-Terjebak Menjadi Simpanan-
Wanita kadang jauh lebih sensitif dibandingkan laki-laki. Apalagi menyangkut tentang perasaan.
Meskipun disangkal, namun kebanyakan wanita tau jika seseorang membencinya pada pertemuan pertama mereka.
Kirana menggenggam tangannya sendiri, memberikan kehangatan sekaligus mencegah gemetaran yang datang disaat yang bersamaan.
Wanita itu merasakan ketidaknyamanan ketika berhadapan langsung dengan ibu dari pacarnya.
Nyonya Claudya Atmaja.
Wanita sosialita yang sudah terkenal di kalangan atas sebagai orang berduit. Bahkan terlihat jelas dari wajah yang ayu. Entah berapa banyak uang yang dihabiskan untuk perawatannya.
Pakaian dan semua barang yang melekat padanya adalah barang branded. Jika dibandingkan dengan pakaian lusuh yang ia kenakan saat ini maka Kirana seperti upik abu yang tersesat di istana putri.
"Sudah berapa lama pacaran dengan anak Tante?"
Degh...
Kirana mendongak. Lagi-lagi tatapan sinis itu yang menyambutnya.
"Ti-tiga tahun, Tante."
"Oh tiga tahun, lama juga ya." Nyonya Claudya berseru. "Rafael tidak mengatakan apapun. Aneh sekali," lanjutnya.
Wanita itu terkekeh pelan. Namun tidak bisa menyembunyikan ketidaksukaannya. Seolah mengatakan jika putranya tidak mengakui Kirana sebagai pacarnya.
"Ngomong-ngomong, Kirana kerja apa? Atau masih sekolah?"
Kirana bimbang. Wanita itu tersenyum kecil sebelum membuka suara.
"Kerja di restoran, Tante, sebagai pelayan."
"Oh ya? Restoran apa?"
"Restoran ayam."
"Ah, restoran kecil rupanya." Nyonya Claudya mengangguk paham. Wanita itu mengibaskan tangannya beberapa kali.
Perasaan Kirana semakin tidak nyaman. Wanita itu berapa kali menggigit bibirnya sendiri untuk menghindari kegugupan.
"Lulusan apa?"
"Err, S1 Manajemen, Tante."
"Udah sarjana toh, universitas apa?"
"Universitas Negeri dekat kota kelahiran ayah saya."
"Oh pantes, "serunya lagi. "Anak Tante, Rafael lulusan luar negri lo. MIT di As. Kampus bagus, mahal lagi. Biayanya saja lebih dari lima puluh ribu dolar. Jauh dengan Kirana yang hanya lulusan di dalam negeri."
Degh....
Kirana tidak bisa berkata apapun lagi. Ini untuk kesekian kalinya perasaan tidak nyaman itu menderanya.
Dari tatapan Nyonya Claudya jelas sudah wanita itu hanya basa-basi menyambutnya. Padahal ia pasti tidak sabar untuk mengusir Kirana keluar dari rumah megahnya.
Kirana mengangguk pelan. Wanita itu menyembunyikan wajahnya. Menahan rasa malu.
Disaat yang bersamaan langkah kaki berat terdengar di samping. Kirana mendongak. Maniknya menatap sosok laki-laki dewasa yang mirip dengan Rafael namun dengan versi lebih tua.
'Ayahnya Rafael? Tuan Aristira Atmaja'
Kirana bergumam di dalam hati.
"Siapa yang datang?" Serunya mendekat. Duduk di sofa tepat bersebelahan dengan Nyonya Claudya.
"Ini lo Pa, Kirana. Pacarnya Rafael, katanya." Nyonya Claudya berseru. Wanita itu tersenyum palsu saat menatap Kirana.
Tuan Aris menoleh, mengamati dengan cepat sebelum mengangguk paham. "Benarkah?"
"Itu kata Kirana Pa. Katanya anak kita yang meminta dia datang ke sini. Padahal Rafael tidak pernah bercerita jika dia sudah punya pacar, ya kan Pa."
Kirana langsung menunduk. Ia benar-benar dipermalukan kali ini.
"Eh, Kirana. Tante tidak bermaksud tidak percaya sama Kirana. Tente percaya kok," serunya lagi. Suaranya sengaja dibuat-buat.
"Telepon Rafael, Pa. Suruh cepat datang, kasian pacarnya menunggu." Nyonya Claudya melirik sekilas lagi ke arah Kirana.
"Mana basah lagi bajunya. Kena sofa, bau nanti jadinya," gumamnya pelan.
