Chereads / The Impossible Hacker / Chapter 10 - Membeli Pakaian

Chapter 10 - Membeli Pakaian

Tok ... Tok ... Tok!

"Lexia keluar, kita harus pergi! Cepet buka pintunya, jangan sampai tuan Alvaro menunggu kita!" teriak Zeline mengetok dengan kencang pintu kamar Lexis.

"Ya ampun, gadis bar-bar. Ketok pintu kayak ada maling saja," gerutu Lexis sambil membenarkan celananya saat keluar dari kamar mandi. Lexis pun bergegas menuju pintu dan membukanya, Zeline sudah bertolak pinggang hendak mengomeli Lexis.

"Lama banget sih, kam ... "

"Hust, stop ngomel. Aku tuh dari kamar mandi, harusnya aku yang ngomel karena kamu menganggu kenikmatanku." Lexis meletakan jarinya di bibir Zeline agar Zeline berhenti mengomelinya.

"Bilang dong di kamar mandi, aku pikir kamu tidur. Sudah sana rapiin dandananmu, jangan sampe malu-maluin keluar sama tuan Alvaro. Aku tunggu di depan," sahut Zeline tanpa rasa bersalah.

"Bilang apaan, orang di kamar mandi gimana mau bilang. Ya sudah sana aku mau nyisir dulu, aku ganteng gak mungkin bikin malu." Lexis menyahuti dengan kesal ucapan sahabatnya itu.

Zeline pun melenggang menjauhi kamar Lexis, bibirnya tersenyum menyadari jika dia terus mengomeli Lexis. Lexis keluar dari kamar setelah merasa sedikit rapi, dia pun langsung menyusul sahabatnya yang lebih dulu keluar. Sementara Zeline yang sedang berada di teras, di dekati oleh Alvaro yang baru keluar dari dalam rumah.

"Mana temanmu?" tanya Alvaro.

"Namanya Lexis tuan Alvaro, dia sedang merapikan diri." Zeline sengaja menyebutkan nama Lexis, karena tidak mau jika Alvaro hanya mengingatnya sebagai temannya saja.

"Iya Lexis, ya sudah kita naik ke mobil tunggu dia di sana saja." Alvaro mengajak Zeline untuk menunggu di mobil yang sudah terparkir di depan teras besar rumah Alvaro.

Zeline pun mengikuti Alvaro, tapi dia sedikit bingung apakah dia akan naik mobil yang sama dengan bosnya itu. Zeline hanya diam berdiri sementara Alvaro sudah masuk ke mobil. Alvaro yang heran langsung mengajaknya masuk.

"Hei kenapa bengong, ayo cepat masuk!" ajak Alvaro.

"Saya duduk si sini Tuan?" tanya Zeline.

"Lah iya, mau di mana lagi. Kamu mau naik mobil di belakang? Tapi di sana sudah penuh dengan anak buahku," sahut Alvaro.

"Eh, maaf Tuan. Saya pikir pegawai seperti saya tidak boleh berada di mobil yang sama dengan Anda," sahut Zeline dengan polosnya.

"Aturan darimana itu, sudah naik jangan bicara terus. Tuh temenmu sudah datang," ucap Alvaro menunjuk Lexis yang sedang berjalan mendekat.

"Dia duduk di sini juga?" tanya Zeline sambil naik ke dalam mobil.

"Ya gak, dia di depan sama Rafael. Kalau semua di sini ga penuh dan bikin sesak," sahut Alvaro.

"Oh gitu, Lexis kamu duduk di depan." Zeline langsung bicara pada Lexis sebelum menutup pintunya.

Lexis hanya memberikan jempolnya sebelum fia naik ke kursi penumpang samping pengemudi. Mobil itu memang di kemudikan oleh Rafael sendiri, tapi tetap saja ada pengawal yang bertugas menjaga keselamatan Alvaro.

Rafael pun langsung melajukan mobilnya keluar dari pagar tinggi rumah itu, dia pun menyusuri jalan aspal yang sepi. Karena memang rumah Alvaro cukup jauh dari pemukiman warga lainnya, rumah ini seperti markas persembunyian untuk Alvaro. Karena memang orang-orang tidak tau jika Alvaro memiliki rumah di tempat ini. Karena biasanya Alvaro tinggal di rumahnya yang ada di tengah kota, rumah yang hampir sama besar dengan rumah ini tempat kediamannya sehari-hari.

"Kita ke butik biasanya kan, Tuan?" tanya Rafael.

"Iya ke sana saja, lagian mereka harus mengenakan pakaian bagus dan mahal. Agar mereka bisa di hargai saat nanti mulai kerja di kantor dan pakai itu bisa membuat mereka di segani di sana. Kamu tau sendiri perusahaan kita seperti apa, dengan setelah mahal akan membuat mereka lebih di hormati." Alvaro menyahuti dengan santai apa yang di tanyakan Rafael, meskipun Zeline sedikit tidak suka dengan cara bicara Alvaro tapi ada benarnya.

