Sudut kota Ambers, menjelang tengah hari.
Di ruangan temaram, hanya dengan cahaya lampu bohlam lima watt. Tidak ada ventilasi udara hanya ada exhaust fan sebagai sirkulasi udara di ruangan. Tampak dua orang yang sedang sibuk dengan komputer masing-masing. Bunyi keyboard komputer yang terus di tekan dengan kecepatan tinggi, bak irama musik merdu bagi keduanya.
Salah satu dari mereka adalah Zeline Azka Zakeisha, wanita muda berwajah cantik namun terkesan urakan. Dengan gaya rambutnya yang diikat ke atas tanpa disisir rapi membuat beberapa helai rambutnya terjuntai begitu saja. Belum lagi, make up wajah dengan dominasi warna gelap yang menyembunyikan kecantikan alaminya.
Soal pakaian jangan di tanya lagi, kaus kucel dan celana penuh robekan membuat penampilan Zeline makin jauh dari kesan seorang wanita muda yang cantik. Gaya duduknya malah hampir sama dengan rekan prianya yang duduk persis di sebelah Zeline.
Sang pria pun tak lebih baik dari Zeline, rambut yang seolah tak pernah tersentuh air apalagi sisir. Membuatnya seperti orang yang baru bangun dari tidur, dengan Hoodie hitam yang juga nampak kucel. Wajah keduanya terlihat serius, jari jemari dengan lincah menari di atas keyboard masing-masing. Sampai akhirnya, di dua layar komputer mereka tertera dua tulisan berbeda.
"Access Granted!" tertera di layar komputer si wanita muda.
"Access Denied!" tertera di layar monitor si pria.
"Yes, aku berhasil masuk. Rasakan pak tua, akan ku kuras rekeningmu!" seru Zeline penuh kegembiraan.
"Brengsek! Aku gagal masuk. Sepertinya mereka menggunakan firewall ketat!" seru si pria kesal dan mendorong keyboardnya.
"Matikan server komputermu bodoh! Mereka pasti menggunakan cyber security, kamu mau di lacak dan kita ditangkap?" tanya Zeline kesal.
"Slow, Sis." Si pria langsung mematikan server dan komputernya, seperti saran Zeline.
"Aku sudah bilang padamu, jangan serakah! Mereka perusahaan besar, kamu pikir mereka akan semudah itu diretas. Mereka pasti menggunakan cyber security. Lihat aku, meski kemampuanku di atasmu, aku lebih suka meretas akun-akun pribadi dan mencuri rekening atau kartu kredit mereka. Apalagi milik orang-orang serakah, yang suka berbuat jahat itu. Hahaha," tawanya meledak saat menyebut orang-orang itu.
"Aku hanya ingin melatih kemampuanku Sis, kapan levelku akan sepertimu jika hanya meretas hal-hal sepele. Ayolah Sis, ajari aku meretas sistem besar. Aku ingin mengacau sedikit," pintanya seolah memohon
"Sudahlah Lex, jangan macam-macam dengan pemerintahan dan perusahaan besar. Kamu ingin di kubur hidup-hidup? Mereka tak punya belas kasih, apalagi pada orang-orang seperti kita. Jadi hentikan keinginanmu itu," tegas Zeline pada temannya yang di panggil Lex. Ya karena dia adalah Lexis Jordan, teman Zeline sejak kecil.
"Sudahlah! Kamu selalu begitu Zel, tidak pernah mensupportku. Kamu selalu menakutiku dengan kebrutalan orang-orang itu. Aku mau pergi saja sudah waktunya makan siang," ucap Lexis.
Lexis langsung berdiri dan hendak meninggalkan ruangan segi empat yang tertutup tanpa ventilasi udara itu. Jika tak ada exhaust fan, mungkin mereka akan mati kehabisan napas di sana. Dengan perasaan masih kesal, Lexis mulai melangkah meninggalkan Zeline.
"Hei tunggu aku! Kamu ingin makan enak? Biar aku yang traktir!" teriak Zeline seraya mematikan komputernya.
Zeline segera berlari dan merangkul dengan keras temannya yang sedang merajuk itu. Lexis berusaha melepaskan diri, tapi Zeline malah menggapit lehernya. Mereka pun berjalan keluar, dengan menaiki tangga menuju ke atas.
Zeline Azka Zakeisha adalah gadis berumur 21 tahun. Zeline sebenarnya seorang wanita yang memiliki kemapuan di atas rata-rata, bahkan di dunia hacking dia dikenal dengan julukan The Impossible Hacker. Zeline adalah hacker dengan kemampuan yang mustahil. Semua perangkat lunak yang ada di dunia ini, bisa di hack oleh Zeline dalam waktu singkat.
