"Siapa? Zayyan? siapa dia kok sampek beliin kakakmu makanan? di bungkus lagi!" dari namanya sih kayaknya cowoknya, tapi yaudah berharap aja dulu. Pikir sang ibu karena sangat ingin anaknya punya pacar.
"Bicara satu kata lagi, kelar idup lo Daf!" bola mata Dhita hampir keluar saat melototi adiknya yang baru saja ingin menjawab pertanyaan mama.
"Kok diem sih, mama nanya ni jangan di cuekin dong!" mama mulai sibuk dengan panci untuk memanaskan kembali bakso itu, sebuah kebetulan yang tidak diduga anaknya bawa pulang bakso dikala ia mengidam idamkannya.
"Temen ma, itu pesanan aku kok," Dhita mengambil alih jawaban, kalau Daffa yang jawab bisa kelar idupnya karena mama pasti minta tu orang buat datang ke rumah.
Sebegitu pengennya mama ngeliat Dhita punya pacar.
"Oh, kirain siapa tadi, kamu kan ga pernah bawa makanan sekolah pulang kerumah." Ada sedikit jeda sebelum mama menjawab sambil membawa mangkuk bakso itu ke meja makan.
"Udah ah, aku mau makan!" Dhita memotong bagian dari irisan daging di piringnya sebelum ia suapkan bersamaan dengan nasi.
"Kamu gak mau baksonya? mama gak abis lo ini makan sendiri," tanya mama pada sang putri, dia udah makan setengah porsi tadi gak mungkin dong ngabisin bakso 1 mangkok lagi.
"Buat mama aja semua, aku makan ini aja," jawab Dhita pelan, mamanya gak tau kalau bakso itu udah ngerusak mood anaknya padahal ga punya salah apa apa tu bakso.
***
Tin, Tin!
Alarm dengan bentuk robot terus bergetar diatas meja minimalis berwarna putih dengan alas berwarna abu-abu, menunjukkan pukul 7 pagi dengan cahaya mentari yang menyingsing.
Namun Zayyan tak kunjung bangun dari tidurnya sampai Bundanya menggedor paksa pintu kamarnya, "Zayyan! bangun hey udah jam 7 pagi, memangnya gak sekolah?" teriak Bunda sambil menggedor.
"Hah?"
"jam 7 pagi?"
"Sialan, bisa telat gue!"
"Iya ma ini mau siap-siap bentar, terus langsung berangkat sekolah!" napasnya sedikit tersengal-sengal karena baru bangun tidur. Dan betapa terkejutnya dia ketika tau kalau hari sudah sesiang ini.
Dengan cepat dan buru-buru Zayyan menarik handuk dari sangkutan dan langsung bergegas kekamar mandi, 3 menit kemudian ia keluar dengan setelan handuk yang sudah di lilitkan di pinggangnya, agak cepat memang mandinya pria tampan satu ini.
"Oke, masih ada 25 menit lagi sebelum masuk, harusnya gak telat lah ya?" menghitung jam yang terus berdetak di dinding kamarnya.
Zayyan membuat prediksi setelah memakai 2 menit untuk memakai seragam.
Biasanya sekolahan nutup pagar jam 7.30 tepat di jam perrtama mulai, jadi seharusnya ia bisa tiba sebelum itu, kan dia naik motor sport bisa ngebut dikit, ya kecuali kalau dia kejebak macet.
Jarak dari rumah ke sekolah tidak terlalu jauh, hanya 7 menit jika ia jalan dengan santai dan kalau ia sedang ingin ngebut sambil pamer suara knalpot biasanya 5 menit udah nyampe sekolah dengan selamat.
Urgentnya udah gak tau bilang, sampek dorong motor keluar dari parkiran rumah aja hampir sempoyongan sebelum akhirnya ia bisa naik dan pergi dengan tenang.
Padahal masih 25 menit lagi, ya masih bisa tenang kan?
Jalan yang ia lewati menuju ke sekolah cukup mulus, setidaknya di kawasan kompleks perumahannya.
Tapi begitu ia tiba di jalan raya, rasanya seperti ada benda tajam sedang menusuk bagian dada kirinya dengan perlahan-lahan.
