Chereads / 困在積蓄中 / Chapter 10 - Bab 10. Perselingkuhan Atau Salah Paham

Chapter 10 - Bab 10. Perselingkuhan Atau Salah Paham

-Terjebak Menjadi Simpanan-

Rian Prayoga …

Sosok bos pemilik restoran ayam tempatnya bekerja. Berasal dari keluarga misterius karna tidak ada yang mengetahuinya. Laki-laki itu begitu tersembunyi, dingin dan cuek.

Banyak rumor yang beredar dari kalangan pelayan lain. Namun pada akhirnya tidak ada satupun yang terbukti dan menghilang ditelan waktu begitu saja.

Kirana tidak mengetahui banyak tentang sosok Rian. Selain yang terlihat di permukaan. Kulit dan tubuhnya terlalu bagus untuk seorang yang hanya bekerja sebagai seorang pemilik restoran ayam kecil di pinggir jalan.

Rambut coklat gelapnya selalu rapi, meski hanya mengenakan kemeja putih dan celana Panjang.

Auranya juga nyaris mirip dengan orang-orang kaya yang memiliki kedudukan dan harta, juga dukungan di belakang punggungnya.

Namun tetap saja, tidak ada satupun karyawan yang bisa memecahkan misteri itu. Termasuk Kirana. Ia bekerja di restoran ini hanya karena bantuan kakaknya, Nina.

Kirana juga tidak tahu kenapa kakaknya itu bisa mengenal dan akrab dengan sosok Rian Prayoga.

"Kenapa aku harus memarahimu?"

Degh …

Kirana kembali mendongak, alisnya mengerut dengan mata berkedip.

Suara sang bos lagi-lagi membuat lamunannya berhenti.

Kirana berdehem pelan. Tidak munafik jika ia sedikit takut dengan sang bos.

Famor yang tersebar begitu nyata. Nyaris semua pelayan mengatakan jika bos mereka itu tampan namun sayang sangat galak dan perfeksionis.

Kirana meneguk ludahnya dengan susah payah. Berharap suaranya bisa muncul ke permukaan dengan baik.

"Err .. itu bos memanggil saja. Bos mau memarahi saya tentang kemarin bukan?"

"Kemaren?"

Si bos terlihat memikirkan sesuatu. "Ah, tentang kau izin sakit?" serunya.

Laki-laki itu bangkit dari tempat duduknya. Meletakkan beberapa kertas yang menumpuk, sebelum melangkah menyuruh Kirana duduk di salah satu kursi tua di depan mejanya.

Sementara ia sendiri mengambil sebuah kotak sedang dan membawanya mendekat.

"I-iya bos."

Si bos mengangkat sebelah alisnya. "Bukannya kau sudah minta izin? Kenapa aku harus marah."

"Eh?"

Kirana mengedip-kedipkan matanya beberapa kali. Jujur saja ia sedikit linglung setengah takut sampai tidak terlalu memperhatikan pembicaraan ini.

Si bos menghela pelan dan duduk kembali ke kurisnya. "Kemarin Nina mengatakan jika kau sakit, dia meminta izin untukmu."

"Ah.."

Kirana langsung mengangguk paham. Sebelumnya ia berpikir jika kakaknya itu menitipkan izinnya pada salah satu pelayan di sini. Ia tidak menyangka jika kakaknya itu langsung meminta izin pada sang bos.

"Aku cukup terkejut melihatmu datang hari ini. Kupikir kau masih sakit," serunya.

Kirana mengling. "Saya sudah sembuh bos. Err … itu hanya demam biasa."

Kirana berusaha keras agar ia tidak kelepasan mengatakan jika itu adalah ulahnya sendiri yang hujan-hujanan menunggu taksi online.

"Baguslah, setidaknya Kakakmu tidak terlalu khawatir." Si bos berseru. "Bawa ini sekalian."

Laki-laki itu memberikan kotak sedang yang tadi ia ambil. Kirana mengamatinya beberapa saat. Ekspresi bingung jelas tercetak di sana.

"Itu obat herbal dan beberapa botol madu untuk stamina. Aku lupa memberikannya pada Nina kemarin. Ambil saja, bagi dengan kakakmu juga."

Kirana mengangguk pelan. Wanita itu melihat sekilas kotaknya. Bibirnya tersenyum canggung dengan jantung berdetak kencang.

Kotak yang ia bawa adalah paket khusus dari salah satu toko obat herbal terkemuka di negara ini. Hanya orang-orang kelas atas yang bisa memesannya.

