Wajah Nurma yang menawan serta kulitnya yang kuning langsat, hidungnya yang mancung kecil khas Asia serta matanya yang kecil dengan bola mata hitam pekat, membuat siapa saja yang melihatnya tak bisa menolak pesonanya.
"Semoga Allah menjagamu dari penyakit ain (penyakit yang di sebabkan oleh pandangan dengan rasa iri hati atau dengki serta rasa takjub tanpa mendoakan dan menyebut nama Allah)" jelas nyonya Raline pada Nurma yang berdiri di depannya.
"Andai saja Fawwaz belum kami jodohkan, saya ingin sekali meminta kamu menjadi calon istrinya Fawwaz" ujar nyonya Raline pada Nurma.
"Namun, perjodohan Fawwaz dan Alyce sudah di tentukan 4 tahun yang lalu, sebelum saya bertemu denganmu dan ibumu" ujar nyonya Raline.
Nurma tersenyum saja mendengar perkataan nyonya Raline.
Setidaknya ia sekarang tau, jika nyonya Raline bisa saja setuju dengan hubungan Nurma dan Fawwaz.
Namun, apalah daya, tuan Fawwaz yang dingin itu sudah berjodoh dengan wanita lain.
Seorang wanita yang lebih baik, lebih setara dan lebih berpendidikan daripada dirinya.
"Walaupun begitu, saya akan tetap menyayangi kamu seperti anak sayaa sendiri, kamu saya anggap seperti anak saya sendiri" tambah ibunda Fawwaz pada gadis itu
"Mana mungkin saya mau menikah dengan wanita ceroboh seperti dia" kata Fawwaz dengan tatapan tajam pada Nurma.
"Kamu tidak boleh berkata seperti itu, Nak!" kata nyonya Raline. Bagi Nyonya Raline, Fawwaz tetap harus menghargai Nurma, walaupun Nurma hanya seorang asisten rumah tangga bagi keluarga konglomerat itu.
***
Terlihat seorang wanita memakai rok mini di padu dengan tank top, wanita itu memakai high heels berwarna hitam berjalan masuk ke toko.
Wanita itu terlihat cantik, tinggi dan kakinya jenjang, terlihat menawan dan cantik.
Laki laki manapun tak akan bisa menolak jika di tawarkan untuk menikahinya.
Kecantikannya yang berwajah khas Eropa dipadu kulitnya yang sedikit gelap eksotis, menjadikan wanita itu terlihat seksi dan menawan.
"Mrs. Raline!" panggil wanita itu pada ibunda Fawwaz.
"Oh, Alyce, apa kabar?" tanya nyonya Raline.
"I am pretty good, what about you?" jawab Alyce dengan menggunakan bahasa Inggris secara fasih. (Saya sangat baik, gimana dengan anda?).
"Baik juga" jawab nyonya Raline.
"Oh ya, ini Fawwaz, kamu masih ingat kan dengan dia?" tanya nyonya Raline.
"Sure, i remember! I thought Fawwaz still remember me too" kata Alyce. (Tentu, saya ingat! saya pikir Fawwaz juga masih ingat saya).
"Definetely" kata Fawwaz cuek. (Tentu!).
Fawwaz yang dari tadi memperhatikan penampilan Alyce dari atas hingga bawah, hanya bisa geleng-geleng kepala.
Memang ia cukup sering melihat wanita berpakaian mini berlalu lalang.
Namun, sepertinya tak pantas jika seorang wanita menemui calon mertua dan calon suaminya dengan pakaian minj seperti itu.
Entahlah, apakah ayahnya tidak salah menjodohkan dirinya dengan wanita seperti Alyce yang terlalu open mind sampai-sampai meniru cara berpakaian orang Barat.
Tetapi memang Alyce setengah Eropa dan setengah Indonesia.
Ibu Alyce berasal dari Belanda, sedangkan ayahnya adalah asli Indonesia.
Mungkin hal itu juga mempengaruhi pemikiran Alyce, karena ia di didik oleh dua orang dengan perbedaan adat dan budaya. Batin Fawwaz dalam hati.
"Oh ya, kenalkan, ini Nurma! dia yang bantu-bantu saya di rumah" kata nyonya Raline pada Alycia.
"Saya Nurma, mbak!" ucap Nurma sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Alycia Debora Bosch.
"Oh, you are a maid" ucap Alyce dengan senyuman sinis tanpa memperdulikan uluran tangan dari Nurma. Ia tak mau bersalaman dengan gadis muda itu. (Oh, jadi kamu pembantu).
