Nurma, gadis remaja yang cantik berusia tujuh belas tahun.
Keadaan ekonomi keluarganya yang pas-pasan, memaksa dirinya untuk putus sekolah sejak ia duduk di bangku sekolah menengah pertama.
Kala itu, ayahnya meninggal dunia karena menderita gagal ginjal.
Sejak saat itu, ia harus berganti peran menjadi tulang punggung keluarga dan membantu ibundanya untuk menafkahi kedua adiknya yang masih duduk di sekolah dasar.
Andai saja ia melanjutkan pendidikannya, mungkin saat ini ia memiliki ijazah SMA, sehingga ia mempunyai banyak pilihan dalam melamar pekerjaan.
Sejak berusia empat belas tahun, Nurma telah merantau ke kota Jakarta bersama ibundanya.
Sedangkan kedua adiknya, tinggal bersama neneknya di kampung.
Dengan modal nekat dan uang seadanya, ibu dan anak itu mencoba mengadu nasib ke kota Jakarta.
Nasib baik mempertemukan mereka pada keluarga konglomerat, Nurma dan ibundanya di berikan tempat tinggal serta di pekerjakan sebagai asisten rumah tangga.
Hingga saat ini, ia dan ibundanya telah mengabdi pada keluarga ini selama tiga tahun lamanya.
Nyonya Raline--majikan Nurma, hanya tinggal bersama Tuan Hamdan.
Sedangkan putra semata wayang mereka, menetap di Dubai untuk menjalankan bisnis pertambangan minyak warisan keluarga.
Tak pernah sekalipun mereka pulang ke Jakarta selama Nurma dan ibundanya menjadi pembantu di rumah itu.
Kata Nyonya Raline, mereka pulang ketika hari raya idul fitri saja.
Sayangnya, setiap hari raya idul Fitri, Nurma dan ibundanya mudik ke kampung halaman.
Sehingga ia tak pernah bertemu dengan anak majikannya itu.
"Nurma, kesini sebentar!" perintah nyonya Raline pada Nurma.
"Baik, Nyonya!" jawab Nurma bergegas memenuhi panggilan dari sang majikan.
"Bersihkan kamar atas, ya! Fawwaz anak saya akan tiba di Jakarta malam ini" jelas Nyonya Raline pada Nurma.
"Jangan lupa, beri tahu ibumu untuk memasak Waraq Enab dan Nasi Kebuli spesial buat anak saya" jelas Nyonya Raline.ma.
Akhirnya setelah sekian lama, ia dapat berjumpa dengan tuan muda.
Nurma telah jatuh hati pada paras rupawan Fawwaz yang pernah ia lihat dalam pajangan foto.
Wajahnya yang elok nan rupawan, hidung mancung serta brewok khas Arab, membuat Nurma tak berhenti membayangkan anak majikannya itu.
Nurma selalu bermimpi bersanding dengan Fawwaz yang tampan itu.
Namun demikian, ia sadar jika keinginannya itu adalah hal yang tidak masuk akal.
Bagaimana mungkin, seorang CEO muda nan rupawan mau menikahi seorang gadis miskin seperti dia?.
Memang tak ada yang tidak mungkin di dunia ini, tetapi kenyataannya, mereka jelas berbeda kelas sosial, harta, tahta, dan pendidikan.
Akan banyak sekali perbedaan di antara mereka.
"Fawwaz adalah anak kesayangan kami, dia adalah harapan serta penerus kami" ucap Nyonya Raline pada Nurma.
Nyonya Raline selalu suka berbincang dengan gadis itu. Tak heran, setiap kali Nurma sedang bekerja, nyonya Raline sering menunggui gadis itu agar dapat berbincang-bincang.
Nurma memang pribadi yang polos, jujur, lugu serta ramah. Hal itulah yang membuat nyonya Raline suka berbincang dengannya.
"Beruntung sekali seorang wanita yang akan mendampingi tuan Fawwaz, ya Nyonya!" ucap Nurma. Kekaguman dan rasa cintanya yang telah tumbuh subur dalam hatinya, tak bisa ia tutupi.
Semakin ia berusaha meredam rasa cintanya, semakin cinta itu tumbuh dalam hati gadis tujuh belas tahun itu.
Ada binar-binar cinta dalam mata Nurma tatkala ia membicarakan sang pujaan hatinya, Tuan Fawwaz.
"Saya dan Baba nya Fawwaz telah menjodohkan dia dengan seorang wanita pilihan kami" kata Nyonya Raline dengan senyuman manis di wajahnya.
Duarr..
Bak tersambar petir di siang hari, sesak dadanya, sakit hatinya tatkala mendengar ucapan majikannya itu.
