak tau kalau ternyata Dhita balas secepat itu.
"Ini nama namanya pak?" tanya Zayyan memastikan setelah membaca 20 nama yang sudah didaftarkan. Dan untungnya ada nama Daffa di sana!
"Iya, bapak kembali duluan ya masih ada urusan!" tugasnya untuk menyeleksi siswa baru yang ingin bergabung dengan ekskul silat sudah selesai, jadi sisanya bisa diurus oleh Zayyan dan yang lain.
"Baik pak! terima kasih"
"Hati hati pak!" jawab Zayyan dan beberapa juniornya.
Setelah pak Rahian keluar ruangan, Zayyan kembali mengambil kendali didalam ruangan itu. Kali ini ia bersikap lebih tegas karena akan ada kabar baik dan kabar buruk yang akan ia sampaikan pada adik adik kelasnya yang baru ini.
Kabar baik bagi mereka yang diterima oleh pak Rahian dan kabar buruk bagi mereka yang tidak di terima.
"Eh itu pelatih silatnya udah keluar, yuk yuk liat ngapain mereka di dalam," Anjani melihat pak Rahian keluar dari ruangan, jadi dia penasaran apa yang akan dilakukan senior senior silat itu saat gak ada pembimbing mereka.
Dhita ngikut aja, sejujurnya dia juga penasaran apa Daffa keterima di ekskul ini atau tidak.
Jadi mereka berdua mendekati pintu dan sialnya ada seorang junior yang tiba tiba buka pintu ruangan itu, jadi wajah mereka bisa dilihat dengan jelas oleh Zayyan dan rekan rekannya.
"Aduh! gimana dong?" Dhita menepuk pundak Anjani.
"Masuk aja gak apa apa!" Zayyan baru aja akan membacakan nama nama orang yang di pilih pak Rahian, tapi mereka berdua tiba tiba nongol.
Ditawari masuk oleh Zayyan wajah Dhita langsung berubah datar lagi, dan ia masuk dengan santai seolah tidak terjadi apa apa.
Ya walaupun sebenarnya memang gak ada apa apa tapi kan malu juga karena mereka ketahuan mau nguping barusan.
Sementara Anjani hanya mengikuti dari belakang.
Setelah mereka berdua masuk, Zayyan kembali fokus pada adik adik kelas itu.
"Oke sekarang kita fokus kembali, karena saya akan menyebutkan nama nama yang telah dipilih pak Rahian untuk masuk ke dalam ekskul ini!"