Fawwaz memandang wajah ibundanya, ia berkata, " Saya tak ada keinginan untuk menikah sedikitpun".
Tuan Hamdan membujuk Fawwaz agar bersedia untuk menemui Alycia, setidaknya bertemu dan berkenalan terlebih dahulu.
Cinta adalah urusan belakangan, pikir tuan Hamdan.
"Temui saja dahulu!" pinta tuan Hamdan.
"Benar, kalian hanya butuh untuk saling mengenal satu sama lain" jelas nyonya Raline.
Fawwaz tak bisa menolak keinginan orang tuanya itu, walaupun hatinya tak ada sedikitpun niatan untuk menikah dengan Alycia, namun ia tetap menyetujui rencana ayahandanya untuk menemui Alycia.
"Baiklah" jawab Fawwaz menyetujui permintaan ke dua orang tuanya.
Mendengar ucapan anak semata wayangnya itu, Tuan Hamdan dan Nyonya Raline merasa lega.
Mereka yakin, setelah pertemuan nanti, Fawwaz dan Alycia akan semakin dekat dan saling tertarik satu sama lain. Lagipun, Alycia adalah wanita yang paling cocok untuk Fawwaz diantara kandidat wanita-wanita lain yang mereka seleksi.
Perjodohan ini, sudah mereka rencanakan sekitar empat tahun yang lalu.
Tuan Hamdan dan Nyonya Fawwaz menyeleksi beberapa wanita yang terbaik untuk anak semata wayang mereka.
***
Keesokan pagi.
Seperti biasa, setiap asisten rumah tangga mulai mengerjakan tugasnya sesuai dengan pembagian.
Ada yang bertugas memasak, mencuci baju, mengepel dan lainnya.
Nurma dan Ajeng bertugas merapikan kamar utama milik tuan Hamdan dan Nyonya Raline serta sebuah kamar di lantai atas, milik tuan Fawwaz.
Bagi Nurma, tugas ini merupakan keuntungan baginya.
Pasalnya, ia memiliki kesempatan untuk melihat dan berdekatan dengan Fawwaz.
"Tok..tok..tok" Nurma mengetuk pintu kamar Fawwaz yang terkunci.
"Permisi, Tuan!" kata Ajeng.
Karena tak mendapat jawaban dari si empu pemilik kamar, Nurma dan Ajeng mengetuk pintu serta memanggil Fawwaz lebih keras dari yang pertama.
Saat akan mengetuk pintu untuk kedua kalinya, ternyata Fawwaz membukakan pintunya untuk Nurma dan Ajeng.
"Mata kamu dimana?!" tegur Fawwaz pada Nurma yang tak sengaja memukul tubuh Fawwaz.
Ia bukannya sengaja, tetapi ia tak melihat ke arah pintu ketika mengetuk, sehingga, ketika Fawwaz membuka pintu, ia tak sadar bahwa yang ia ketuk bukanlah pintu, melainkan seorang pria yang bertubuh jenjang, sedang berdiri di depannya.
"M-maaf Tuan, saya tidak melihat jika ada Tuan Fawwaz" kata Nurma menundukkan kepalanya. Ia takut, sudah dua kali ia membuat kesalahan terhadap anak semata wayang majikannya itu.
"Sekali lagi kamu buat kesalahan, saya nggak akan segan-segan pecat kamu!!" Fawwaz memarahi Nurma serta menunjuk dengan jari telunjuknya ke arah Nurma.
"M-maaf Tuan, tolong jangan pecat saya" Nurma memelas.
"Saya dan ibu saya adalah tulang punggung keluarga, jika kami tidak bekerja, adik-adik serta nenek saya di kampung tidak bisa makan, tolong maafkan saya, Tuan!" pinta Nurma yang memelas pada Fawwaz.
Sedangkan Ajeng hanya tertunduk ketakutan melihat majikannya yang memarahi Nurma.
"Bersihkan kamar saya, sekarang!" perintah Fawwaz pada Nurma dan Ajeng.
"B-baik Tuan" jawab keduanya.
"Pagi-pagi sudah buat saya badmood" kata Fawwaz.
"M-maaf Tuan" ucap mereka memelas pada Fawwaz.
Kemudian Nurma dan Ajeng bergegas masuk ke dalam kamar Fawwaz.
Pria muda berusia dua puluh lima tahun itu mendekati Nurma dan Ajeng, seraya berkata, "Bersihkan sebersih-bersihnya! setelah saya mandi, semua harus sudah selesai".
Ke duanya hanya menganggukkan kepala seraya menundukkan kepalanya.
"Kamu, siapkan seluruh peralatan mandi saya, taruh di dalam kamar mandi sana" kata Fawwaz sembari menunjuk ke arah Nurma.