Namun Kirana yang duduk tidak jauh dari Nyonya Claudya dapat mendengar dengan sangat jelas. Kirana mencekam erat jari-jarinya yang saling bertautan. Wajahnya kembali menunduk. Ingin rasanya ia cepat kabur dari rumah ini.
Sementara ayahnya Rafael menghubungi putranya. Nyonya Claudya semakin menunjukan intimidasinya.
"Orangtua Kirana kerja apa? Di rumah berapa saudara?"
Kirana berdehem pelan. Ia berusaha memunculkan suara di balik tenggorokannya yang seolah tercekat.
"A-ayah saya sudah meninggal, Tante. Ibu saya tinggal di kampung. Di sini tinggal berdua dengan Kaka."
Nyonya Claudya tersenyum sinis. Wanita itu menutup mulutnya dengan kipas tangan yang sedari tadi tidak digunakan.
"Orang miskin toh. Tante paham." Ia berseru ketus. "Gini lo, Tante bukan mau menjelekkan Kirana atau seperti itu tapi, err... Tante jadi tidak enak membicarakannya."
Kirana mendongak, ia semakin menggigit bibir bawahnya.
"Gini lo. Sebenarnya anak tante itu terlalu baik orangnya. Saking baiknya orang lain bisa salah paham. Anak Tante itu suka sama teman masa kecilnya. Dari dulu Rafael tidak mau dipisahkan, sampai kami akhirnya menjodohkannya."
Degh ...
Kirana terdiam beberapa saat. Ucapan Nyonya Claudya membuat dadanya semakin sesak. Selama ini Rafael tidak pernah menyinggung perihal perjodohan itu. Bahkan selama mereka berpacaran tiga tahun. Tidak ada orang ketiga yang pernah muncul.
Rafael mencintainya. Selalu mengutamakannya, walau status mereka berbeda jauh. Putra seorang pengusaha yang jatuh cinta dengan pelayan rendahan di restoran kecil.
Kirana mengeling pelan. "Ta-tapi tante, Rafael tidak pernah mengatakan jika ia sudah dijodohkan."
"Jelas! Tante kan sudah bilang, anak Tante itu terlalu baik. Mana bisa dia menyakiti hati wanita. Karena itu Tante menduga kalau Rafael pacaran sama Kirana itu hanya karena kasihan, bukan cinta. Toh Tante tau jelas anak Tante itu cinta mati sama teman masa kecilnya."
Badai...
Kirana tidak tau apa yang sekarang ia rasakan saat ini. Gemuruh yang kuat tengah menekan dadanya. Rasa sesak, perih dan juga kecewa bercampur aduk di dalamnya.
Air mata yang sedari tadi ia tampung, nyaris tumpah dari kelopaknya.
"Tante sangat prihatin lo sama Kirana," serunya.
"Kirana itu cantik. Di luar sana pasti lebih banyak yang menyukai Kirana dengan tulus. Yang sepadan, yang sama-sama lah."
Kirana tersenyum kaku. Dia ingin pergi dari tempat ini, tapi kedua kakinya membeku di tempat.
Wanita itu merutuki kebodohannya. Tidak semua orang bisa menerima perbedaan. Begitu pula dengan orang tua sang pacar.
"Orang bahagia jika mereka sepadan. Tante prihatin lo sama Kirana, makanya tante memberi nasihat kecil."
Kirana tidak membuka suara. Wanita itu hanya mendongak, terpaksa tersenyum sambil menahan mati-matian air matanya agar tidak tumpah.
"Tante punya tiga anak. Semuanya Tante sekolahkan di luar negri. Biar nanti pasangannya ya paling tidak setara lah. Sama-sama lulusan luar negri."
"Anak sulung tante perempuan. Cantik, pintar, lulusan terbaik di MIA juga. Sekarang dia menikah dengan pewaris perusahaan besar."
"Kirana tau kan Mahesa Danaswara? Pewaris satu-satunya grup Danaswara. Nah itu menantu Tante, cocok lah sama anak perempuan Tante, Monica. Sama-sama berasal dari kalangan atas. Jadi tidak malu-maluin kalau di bawa ke kalangan elite."
Nyonya Claudya tersenyum penuh kemenangan ketika melirik raut Kirana yang semakin pucat. Memang sedari awal niatnya ingin menghina wanita kampung di depannya itu agar sadar diri.
"Anak tante yang lainnya juga tante didik untuk menjadi permata dikemudian hari seperti Monica. Tante tidak akan sudi jika ada lumpur yang mencoba mendekat."
Degh ....
To be continued....