Chereads / 困在積蓄中 / Chapter 16 - Bab 16.Penyelidikan

Chapter 16 - Bab 16.Penyelidikan

-Terjebak Menjadi Simpanan-

Mobil hitam milik Mahesa berhenti tepat di depan bangunan besar dengan warna putih dan emas yang lebih mendominasi.

Mansionnya ….

"Sudah ada kabar dari pengawalku?" Mahesa bertanya pada sekretarisnya.

"Belum tuan, mungkin masih dalam perjalanan."

Mahesa mengangguk paham, mengingat jarak dari bar ke kediamannya jauh lebih dekat dibandingkan ke apartemen Rian yang terletak di tempat yang tidak strategis.

Beberapa pelayan yang menyambut di depan menundukkan kepalanya. Di mansion besar ini memang banyak pelayan yang memiliki tugas-tugasnya sendiri, mengingat ukurannya yang begitu besar.

Mansion ini bukan mansion dimana kedua orang tuanya tinggal. Jauh lebih bisa dikatakan, tempat ini adalah tempat pribadinya. Bahkan istrinya, Monica juga tidak diperkenankan untuk menginjakkan kaki di tempat ini.

Hanya jika bersama orangtuanya, dan itu pun bisa dihitung dengan jari.

Mansion ini benar-benar wilayah kekuasaan seorang Mahesa tanpa campur tangan orang tuanya dan juga keluarga besar Danaswara Grub.

"Tuan, tadi Nyonya Monica datang mencari anda."

Kepala pelayan memberitahu dengan nada pelan, untuk memberikan kesopanan-nya.

Mahesa menghentikan langkahnya. Laki-laki itu berbalik, "Bagaimana bisa kalian membiarkannya masuk."

"Maaf tuan. Tapi Nyonya memaksa dan mengancam kami." Kepala pelayan itu menundukkan kepalanya.

"Kalian takut ancamannya," Mahesa berseru tegas. Nada suaranya sedikit tertahan. "Kau pikir siapa yang mempekerjakan kalian. Aku atau wanita yang kalian takuti itu."

"M-maafkan saya Tuan."

Mahesa mendengus pelan."Kau tidak mengatakannya, Roy."

Sekretaris berkacamata itu mendongak. Ia mendekat ketika mendengar panggilan dari tuannya.

"Maafkan saya Tuan. Tadi saya berniat mengatakannya pada anda. Hanya saja Nyonya tidak tinggal dalam waktu lama, dia pergi setelah memastikan anda tidak di Mansion."

Mahesa terdiam beberapa saat. Laki-laki itu masih memperlihatkan raut datar seperti biasa, hanya saja aura yang dipancarkannya terlihat berbeda. Seolah kemarahan tersulut dari sana.

"Perhatikan lebih serius lagi, seperti apa peraturan yang sudah ku sampaikan. Jika terjadi hal seperti ini kalian harus angkat kaki dari mansionku, dan juga ucapkan selamat tinggal pada kehidupan aman kalian."

Degh ….

Bagi pelayan dan bawahan Mahesa, jelas mengetahui apa arti ucapan itu. Tidak ada gurauan ataupun sebuah permainan. Itu adalah sebuah ancaman yang tidak akan main-main.

"B-baik tuan muda. Saya akan lebih mengingatnya lagi."

Mahesa melewatinya begitu saja. Diiringi oleh sekretarisnya tanpa pengawal. Tidak ada yang membuka suara ketika keduanya menaiki undakan tangga lebar yang melingkar di dekat dinding besar.

Suasana berubah menjadi sunyi dan sedikit menegangkan. Hanya terdengar detakan bunyi sepatu yang bergema di lantai marmer dan helaan napas samar dari keduanya.

Lantai atas jarang dilewati oleh para pelayan. Apalagi ketika majikan mereka berada di mansion ini. Mahesa tidak suka orang asing memasuki tempatnya.

Bahkan para pengawal Mahesa tidak akan berani kemari jika tidak dipanggil terlebih dahulu oleh sang majikan.

"Kau, laporkan tentang Rian jika pengawal yang kau kirim sudah menghubungimu."

Mahesa berhenti disebuah pintu putih yang kokoh. Manik hitam itu tidak menatap sekretarisnya ketika mengatakan.

"Saya mengerti, Tuan."

Setelah mengatakan itu, sekretarisnya Roy langsung pamit undur diri. Membiarkan sosok Mahesa berdiri dengan pandangan yang sulit diartikan ketika menatap pintu putih itu.

Detik berlalu dengan cepat. Mahesa yang sedari tadi hanya terdiam kina ia mengulurkan tangannya. Membuka handle pintu di depannya.

Laki-laki itu menghela nafas panjang. Ia menyalakan lampu kecil, membuat suasana yang semula gelap kini menjadi sedikit terang.