"Baik, Tuan!" jawab Nurma secara singkat.
Nurma pun mengambil peralatan yang di butuhkan oleh anak majikannya itu dalam lemari.
Karena rak lemarinya cukup tinggi, dan Nurma tidak cukup tinggi sehingga ia tak bisa mengambilnya, maka ia menaiki kursi yang ada di kamar itu.
Ia berusaha meraih peralatan mandi, ia jinjitkan kakinya diatas kursi untuk mencapainya.
Namun, tanpa sengaja kakinya terpeleset dan ia terjatuh.
Untungnya, Fawwaz yang sedang berdiri dan membaca pesan di ponselnya langsung sigap menangkap dan menopang tubuh Nurma.
Saat berada di gendongan sang CEO muda itu, jantung Nurma kembali berdetak kencang.
Seperti genderang yang di tabuh ketika akan memulai perang.
Kali ini ia sangat dekat dengan Fawwaz, ia juga sempat melakukan kontak mata dengan pria yang rupawan itu.
Sedangkan Ajeng yang melihat kejadian itu, ia hanya bisa melongo serta iri dengan Nurma.
Kenapa tidak dia saja yang terjatuh dan di tangkap oleh tuan Fawwaz, batinnya Ajeng.
"M-maaf, Tuan!" kata Nurma.
Fawwaz tak berkata apapun, ia mengambil peralatan mandinya, kemudian bergegas untuk mandi di kamar mandi pribadinya.
***
"Wah, rezeki nomplok ya, Nur!" goda Ajeng pada Nurma.
Nurma memegang dadanya dan mendengarkan irama detak jantungnya.
"C-coba kamu dengarkan detak jantungku, Jeng!" ujar Nurma memegangi dadanya yang hampir copot.
Ajeng menuruti permintaan Nurma, ia mendekatkan telinganya ke dada Nurma dan mendengarkan irama detak jantungnya.
Dag dig dug, jantung Nurma masih berdetak dengan kencang.
"Kata ibuku di kampung, biasanya orang yang jantungnya berdetak kencang ketika dekat dengan laki-laki, itu artinya orang itu sedang jatuh cinta, Nur!" jelas Ajeng pada Nurma.
"Apa jangan-jangan, k-kamu..."
"Kamu apa?" potong Nurma.
"Jangan-jangan kamu sedang jatuh cinta dengan Tuan Fawwaz?" celoteh Ajeng.
"Kamu jangan ngawur, mana mungkin aku jatuh cinta pada Tuan Fawwaz! sudahlah, mari kita bereskan lagi kamar ini supaya Tuan Fawwaz tak memarahi kita lagi" kata Nurma.
***
"Selamat pagi, Ma!" ucap tuan Hamdan pada istrinya.
Beliau kemudian mencium kening nyonya Raline dengan penuh cinta dan kasih sayang.
Nyonya Raline tersipu malu, tiba-tiba, "Ehm..ehm" terdengar suara dehem dari seorang pria.
Fawwaz, ia melihat orang tuanya sedang berciuman secara tak sengaja.
"Sudah Ba, malu di lihat Fawwaz" kata nyonya Raline pada suaminya.
"Kenapa harus malu? Fawwaz harus tau jika kedua orang tuanya saling mencintai serta menyayangi" jelas tuan Hamdan.
"Makanya, Fawwaz harus segera menikah, supaya bisa romanti-romantisan dengan istrinya" ujar nyonya. Matanya melirik ke arah Fawwaz, beliau mengodenya supaya cepat menikah.
"Benar, Baba dan Mama tidak sabar menimang cucu" kata tuan Hamdan.
"Saya tidak mau memikirkan tentang wanita, saya hanya ingin fokus untuk bekerja dan menikmati kesuksesan saya" jawab Fawwaz dengan tegas.
"Tetapi sesuai dengan peraturan dan wasiat dari kakek kamu, warisan perusahaan kita hanya boleh diberikan saat si pewaris memasuki usia 25 tahun dan memiliki keturunan" jelas tuan Hamdan.
"Jadi, mau tidak mau kamu harus menikah atau kalau tidak kamu tak akan mendapatkan warisan sepeserpun dari keluarga kita, tentu semua kekayaan akan di limpahkan ke yayasan sosial sesuai yang telah di sepakati hitam di atas putih" terang tuan Hamdan pada Fawwaz.
"Apapun kemauan Baba dengan Mama, akan saya turuti, tetapi tetap saya tidak akan pernah mencintai wanita manapun" jawab Fawwaz.
"Yang terpenting kamu menikah dulu, nanti cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu" ucap nyonya Raline.
Fawwaz melangkah ke depan sejauh lima langkah, ia kemudian berkata, "Tetapi, saya tidak bisa berjanji" katanya.