Meskipun begitu, Zeline lebih suka hidup tenang. Dengan tidak menggunakan keahliannya, untuk mengacau sistem-sistem milik pemerintah atau perusahaan besar. Meskipun baginya itu adalah hal gampang, tapi Zeline lebih suka mencari aman. Karena, dengan begitu kecil kemungkinan dirinya akan ditangkap. Kecuali jika dia punya seseorang yang bisa melindunginya, karena Zeline sering merasa kesal dengan orang-orang besar itu. Tapi itu akan sulit tejadi, karena selama ini dunia Zeline hanya di kelilingi orang-orang biasa yang tidak memiliki kuasa. Seperti saat ini, dia hanya bersama Lexis. Terkadang mereka malah nongkrong, bersama anak-anak jalanan yang bahkan tidak punya keahlian.
Pemerintahan yang sekarang terkenal suka semena-mena, berbanding terbalik dengan pemerintahan yang dahulu yang penuh keadilan. kepemimpinan yang diktator dan apa yang di ucapkan penguasanya, adalah hukum yang harus dipatuhi. Banyak warganya yang ingin kabur, tapi tak pernah berakhir baik. Jika tertangkap maka mereka akan mendapat hukum gantung, yang akan dilakukan di tengah kota. Tujuannya untuk menakuti warga lainnya, agar tidak melakukan hal yang sama.
Jangankan warganya sendiri, bahkan jika ada warga pendatang yang memasuki wilayah kota Ambers tanpa ijin, juga akan mendapatkan hukuman yang sama. Hal itulah yang sering membuat beberapa penguasa dan pengusaha geram, tak ada rasa menghormati dari beberapa orang penguasa zalim pemerintahan. Yang akhirnya, menjadi pemicu wilayah itu sering terjadi pemberontakan dan pertikaian.
Zeline dan Lexis keluar dari lantai basemen, tempat mereka bersembunyi jika sedang bermain dengan komputer mereka. Namun, baru saja mereka melangkah keluar dari pintu rumah milik Lexis. Beberapa orang menghadang mereka, yang tentu saja membuat keduanya terkejut.
"Siapa mereka Zel, apa mereka orang-orang pemerintahan?" tanya Lexis berbisik seraya melangkah mundur.
"Mana aku tau, bodoh. Bukankah kita keluar bersamaan," sahut Zeline melakukan hal yang sama dengan Lexis.
"Nona Zeline, ada harus ikut dengan kami." Seorang pria bertubuh tegap melangkah mendekati keduanya, membuat Zeline dan Lexis kian mundur.
"Si~siapa kalian?" tanya Zeline memberanikan diri.
"Tenang, kami utusan tuan Alvaro. Perkenalkan saya Rafael, orang kepercayaan tuan Alvaro. Kami di minta membawa anda ke tempatnya," jawab pria yang bernama Rafael. Zeline dan Lexis langsung bernapas lega, dan menghentikan aksi jalan mundur mereka.
"Oh, ada apa beliau ingin menemui saya?" tanya Zeline yang mulai berani. Zeline tau betul, jika tuan Alvaro adalah salah satu penguasa dan pengusaha yang terkenal adil dan dermawan. Beliau jugalah yang sering memberontak, jika ada hal ketidakadilan.
"Ikut saja dulu, biar tuan Alvaro sendiri yang menjelaskan." Rafael si pria tegap dengan wajah datar itu pun berbalik, seolah yakin jika Zeline akan mengikutinya.
"Saya tidak mau! Jika tidak dijelaskan lebih dulu, saya tidak akan ikut!" seru Zeline karena Rafael sudah sedikit menjauh.
"Benar, lagipula jika kalian membawa temanku. Tentu saja aku harus ikut," timpal Lexis dengan percaya diri. Rafael langsung berbalik, matanya menatap tajam ke arah Zeline.
"Apa kamu ingin di paksa? Tuan Alvaro tidak akan meminta jika tidak ada kepentingan. Tugas saya pun hanya menjemput!" jelas Rafael penuh penekanan dan dengan tatapan mengancam.
Zeline yang tak ingin ada keributan, apalagi dia tau jika Alvaro tidak akan berbuat jahat. Akhirnya mengikuti Rafael yang langsung berbalik kembali, Lexis tentu saja langsung mengikuti Zeline.
Akhirnya, Zeline dan Lexis menaiki mobil yang di siapkan untuk mereka. Meskipun sebenarnya hanya Zeline yang diundang, tapi Rafael tidak protes saat Lexis ikut naik ke mobil.