Setelah mendengar kalau Vira ternyata minta tolong untuk di anterin pulang Zayyan menggaruk pelan kepalanya, Dia bingung mau jawab apa.
"Biasanya lo bawa mobil Vir?" tanya Farrel. Hampir gak pernah dia liat Vira diantar saat pergi sekolah jadi wajar saja kalau dia terkejut saat mendengar Vira gak bawa kendaraan.
"Ya mobil gue lagi rusak jadi gue gak bawa mobil," jawab Vira dengan wajah sedihnya.
Zayyan semakin bingung mau jawab apa. Mau nolak tapi gak tega, tapi juga kalau dia anterin ni anak pasti besok dia bakal membesar besarkan cerita ini. Makanya dia males nganterin sebenarnya.
"Za, boleh kan?" tanya Vira sekali lagi, dan itu membuat Zayyan hampir pasrah.
"Iy--" Zayyan baru aja mau meng-iyakan, tapi tiba tiba Yuda nyeletuk dari belakang.
"Za! liat tuh Dhita ngapain di situ sendirian?" tanya Yuda yang gak sengaja liat Dhita di dekat pintu gerbang sekolah.
Mendengar itu Zayyan langsung refleks melihat ke arah yang ditunjuk, 'Ngapain tu anak sendirian di sana?' pikirnya ketika melihat Dhita berdiri di sana sendirian.
Setelah memikirkannya sesaat Zayyan langsung memiliki ide di kepalanya.
"Oh iya, gue hampir aja lupa! Dhita pulang sama gue hari ni, kalau gitu gue luan ya! Vir, lo minta antar sama mereka berdua aja oke!" Ucap Zayyan sembari meninggalkan mereka bertiga.
Wajah Vira langsung cemberut mendengar itu. Dan tanpa sadar ia mendumel kesal sambil pergi dari sana "Isss! ngeselin banget tu orang!" suaranya cukup keras hingga bisa di dengar jelas oleh Yuda dan Farrel.
"Lah? Vira, gak jadi di anterin nih?" tanya Farrel saat melihat Vira pergi dengan kesal.
"Gue bisa pulang sendiri," jawab Vira dengan kesal.
"Udah biarin aja Rel, kayak baru kenal Vira aja." Yuda yang udah tau kalau Vira Cuma modus sejak awal mencoba menjelaskan.
Sementara itu Zayyan terus melangkah ke dekat gerbang sekolah dan mendekati Dhita yang dari tadi berdiri sendirian di sana.
"Ngapain di sini?" tanya Zayyan saat ia telah berdiri di samping pacarnya itu.
Dhita yang tidak menyadari kehadiran Zayyan sedikit terkejut saat mendengar suara itu, "Apaan sih bikin kaget aja," jawabnya cemberut.
"Kebiasaan banget ya, gue nanya apa lo jawabnya apa." Zayyan menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis.
"Ngapain lo kesini?" Dhita bertanya balik. Padahal pertanyaan Zayyan belum dijawab.
"Pacar gue berdiri sendirian di panas panasan kayak gini, masak iya gue diem aja sih?" jawab Zayyan dengan sedikit tawa.
"Oh masih ingat kalau kita pacaran?" tanya Dhita dengan nada datar.
"Gue belum sepikun itu untuk ngelupain hal seperti itu," ucap Zayyan.
"Jawab dulu kenapa sih? lo ngapain di sini?" Zayyan kembali ke topik pembicaraan, dia masih penasaran kenapa ni cewek berdiri sendiri di sini dan belum pulang.
Dhita hanya diam tidak menjawab sepatah katapun.
Melihat itu Zayyan hanya bisa memuntahkan seteguk udara keruh sebelum bertanya sekali lagi, "Daffa mana? biasanya kalian pulang bareng."
Tapi lagi lagi Dhita hanya diam dan tidak menjawab apapun.
"Mis perfect--" kesal karena pertanyaannya gak direspon sama ni cewek Zayyan mulai mengeluarkan senjata utamanya.
Dan terbukti, baru aja Zayyan nyebutin julukan khusus buatannya untuk Dhita, dia langsung menjawab dengan kesal, " jangan panggil gue dengan julukan sampah lo itu!"
Wajahnya terlihat sangat kesal.