"Saya tidak paham apa yang nona bicarakan" kata Nurma.
"Sudah, sudah mari kita makan siang terlebih dahulu, pasti lapar, kan?" kata nyonya Raline.
Kemudian mereka pergi ke restoran Jepang terkenal akan kelezatannya.
***
Di Restoran Jepang.
Nurma, Fawwaz, nyonya Raline serta Alyce memutuskan untuk makan siang di Restoran Jepang langganan nyonya Raline.
Ini pertama kalinya Nurma pergi ke Restoran Jepang.
Sejak pertama kali menginjakkan kaki ke Jakarta, Nurma memang jarang sekali keluar rumah.
Pertama karena ia tak terlalu suka pergi ke luar.
Walaupun seringkali nyonya Raline memberikan libur untuk Nurma dan ibundanya, namun, bagi mereka, mungkin mereka hanya akan keluar untuk berjalan jalan ke Monas dan membeli jajanan di pinggir jalanan.
Nurma dan ibundanya hampir tidak pernah pergi ke Restoran mahal di Jakarta.
Alasannya, karena ia tak ingin menghabiskan gajinya untuk dirinya sendiri.
Ia memiliki tanggung jawab untuk menafkahi ke dua adiknya di kampung.
***
Seorang pelayan menghampiri meja yang bernomor lima.
"Selamat siang, Pak! Bu! mau pesan sekarang?" tanya seorang pelayan dengan ramah serta tersenyum dengan senyuman yang menawan.
"Boleh, Mbak!". Jawab Nyonya Raline.
"Kalian mau pesan apa?". Tanya nyonya Raline pada Fawwaz, Nurma serta Alyce.
"Udon dan Sushi aja" jawab Alyce.
"Kalau kamu?". Tanya nyonya Raline pada Fawwaz.
"Sashimi". Jawab Fawwaz.
"Kalau Nurma?". Tanya Nyonya Raline lagi.
"Sama saja seperti tuan Fawwaz" kata Nurma yang polos.
"Kamu yakin?". Kata nyonya Raline untuk memastikan.
"Iya, Nyonya!".
Sembari menunggu pesanan mereka datang, mereka mengobrol satu sama lain.
Namun, lagi-lagi Alyce seakan tak memperdulikan keberadaan Nurma.
Ia tak berbicara dengan Nurma sama sekali.
Hal itu membuat Nurma terdiam membisu, ia tak mengerti apa yang di bicarakan Alyce, Fawwaz dan Nyonya Raline.
"Well, how's your bussiness?". Tanya Alycia pada calon suaminya. (Gimana bisnis kamu?).
"Great!". Jawab Fawwaz cuek. (Bagus!).
Seperti tak berminat untuk berbicara dengan Alyce, Fawwaz hanya menjawab pertanyaan Alyce secara singkat tanpa basa basi.
Sedangkan Alyce tetap berusaha untuk mencari topik pembicaraan dengan Fawwaz.
"Oh, i'm glad to hear that! Btw, for tomorrow, do you have plans?". Alyce berusaha bertanya pada Fawwaz. (Oh, aku lega dengarnya! Btw, untuk besok, kamu punya rencana?).
"Yes!". Jawab Fawwaz lebih singkat.
"Oh i see, aku pikir kalau kamu nggak ada rencana, aku mau ajak kamu ke desainer gaun". Jawab Alyce.
"I want to make an amazing gown for our wedding". Tambah Alyce. (Aku mau buat gaun yang spektakuler untuk pernikahan kita).
"I'm busy". Jawab Fawwaz dengan wajah yang terlihat dingin. (Aku sibuk).
"Tidak apa-apa, Tante dan Nurma akan menemani kamu untuk memilih gaun yang indah buat pernikahanmu dan Fawwaz". Jelas nyonya Raline.
"Saya, Nyonya?". Tanya Nurma yang sedari tadi terdiam.
"Iya, Nur! kamu tidak keberatan kan?". Tanya Nyonya Raline pada Nurma.
"T-tidak, Nyonya!". Jawab Nurma.
Meskipun sebenarnya ia keberatan mengantar Alyce dan Nyonya Raline ke desainer gaun pengantin, tapi Nurma menyetujuinya.
Lagi dan lagi, ia akan merasa kecewa dan sakit hati karena melihat wanita lain memakai gaun pengantin dan akan bersanding dengan pujaan hatinya, yaitu Fawwaz, batinnya.
Namun, tak mungkin ia menolak nyonya Raline yang telah banyak membantu dirinya dan ibundanya.