Bagaimana bisa bosnya itu memesannya, dan yang lebih tidak mungkin lagi memberikannya dengan cuma-cuma.

'Apa si bos dan kakaknya sangat dekat sampai melakukan hal sejauh ini?'

"Err … terimakasih bos. Ada lagi yang ingin bos sampaikan?"

"Tidak, itu saja. Kau bisa kembali bekerja," jawabnya datar.

****

Kirana kembali ke pekerjaannya setelah meletakkan barang pemberian si bos.

Pikirannya masih tidak sinkron ketika mengingat hal aneh yang terjadi. Sekilas pertemuan mereka, si bos yang dikatakan pemarah itu sama sekali tidak terlihat demikian.

Memang sikapnya dingin tapi tidak angkuh seperti yang dirumorkan.

"Bagaimana tadi? Apa ceramahnya tidak sampai satu lembar kertas, kok cepat keluarnya?"

Kirana terkejut. Wanita itu menoleh pada sosok Nita yang sudah berada di sampingnya.

"Aku tidak dimarahi kok." Kirana berseru. Wanita itu menunjuk barang yang ia simpan di lokernya. "Si bos hanya menanyakan apa aku masih sakit dan memberikan itu."

Nita mengerutkan dahinya. Menatap diam ke loker Kirana beberapa saat sebelum wanita itu mengangguk paham.

"Baguslah, sepertinya si bos tidak semenakutkan yang kita pikirkan."

Kirana tersenyum canggung. Nita juga satu-satunya tidak terlalu berpikir jika bos mereka itu seperti yang dirumorkan, meski mereka masih menakutkan di beberapa kesempatan.

"Si bos memberikanmu barang bagus?"

"Yah, sangat tidak mungkin kan. Toh bos kita bukan orang kalangan atas." Kirana menimpali.

Nita hanya mengangkat bahunya tidak peduli. "Bukan urusan kita kan dia orang berada atau sekedar pemilik restoran ayam. Yang penting kita dapat gaji tepat waktu."

Kirana mengangguk setuju.

'Toh bukan urusan mereka.'

"Ah, kembali lagi ke pembicaraan kita tentang pacarmu tadi."

Kirana langsung menegang. Ucapan Nita kembali mengingatkan tentang rasa penasarannya ketika sang sahabat itu mengungkit dan bertanya perihal Rafael sebelum ia dipanggil si bos tadi.

"Ah, benar. Ada apa dengan pacarku?"

Nita menghela napas Panjang beberapa saat. Tubuhnya sedikit condong, berusaha berbisik. Atau setidaknya agar suaranya tidak sampai di dengar oleh orang lain.

"Saat siang tadi. Ketika aku keluar untuk mengantarkan pesanan, aku melihat pacarmu sedang bergandengan tangan dengan wanita lain di Mall."

Degh …

Kirana terdiam. Wanita itu tidak langsung menjawab. Pikirannya langsung terombang ambing namun tetap tenang di luar.

"Jangan marah dulu. Aku cuma ingin memastikan. Mendengar darimu jika Rafael tidak memiliki seseorang yang dekat dari keluarganya, aku merasa dia sedang berselingkuh darimu."

Kirana menggigit bibirnya. Dahinya masih berkerut. Wanita itu belum bisa membuka suaranya, meskipun ribuan kata sudah terangkai di ujung lidahnya.

"Coba kau bicara baik-baik dengan pacarmu. Soalnya wanita yang dia gandeng itu bukan wanita sembarangan. Aku mengenalnya walau sekilas. Dia putri tunggal pemilik Diamond Hospital."

Kirana melototkan matanya. "Maksudmu, Rafael benar-benar berselingkuh?"

"Aku tidak tau. Makanya kau pastikan. Aku hanya tidak ingin kau terluka, ditambah lagi dalam hubungan kalian berdua terdapat jurang yang begitu dalam, kalian tidak berada dalam posisi yang sama."

Kirana langsung mengerti. Dia bukan orang bodoh di beberapa saat. Pertemuan dengan kedua orang tua Rafael beberapa hari yang lalu sudah membuka matanya jika hubungannya masih rawan hancur hanya karena kedudukan mereka tidak setara.

Kirana menghela nafas Panjang. Wanita itu mulai berpikir yang tidak-tidak.

"Hubungi pacarmu. Jika yang kulihat tadi benar, maka mereka masih di tempat yang sama kali ini." Nita menyarankan.

To be continued....