Nurma terdiam beberapa saat, matanya berkaca-kaca.
Seakan-akan ia tak rela jika orang yang ia cinta akan bersama wanita lain.
Namun, ia juga sadar siapa dirinya dan posisinya dalam keluarga ini.
Ia tak lain hanyalah seorang asisten rumah tangga.
Mungkin, memang tuan Fawwaz pantas mendapatkan seorang wanita yang setara dengannya.
"Sadar Nurma, ini bukan dongeng Cinderella yang mana seorang pangeran mau menikahi seorang gadis miskin, sadar! kamu hanyalah pembantu dan bukan siapa-siapa dalam rumah ini" batin Nurma dalam hati.
Bisikan hatinya itu selalu muncul ketika ia tengah memikirkan Tuan Fawwaz.
"Semoga tuan Fawwaz dan calon istrinya bahagia selalu ya, Nyonya! ucap Nurma dengan wajah kecewa.
"Aamiin, terima kasih ya doanya" kata Nyonya Raline.
"Saya mau pergi arisan dahulu, kamu selesaikan pekerjaan kamu, Ya! jangan lupa pasang sprei dan sarung bantal warna hitam!" perintah majikannya pada Nurma.
"Setelah selesai, kamu bantu ibu kamu memasak dan menyiapkan hal-hal lain untuk menyambut kedatangan Fawwaz" tambah Nyonya Raline.
Nurma menganggukkan kepala pada Nyonya Raline.
Nyonya Raline pun meninggalkan Nurma sendirian.
Sedangkan Nurma melanjutkan pekerjaannya.
Ia melanjutkan menyapu, mengepel lantai warna kayu yang terbuat dari batuan marmer terbaik.
Ia juga mengganti sprei dan sarung bantal dengan warna hitam.
Kemudian Nurma lanjut mengelap foto keluarga yang di pajang di atas meja dekat lampu tidur.
Sebuah foto keluarga bahagia, ada Nyonya Raline dan Tuan Hamdan yang berada di samping.
Sedangkan di tengah-tengah, ada seorang pemuda tampan, berwajah khas Arab lengkap dengan hidung mancung serta sorot matanya yang tajam sedang memamerkan sertifikat kelulusannya. Pemuda itu adalah Tuan Fawwaz, ketika ia baru saja lulus dari sebuah universitas terbaik di Inggris.
Nurma berusaha membacanya, namun, lidahnya kelu jika ia harus membaca kata dalam bahasa Inggris.
"Bus-si-ne-se prog-gram, Lon-don U-ni-ver-si-ty, susah banget bacanya ya" keluh Nurma saat berusaha membaca tulisan yang ada di foto itu.
"Kasian sekali Nur nur nasibmu, hanya bisa mengagumi tuan Fawwaz tapi tak bisa memiliki, lagian mana mungkin nyonya dan tuan setuju jika tuan Fawwaz menikah dengan kamu" ucap Nurma pada dirinya sendiri.
"Kamu hanya pembantu, sedangkan tuan Fawwaz orang terpandang, mana mungkin dia mau sama wanita seperti kamu, Nur" ucap Nurma sekali lagi pada dirinya sembari ia menciumi foto CEO muda itu.
"Apa, Nur? kamu suka tuan Fawwaz?" Kata seseorang yang tiba-tiba masuk ke kamar.
Nurma kaget, ia takut yang datang adalah Nyonya Raline.
Ia tak ingin Nyonya Raline mengetahui jika ia menyukai tuan Fawwaz.
Selain ia takut Nyonya Raline marah dan kecewa, ia juga takut kehilangan pekerjaannya.
Jika itu terjadi, maka ia tak akan mempunyai uang untuk membiayai serta menafkahi kedua adiknya di kampung.
Nurma yang tadinya menciumi foto tuan Fawwaz itu, kemudian meletakkannya kembali diatas meja semula.
Badannya gemetar serta keringat dingin. Terdengar langkah kaki yang semakin mendekat pada dirinya.
"M-maaf, Nyonya! s-saya..." kata Nurma gugup.
Nurma tak berani menoleh ke belakang, ia berbicara membelakangi orang itu.
Ia tak sanggup melihat kemarahan sang majikan ketika mengetahui yang sebenarnya.
Seorang anak yang sangat ia harapkan serta ia banggakan di sukai oleh pembantunya, pastilah seorang ibu akan sedih, kecewa dan marah.
"Kamu memang tidak tau diri, Nur! tidak seharusnya kamu menyukai tuan Fawwaz, ia tak cocok untukmu" kata Nurma pada dirinya sendiri.