"Ya abisnya lo cuekin gue terus," jawab Zayyan dengan santai. Dhita pernah lebih marah dan menyeramkan dari ini jadi ia tidak terlalu memikirkannya.
"Emangnya harus banget gue ngejawab semua pertanyaan lo itu? harus banget?" Dhita mulai menekan suaranya.
Saat melihat Dhita bicara barusan, Zayyan merasakan sesuatu yang berbeda dalam intonasinya. Karena itu Zayyan mengerutkan kening sambil bertanya.
"Dhita tenang! lo kenapa sih? kita baru ini loh ngobrol tapi lo kok kayak marah banget sama gue?" meletakkan satu tangannya di pundak Dhita, Zayyan mencoba menenangkan gadis ini.
Dia dan Dhita belum mendebatkan apapun hari ini jadi dia gak merasa berbuat kesalahan, makanya ia mencoba menenangkan Dhita dan bertanya dengan serius.
"Huuft! gak, gue gak papa!" seketika Dhita merasa lebih tenang, dan langsung menjawab setelah membuang seteguk napas kotor.
Dia juga gak tau kenapa jadi emosi gini pas ngeliat Zayyan, padahal tu cowok belum ada buat onar hari ini. Mereka juga belum bertengkar dan berdebat jadi tidak ada alasan untuknya bersikap seperti ini sama Zayyan.
"Serius lo gak apa apa?" Zayan bertanya sekali lagi, tapi kali ini ia berdiri tepat di hadapan pacarnya itu sambil menatap dalam matanya.
"Isss Zayyan! gue gak apa apa kok! Sorry udah marah marah gak jelas sama lo!" Dhita tersipu malu pas Zayyan menatap matanya.
"Kalau ada sesuatu cerita sama gue, atau ada orang yang udah ganggu lo atau buat lo sedih? cerita sama gue biar gue yang urus semua."
Zayyan gak tau kenapa Dhita bersikap seperti itu barusan, tapi yang jelas ia hanya ingin menghibur Dhita sekarang agar suasana hatinya kembali lagi.
"Apa sih! gombalan basi tau gak!" Dhita tertawa pelan, rasanya lebih nyaman berinteraksi seperti ini dengan ni cowok dari pada marah marah gak jelas kayak tadi.
"Kan gue taruh di lemari es, jadinya gak basi dong!" Zayyan bercanda.
"Ngomong ngomong lo ngapain di sini?" tanya Zayyan sekali lagi.
"Nungguin jemputan, tadi mama sama Daffa udah pulang luan." Dhita menjawab dengan santai.
Karena penasaran dengan pekerjaan Zayyan diruang olahraga dia nyuruh Daffa pulang luan, makanya dia sekarang sendirian disini.
"Tumben banget, memangnya tadi lo ngapain?" tanya Zayyan penasaran.
"Emm, ada urusan lah pokoknya!" gak mungkin dong dia bilang karena tadi dia mau ke ruang olahraga buat ngeliat Zayyan.
"Oh yaudah lah pulang sama gue aja yok!" ajak Zayyan, daripada nungguin di sini panas panas mending pulang bareng dia.
"Ogah! kalau naik motor lo nanti lo kencang banget bawanya," jawab Dhita.
"Memangnya terakhir kali boncengan gue bawanya kencang? naik Vespa juga bisa ngebut kali!" Dhita mulai mengingat malam saat dia dan Zayyan jalan jalan abis makan malam sampai ia tertidur.
"Seriusan nih gak mau? di sini panas loh, liat tu pipi lo mulai merah gitu." zayyan mengajak sekali lagi.
"Nggak! gue takut!" masih aja ngotot si Dhita.
Mendengar pennolakan itu sekali lagi Zayyan mencubit pangkal hidungnya sambil berpikir, kemudian ia teringat sesuatu.
"Ohya jaket gue masih sama lo kan? gue mau ambil sekarang nih," baru teringat kalau jaketnya masih sama Dhita.
Dhita melebarkan matanya saat mendengar itu, "Yaudah nanti tunggu gue di rumah."
"Ntar gue telat datang ke sekolah, sekarang aja yok ambilnya!" Zayyan yakin dengan begini Dhita gak akan menolak tawarannya.
"Resek banget sih lo! yaudah ayok! tapi awas ya kalau lo kebut kebutan!" Dhita akhirnya luluh juga.