Semuanya disebabkan kemacetan yang cukup parah di beberapa lokasi, bahkan dengan motor ia masih membutuhkan cukup banyak waktu untuk keluar dari kemacetan, dan itu terjadi berkali-kali.
Mau nangis aja rasanya tapi malu dengan muka gantengnya, malu juga sama tunggangannya, iya kali orang ganteng kayak dia nagnis di atas motor sport.
Dari rumah udah memperhitungkan kalau ia akan sampek sepuluh menit sebelum masuk kelas, tapi tuhan berkehendak lain dengan mendatangkan macet di tengah jalan raya yang sedang ia lalui, jadiin alasan bagus kali ya?
Akhirnya setelah segala perjuangan, ia bisa tiba di sekolah tepat waktu!
Atau lebih tepatnya 2 menit setelah waktu yang tepat.
Dan pagar sudah di tutup rapat!
"Ga boleh masuk ni? guru kan belum mulai ngajar kali pak," di balik pagar ada pak Yayan, satpam sekolah yang sok disiplin, padahal sering tidur pas lagi sepi.
"Sekali saya katakan tidak, ya tidak! mengerti?" wajahnya sebenarnya lucu, tapi Zayyan pura-pura takut aja biar dia bangga, terus kasian dan mau bukain pintu buat dia dan beberapa teman yang lain.
Ya! dia gak telat sendirian.
"Ya saya ngerti pak, tapi kan kasian ni temen temen saya udah usaha buat datang ke sekolah walaupun terlambat, tapi masih aja tetap ketinggalan jam pertama. Emang bapak gak kasian?" Zayyan mencoba menggoyahkan iman Pak Yayan.
Teman temannya yang lainpun memberikan suport dalam bentuk wajah memelas, mereka mendalami peran yang mendadak diberikan oleh Zayyan.
"Ya, ya itu bukan urusan saya, kan telat!" alis Pak Yayan tertaut melihat itu, keyakinannya untuk menahan pintu pagar mulai goyah, tapi belum berantakan.
"Pak! ni ya saya kasi tau. Orang yang mencegah orang lain buat menuntut ilmu itu dosanya besar pak, kalo gak salah denger ni ya, bisa di jepit sama buku buku pas di akhirat" menyandarkan bahunya di pagar besi yang tertutup rapat, Zayyan mulai menyerang pikiran.
"Tau dari mana kamu, jangan ngarang!" hati Pak Yayan mulai gelisah, tampak dari lirikannya yang mulai liar dan kelopak matanya yang tak henti berkedip.
"Ya terserah bapak, intinya tu sampaikan walau hanya satu ayat Pak, saya gak maksa bapak baut percaya kok!" nah kalau yang ini saya sering dengar.
Apa jangan jangan kata kata sebelumnya juga beneran ya? Pak Yayan pusing mikirin itu, gundah sudah hati kecilnya.
"Kalau gitu kami pulang aja ya pak? mau buka buku dirumah, kan sayang kalau berdiri di sini tapi di anggurin," ini serangan terakhir, dan biasanya selalu berhasil.
Kreek!
Suara decitan dari engsel besi berkarat mulai menggema dihalaman depan sekolah, pagar sekolah akhirnya terbuka lebar.
Teman temannya yang kebanyakan adalah adik kelas itu benar benar tidak percaya dengan apa yang baru saja di lakukan Zayyan.
Berarti benar gosip yang beredar di sekolah tentang pesonanya saat bicara dengan orang lain, bukan Cuma omong kosong tu buktinya Pak Yayan luluh.
"Makasih pak! nah di liat dari dekat gini kan keliatan jelas ketampanan seorang Pak Yayan." Mereka belum di posisi aman, jadi ia masih harus memabukkan Pak Yayan.
"Udah masuk sana, jangan ganggu pekerjaan saya!" Pak Yayan pura pura cuek, padahal kesemsem karena ada siswi yang menganggukkan kalimat barusan.
"Siapa yang suru kalian masuk!" suara menyeramkan tiba-tiba menyambar.