"Bi, aku pulang!" seru Zeline saat masuk ke rumah bibinya.
"Dasar anak nakal! Kemana saja kamu semalaman tidak pulang, hah!" bentak seorang perempuan empat puluh tahunan keluar dari arah dapur.
"Zeline cari uang, Bi. Katanya Bibi lagi butuh uang bayar sekolah si Dante," sahut Zeline sambil mengeluarkan uang dari sakunya. Melihat uang yang cukup banyak, membuat sang bibi batal memarahi Zeline dan malah tersenyum.
"Nah gitu, kalau keluar dan sampai lupa pulang. Jangan cuma bawa badan dekilmu itu, kalau begini kan artinya gak sia-sia bibi besarin kamu. Sini uangnya," ucap si bibi langsung merampas uang di tangan Zeline.
"Bibi kalau lihat uang langsung deh baik, padahal dia yang suruh cari uang buat Dante sekolah. Harusnya tanya uangnya dulu, bukan ngomel dulu. Tapi Bi, Zeline ingin bicara sebentar. Ayo duduk dulu!" ajak Zeline sambil menarik tangan bibinya yang sibuk menghitung uang.
"Mau ngomong apaan sih kamu?" tanya si bibi kesal karena merasa terganggu saat menghitung uang.
"Begini, Bi. Apa Bibi tau dengan tuan Alvaro, salah satu pejabat di pemerintahan?" tanya Zeline.
"Oh, yang terkenal baik dan suka membantu orang-orang susah seperti kita. Memangnya kenapa dengan dia?" tanya si bibi menatap Zeline.
"Nah, Zeline tadi diundang ke rumahnya. Terus ditawari pekerjaan di kantornya, gajinya lumayan. Jadi Zeline bisa bantu-bantu Bibi, jadi boleh kan Zeline bekerja di sana?" tanya Zeline pendapat bibinya.
Ya meskipun sang bibi sering bersikap kasar dan keras padanya, Zeline sama sekali tidak pernah dendam padanya. Karena bibinya adalah satu-satunya orang yang mau merawatnya, ketika kedua orangtuanya meninggal. Meskipun hidupnya sendiri pas-pasan, Bahakan Zeline harus berkerja sendiri supaya bisa sekolah. Tapi bagi Zeline, tidak tinggal dijalanan itu sudah cukup. Karena semua yang dimiliki oleh kedua orang tuanya, semua diambil pihak pemerintahan. Karena mereka menganggap kedua orang tuanya adalah pembelot, yang merugikan negara. Hingga apa yang di miliki harus di sita negara, Zeline pun sampai tidak memiliki rumah untuk tempat tinggal.
"Apa kamu yakin ingin bekerja dengannya, bukankah kamu sangat membenci pemerintahan. