-Terjebak Menjadi Simpanan-
"Kenapa? Kau ragu?"
Kirana langsung mengeling. Wanita itu menggigit bibirnya beberapa kali sebelum ia menghela nafas panjang.
Kirana mengambil ponselnya yang ada di dalam loker. Ia mengotak-atik, mencari nomor sang kekasih.
Ada jeda beberapa lama sebelum suara yang tidak asing lagi muncul di telinganya.
"Rafael.." serunya. Sesekali menatap Nita yang menunggu sambil mengamati.
"Ya, kenapa Kirana?"
Suara Rafael terdengar tidak begitu jelas dalam beberapa saat.
"Kau ada di mana?"
Degh …
Kirana memejamkan matanya setelah bertanya. Wanita itu merasa takut jika yang dikatakan sang sahabat benar adanya.
"Kenapa bertanya?"
"Tidak. A-Aku hanya ingin tau saja saat ini kau sedang apa."
Suasana berubah hening. Rafael tidak langsung menjawab pertanyaannya. Ada jeda Panjang, rupanya sang kekasih mungkin tengah berpikir atau sedang mencari alasan.
"Raf?"
"Hm … Ah, maaf Kirana. Aku sedang ada di kantor." Ada jeda pelan. "Sebentar lagi rapat, tidak apa jika aku tutup dulu? Nanti aku hubungi lagi, hm," seru Rafael, suaranya nyaris berbisik.
Kirana menoleh ke arloji di tangannya. Saat ini masih waktu makan siang. Apa ada rapat yang dilakukan saat makan siang berlangsung.
Rasanya tidak ada.
"Kirana, aku tutup ya."
"Ah. Aku mengerti, dah." Kirana berseru pelan, seolah paham dengan apa yang dikatakan sang kekasih. Walau sebenarnya rasa curiga jauh lebih besar.
"Nanti sepulang kerja aku jemput, tunggu aku ya, by ...."
Belum sempat Kirana membuka suaranya. Wanita itu mendengar suara lain yang memanggil Rafael dari kejauhan. Suara seorang wanita yang terkesan lembut sebelum panggilan ponsel keduanya benar-benar terputus.
Degh ….
Kirana terdiam beberapa saat. Ia mendekap ponselnya seraya menatap datar ke depan. Pikirannya mulai liar. Memikirkan beberapa hal yang negatif tentang sang kekasih.
'Suara siapa yang baru saja dia dengar.'
'Kenapa memanggil kekasihnya dengan begitu lembut? Tidak mungkin teman kantor kan?'
"Kirana. Oi!!" Nita memanggil. Wanita itu menaik turunkan tangannya di depan wajah sang sahabat sampai Kirana tersedak kembali ke kenyataan.
"Ah."
"Kau kenapa? Semua baik-baik saja?" tanya Nita.
Kirana mengangguk canggung. Bahkan dia sendiri tidak tau, apa dia sedang baik-baik saja atau tidak.
Kirana memejamkan matanya beberapa saat. Menghirup udara sebanyak yang bisa ia lakukan, kemudian menghembuskannya perlahan.
Kirana membuka matanya. Wanita itu tersenyum masam ketika menatap Nita.
"Ada apa?" tanya Nita untuk yang kesekian kalinya.
"Rafael bilang dia di kantor."
"Cih, alasan." Nita bergumam. Ia melambaikan tangannya. "Aku tidak buta lo, jelas-jelas aku melihatnya di Mall. Ah, aku punya fotonya."
Nita langsung ingat. Wanita itu dengan cepat mengambil ponselnya dan menyerahkan pada Kirana.
"Jarakku agak jauh, tapi aku yakin dia pacarmu."
Kirana mengangguk paham. Wanita itu mengambil ponsel Nita yang menampakkan sosok buram yang tengah bergandengan tangan dengan seorang wanita.
Kirana mengedipkan matanya, mengenali. Namun wanita itu tidak bisa berbuat banyak. Ia tidak mengenalinya. Namun dari sorot bentuk dan tinggi tubuh sangat mirip dengan sang kekasih, Rafael.
"Bagaimana?"
Kirana mengeling. Wanita itu menyerahkan ponselnya pada Nita kembali. "Aku tidak yakin Nit, nanti aku cari tau lagi."
Nita mengangguk. "Ah, bagus itu. Jangan termakan cinta begitu saja. Sedari awal aku tidak menyukai pacarmu itu. Gerak-geriknya mencurigakan."
Kirana kebingungan. Selama ini Nita tidak pernah mencampuri urusannya dengan Rafael. Sahabatnya itu hanya mengangguk dan mendengarkan, walau sesekali memberi masukan ketika ia menceritakan tentang Rafael.
Tapi kali ini, Nita terlihat jelas, terang-terangan membenci sosok Rafael.
Kirana menghela, "Kenapa mencurigakan?"
"Entahlah. Dia itu sekilas seperti sosok yang mencintaimu. Tapi setelah diteliti lagi. Rafael itu seolah ia mencoba mengalihkan perhatian untuk pura-pura mencintaimu. Dengan kata lain, dia seperti sedang melampiaskan perasaannya padamu. Aku curiga lo dia punya masa lalu yang belum dilupakan."
Nita menghentikan ucapannya. Mendongak, melihat ekspresi yang Kirana tampilkan. Wanita itu menghela pelan.
"Jujur saja, aku lebih suka kau bersama seseorang yang jelas-jelas jujur walau itu sakit dibandingkan dengan seseorang yang hanya berpura-pura mencintaimu, sedangkan ia sendiri bersembunyi di balik perasaan masa lalunya yang belum usai."
Kirana terdiam. Semua yang dikatakan oleh Nita membuatnya berpikir keras.
'Apa mungkin benar?'
Kirana hanya melihat sosok Rafael dari matanya. Ia tidak pernah melihat sosok sang kekasih dari pandangan orang lain.
Bahkan kakaknya, Nina, juga tidak terlalu mengenal Rafael. Jadi, ia enggan menceritakan tentang sang kekasih.
"Kau selidiki pelan-pelan. Jika dia tidak tulus, nanti bangkainya akan tercium sendiri."
Nita menepuk pundaknya lembut, memberi semangat.
Kirana tersenyum kecil. "Thanks."
"Yah, aku sahabatmu. Apapun yang terjadi, aku ingin yang terbaik untukmu."
Kirana terharu. Wanita itu langsung memeluk sahabatnya sampai Nita berteriak karena sesak.
"Sudah sana cuci muka. Wajahmu terlihat mengerikan." Nita berseru ketika ia sudah bebas dari pelukan sang sahabat.
"Bawel."
"Astaga, cepat sana. Waktu istirahat kita sudah berakhir, waktunya bekerja."
****
Kirana beberapa kali menoleh, menatap arlojinya. Waktu pulangnya sudah lebih dari setengah jam yang lalu.
Bahkan angin dingin malam semakin terasa ketika ia hanya berdiri di depan restoran sejak pulang setengah jam yang lalu.
Kirana menghela napas Panjang beberapa kali. Ia mendekap tubuhnya sendiri untuk menciptakan kehangatan. Ponselnya tidak berbunyi, padahal sedari tadi ia terus menghubungi Rafael yang berjanji untuk menjemputnya.
"Belum pulang?"
Degh ….
Kirana langsung berbalik. Wanita itu tampak syok ketika melihat bosnya berada di belakang.
Kirana mengedip-kedipkan matanya beberapa kali sambil mengangguk membenarkan. Ia tidak tau jika bosnya itu belum pulang juga.
Tidak, biasanya ia bahkan tidak tau kapan pastinya si bos akan pulang. Kirana tidak pernah bertemu sekalipun. Bahkan para pelayan lain juga mengatakan demikian, ada juga yang mengatakan jika si bos pulang dengan cara teleportasi. Mengingat tidak ada satupun dari mereka yang pernah melihat si bos pulang.
"Sedang menunggu seseorang?" tanya si bos lagi.
Kirana mengangguk. "Ya, Bos. Se-sedang menunggu pacar saya."
Laki-laki yang berstatus bosnya itu hanya mengangguk. Sampai sebuah mobil hitam yang Kirana kenali berhenti di depan, sedikit jauh dari mereka.
"Kau berpacaran dengan Rafael Atmaja?"
Degh ….
Kirana menoleh. Wanita itu tampak kebingungan. Bagaimana bisa bosnya mengetahui nama lengkap pacarnya. Bahkan kakaknya sendiri tidak tau tentang hal itu.
"Apa Nina mengetahui kau pacaranan dengan anak orang kaya?"
Kirana langsung mengeling. "Ka-kak Nina hanya tau namanya Rafael, dia tidak tau nama belakangnya."
Si bos menghela pelan. Ekspresinya kembali dingin. "Sebaiknya kau jangan menambah beban Kakakku. Dia tidak suka dengan laki-laki kaya. Pikirkan itu, jangan egois."
Degh ….
Kirana tidak mengatakan apapun. Ia hanya syok sambil memandangi sosok si bos yang masuk ke sebuah mobil mewah dan melakukannya dengan cepat.
"Ada apa dengannya? Kenapa begitu perhatian dengan Kaka ku?"
To be continued....