Setelah drama singkat yang terjadi antara dirinya dan Zayyan, Dhita menutup acara itu dengan meriah meskipun ia masih sedikit tidak fokus karena kejadian itu.
Setelah menginstruksikan siswa baru kelas 1 untuk masuk kedalam kelas yang telah ditentukan setelah jam istirahat, Dhita turun dari podium sambil menyeka keringat di kening.
"Demi apa Ta? demi apa coba serang Zayyan Daviandra Arjuna resmi berpacaran dengan Anindhita Fazila?" salah satu sahabat dekat Dhita dan Dina langsung menghampiri Dhita yang turun dari podium dengan pasrah.
"Apaan sih An, udahlah gue cape tau gak?" tanpa repot merespon dengan semangat, Dhita hanya melewati sahabatnya dan pergi menuju salah satu meja di sisi samping aula.
"Tapi gimana ceritanya Ta? jelasin dong detailnya sama gue!" Dhita hanya bisa menghembuskan napas panjang sampai pipinya menggembung menampung napasnya.
"Din, dia kenapa sih?" karena tidak mendapatkan respon yang baik dari Dhita, sahabatnya berpaling pada Dina yang duduk termenung di anak tangga podium dengan kepala yang disanggah oleh tangan kanannya.
"....." Dina.
Dina tidak menjawab, hanya ada tatapan lesu dari wajahnya yang melihat ke arah Anjani, sahabat mereka yang sedari tadi bertanya ini.
"Dhita, mau kemana woi? tungguin" terkejut melihat Dhita yang keluar bahkan tanpa bicara sepatah katapun, Anjani langsung menarik tangan Dina dengan paksa dan membawanya keluar aula.
"Kalian berdua kenapa sih? tadi itu kata orang-orang lo baru jadian sama Zayyan, apa karena itu?" Anjani mulai merasa kalau sikap acuh ini pasti ada hubungannya dengan gosip yang baru aja ia dengar sebelum masuk aula.
"Dhita, lo gak mau jawab pertanyaan gue?" lelah di acuhkan saja bahkan sampek mereka berjalan ke depan kelas, Anjani menghalangi jalan Dhita dan memasang wajah memelas kayak meong minta makan.
"Anjani apa sih mau lo, coba ya kalau tadi yang ada di dalam aula elo bukan si lemot ini pasti gue gak bakal jadian sama manusia aneh itu" masih terngiang kata kata aneh yang dikeluarkan Zayyan di telinganya.
"Ya gue minta maaf, tapi masak Cuma gara-gara gak ada gue lo jadi pacaran sama Zayyan sih, emangnya apa yang sebenarnya terjadi?" Anjani masih merasa bingung dengan kejadian yang sebenarnya.
"Tau! tanya aja noh sama fans beratnya Zayyan!" mengambil kursinya, Dhita duduk dengan kesal sambil meletakkan tangannya di meja.
"Dih apaan sih Ta, siapa bilang gue ngefans sama dia?" Dina yang dari tadi diam buka suara karena merasa tercemar akan klaim Dhita barusan.
"Udah Din, jangan di ladenin dia lagi kesel banget tu!" Dhita masih tidak henti-hentinya menghela napas untuk membuat pikirannya menjadi tenang kembali.
"Mending lo jelasin sama gue yang terjadi barusan di aula sampe ada gosip nyebar kalau Dhita sama si Zayyan itu jadian." Bahkan sebelum ia masuk kedalam aula ia udah dengar isu panas ini dari orang yang lalu lalang di sekitar aula.
Ia cukup mengenal Dhita dan tentunya masalah yang akan selalu timbul jika ada interaksi antara Dhita dan Zayyan, makanya ia penasaran kenapa isu yang keluar diantara siswa malah keromantisan mereka berdua.
"Kalau gue ceritain nanti lo jadi marah banget sama gue, gak mau!" Dina yang duduk di belakang Dhita menenggelamkan wajahnya di tas yang didekapnya.
"Gue janji gak marah deh, udah ah kayak anak kecil tau gak?" Anjani hanya bisa memutar bola matanya melihat kekanak-kanakan Dina.