Akhirnya mereka sampai juga di butik yang memang menjual pakaian berkelas, di mana Alvaro biasa membeli setelan untuknya dan para anak buahnya. Alvaro tidak segan mengeluarkan uang besar, agar anak buahnya tidak di remehkan oleh orang lain.

"Selamat datang, Tuan Alvaro." Salah seorang pekerja di sana menyambut kedatangan Alvaro, tak lama manajer butik langsung berjalan mendekati mereka saat tau siapa yang datang.

"Wah Tuan Alvaro, mau cari pakaian untuk siapa?" tanya sang manajer.

"Carikan pakaian yang pas untuk mereka berdua, satu orang pilihkan 5 setelan. Berikan yang menggunakan bahan terbaik," titah Alvaro.

"Siap, Tuan." Sang pelayan langsung mengajak kedua sahabat itu langsung mencari pakaian yang mereka butuhkan, tentu saja yang sesuai standar Alvaro.

"Silahkan duduk dahulu, Tuan Alvaro. Biar saya siapkan teh untuk Anda," ucap sang manajer.

Varro pun duduk di ruang tunggu di mana di hadapannya adalah sebuah tirai, dimana nanti setelah mereka mencoba pakaiannya maka mereka akan keluar dari sana untuk menunjukannua pada Alvaro. Karena mereka harus mendapatkan persetujuannya untuk memilih apa yang akan mereka beli..

Jadi ini semua yang di pilih?" tanya si pegawai pada Zeline dan Lexis yang sudah selesai memilih.

"Iya, bukankah katanya tuan Alvaro tadi lima?" tanya Zeline memastikan.

"Iya, tapi sebaliknya pilih lebih. Karena kita tidak tau yang mana yang sesuai selera tuan Alvaro," sahut si pegawai.

"Loh, jadi harus persetujuan beliau? Aku pikir hanya menurut selera kami," ucap Zeline sedikit heran.

"Karena biasanya seperti itu, Nona. Tua Alvaro akan menilai pakaian itu setelah di coba nanti," jelas si pegawai tersenyum ramah.

"Oh begitu, jadi saya harus mencoba lebih dulu pakaiannya?" tanya Zeline lagi memastikan.

"Iya benar, Nona. Ayo ikut saya ke ruang ganti, Abangnya juga silahkan ikut saya!" ajak si pegawai butik mempersilahkan.

"Berpakaian saja kita harus diatur ya," bisik Lexis di dekat Zeline.

"Sudah ikuti saja, lagian tidak ada ruginya. Pakaiannya mahal tentu harus yang sesuai dengan seleranya, jika tidak maka akan mengganggu pandangannya. Sudah jangan cerewet," sahut Zeline pelan.

Mereka pun masuk ke ruang ganti masing-masing, Zeline menukar pakaiannya dengan salah satu pakaian yang di pilihnya. Setalah selesai dia pun keluar, si pegawai mengantarkan Zeline untuk keluar tirai agar bisa di lihat Alvaro. Saat Zeline keluar, Alvaro sedikit terkejut karena dia terlihat berbeda saat mengenakan setelan khusus perempuan.

"Berputar," perintah Alvaro. Zeline pun menurut, seperti seorang peragawati dia berputar di hadapan Alvaro.

"Bagaimana Tuan?" tanya si manajer yang sudah selesai dengan tehnya.

"Ambilkan dasinya," titah Varro.

Seorang pegawai lainnya datang dengan membawa deretan dasi yang di pajang, Varro langsung memilih salah satu.

"Ini cocok untuk setelan ini, yang laki-laki dasinya ini." Varro memberikan dasi pada si manajer, yanh langsung di sambutnya.

"Jadi ini deal?" tanya Zeline.

"Ya, ganti yang berikutnya." Alvaro meminta Zeline mengganti dengan pakaian yang lainnya.

Zeline dan Lexis kembali masuk, untuk mengganti kembali setelannya. Varro memberi penilaian untuk semua pakaian, tiga pakaian sesuai seleranya satu pakaian di minta mengganti warna. Sedangkan satu lagi harus di ganti karena Alvaro tidak suk. Berbeda dengan Lexis yang aman dengan semi pilihanny, lima setelan dan lima dasi dibelikan Alvaro. Sampai akhirnya Alvaro setuju dengan pilihan merek.

Setelah membayar, Alvaro mengajak mereka keluar dari butik. Zeline merasa lega akhirnya bisa keluar dari tempat itu, tapi ternyata belum selesai. Mereka harus menuju toko sepatu untuk membeli sepatu yang pas untuk mereka.