Tidak ada satupun yang aneh dari ruangan itu. Dilihat dari manapun hanya sebuah ruang kerja, yang lengkap dengan meja kerjanya. Beberapa rak buku yang menjulang. Juga beberapa potret dan lukisan yang menghiasi dinding-dindingnya.

"Tidak ada yang berubah."

Mahesa bergumam pelan pada dirinya sendiri. Laki-laki itu melangkah ke arah sofa hitam di tengah ruangan. Berdiri menatap lukisan gunung yang dipenuhi dengan hutan pinus dan matahari senja.

Mahesa memejamkan matanya. Membiarkan pikirannya liar, melayang-layang tanpa arah.

'Kau akan mengerti jika suatu saat kau mencintai seseorang. Namun kau tidak akan bisa bersamanya. Itulah rasa sakit yang aku rasakan, Mahesa.'

Degh ….

Mahesa membuka matanya. Perkataan Rian tadi kembali melintas di dalam pikirannya. Berdengung, seolah begitu dekat dengan telinganya.

Nafasnya mendadak terdendak, terasa sakit ketika degupan jantungnya meningkat tiba-tiba.

Mahesa menekan dadanya. "Jangan lagi," serunya pelan. Laki-laki itu mengusap wajahnya dengan kasar. Menekan pelipisnya beberapa saat sebelum ia duduk di atas sofa.

Manik hitam itu mendongak, menatap kembali lukisan di hadapannya. Lukisan penuh arti di masa lalu. Kisah pedih yang ingin ia kubur bersama dendam dan rasa kecewanya.

Mahesa mencekam pinggiran tempat duduknya. Membiarkan kemarahannya tersalurkan ketika kembali mengingat lukisan dan masa lalunya. Sampai ketukan di pintu depan membuat semuanya kembali.

Mahesa menghela napas panjang, membiarkan emosinya kembali dingin sebelum mempersilahkan orang itu masuk.

"Tuan."Roy, sekretarisnya menunduk hormat ketika membuka pintu.

Mahesa berdehem pelan. "Kau sudah memiliki laporannya?" Tanyanya.

Roy mengangguk. Laki-laki itu menghampiri tuannya. "Tuan Rian baik-baik saja, ia sudah tertidur di apartemennya. Lalu, saya menemukan ini." Roy memberikan sebuah amplop besar berwarna coklat.

"Kami menemukannya di ruang kerja tuan Rian," lanjutnya.

Mahesa mengerutkan alisnya. "Apa ini?"

"Sebuah informasi dan beberapa foto."

Mahesa belum mengerti apa yang dikatakan oleh sekretarisnya. Laki-laki itu membuka bungkusan yang berisi lembaran data diri seseorang dan juga beberapa foto laki-laki yang sangat dikenalnya.

Mahesa mendongak, "Apa ini?"

"Sepertinya tuan Rian menyewa detektif swasta untuk menyelidiki tentang tuan muda Rafael." Roy menjelaskan.

"Apa?" Mahesa bertanya setengah tidak yakin. Namun, tetap saja semuanya lembaran data dan foto itu adalah milik adik iparnya, Rafael Atmaja.

Mahesa masih dalam kebingungannya sendiri. Laki-laki itu mengangkat alisnya setengah berpikir.

"Tapi untuk apa?"

Mahesa tidak tau apa ada hal yang melibatkan adik iparnya itu dengan sahabatnya. Sejak dulu Rian tidak terlalu peduli dengan apapun, ia tidak pernah menyelidiki sesuatu seperti yang tengah dilakukannya saat ini.

'Kecuali jika menyangkut dengan wanita itu.'

'Bunga mawar yang terkurung di rumah kaca.'

Mahesa menggeram pelan. Ia kembali mendongak, menatap sekretarisnya lagi.

Tidak ada apapun yang keluar dari bibirnya. Mahesa hanya berpikir lebih keras lagi untuk menemukan kaitan antara Rafael, Rian dan juga wanita itu.

"Tuan, saya kurang tau. Hanya saja beberapa saat yang lalu saya mendapatkan kabar jika tuan muda Rafael memiliki hubungan dekat dengan putri bungsu pemilik Diamond Hospital," Roy menjelaskan.

Mahesa masih terdiam, Alisnya terangkat berpikir keras, Diamond Hospital dan keluarga Atmaja. Kaitan di antara keduanya jelas hubungan yang baru-baru mencuat.

"Sepertinya aku mengerti kenapa Rian menyelidikinya," Mahesa bergumam. Laki-laki itu ingat beberapa hari yang lalu istrinya, Monica memaksanya untuk berkunjung ke keluarga besar wanita itu.

Mahesa menghela pelan. "Selidiki lagi. Bisa saja kesimpulanku salah. Rian bukan orang yang peduli dengan hal seperti perjodohan dan lainnya."

To be continued....