"Janji?" Dina mengangkat kelingkingnya ke atas sementara wajahnya masih menunduk rapat ke tas yang berada di atas meja.
"Iya udah cepetan cerita, gue lapar ni mau ke kantin!" menyilangkan kelingkingnya dengan kelingking Dina, Anjani menuntut.
"Kayak gini ceritanya..."
"....." Dhita hanya mendengar dari samping, padahal itu baru aja kejadian tapi ia masih kesal saat mendengar cerita ulangnya.
"Sumpah demi kenakalannya Zayyan yang gak ketolong itu, lo emang parah banget sih Din!" bahkan Anjani merasa kesal mendengar cerita itu.
Bagaimana tidak, salah satu penyebab terbesar dari fenomena ini ternyata adalah sahabat mereka sendiri. Anjani kehabisan kata-kata.
"Ya maaf, gue kan gak tau awalnya kalau cowok keren itu ternyata dia." Dina cemberut dengan wajah memelas, karena ia memang merasa sedikit bersalah di sini.
"Terus, lo beneran nembak dia di podium Ta?" ada yang mengganjal dari kisah yang di ceritain Dina, jadi daripada salah paham nantinya mending minta klarifikasi langsung sama orangnya.
"Menurut lo? gue bersedia gitu nembak dia? sembunyi sembunyi aja gue ogah apalagi di depan umum coba? mana diliatin satu sekolah lagi." Dhita bicara dengan kesal, tangannya memukuli meja beberapa kali.
Mengingat Zayyan yang dengan seenaknya aja menjawab diluar konteks yang ia katakan saat itu apalagi mengulurkan tangan dan menggenggam tangannya, membuatnya ingin membuat Dhita ingin sekali mematahkan tangan cowok itu.
"Loh? jadi lo gak nembak dia Ta? terus kenapa bisa sebegitunya?" Dina menegakkan punggungnya, ia terkejut mendengar klarifikasi Dhita.
"Sebegitunya apanya? Romantis maksud lo? lebay banget jadi orang. Dia aja tu yang tiba-tiba jawab bersedia dengan muka palsunya itu." Dhita memutar jengah bola matanya.
"Gue kira lo beneran pasrah dan mau nembak dia, resek bener ya tu orang." Dina dengan polosnya bergumam kesal.
"Jadi sekarang lo mau gimana Ta? seriusan mau berhubungan sama dia? jadi pacar pula." Anjani bicara dengan perasaan percaya tidak percaya.
"Kalau gue putusin sekarang mau taro dimana muka gue?" Dhita menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya yang mulus nan indah itu.
"Hm, udah deh gak usah di pikirin dulu, capek tau gak!" dengan helaan napas, Dhita melanjutkan kalimatnya. Dia udah stres banget mikirin tragedi gak berdarah ini, sakitnya gak seberapa tapi malunya ini sampe ke tulang, sampe ke DNA pun kalau perlu.
"Yaudah, kantin yuk! gue lapar banget ni." Anjani mencoba mencairkan suasana, berhubung Dhita lagi males bahas ini. Ya walaupun dia masih kepo sih.
"Iya sama, gue juga laper ni," sahut Dina dari belakang, sebenarnya ia udah laper dari aula tadi, tapi ga berani ajak Dhita karena takut di marah. Dhita kalau udah bad mood ga bisa di lawan.
"Udahlah Ta, ayok!" Anjani menarik tangan Dhita agar ia berdiri.
Dengan malas Dhita mengikuti dua temannya berjalan ke kantin dari belakang, pikirannya udah kosong jadi males aja rasanya ngelakuin apapun.
"Eh, Farrel. Mau balik kelas lo? cepet banget baru juga jam istirahat!" sapa Anjani pada teman sekelas mereka, cowok bernama Farrel.
"Cuma mau balik ke kelas bentar kok," jawab Farrel dengan ramah sambil berjalan melewati Dina dan Anjani, baru setelah itu ia melihat kalau ternyata ada Dhita di belakang mereka, dan ia langsung berbalik kembali berjalan ke kantin.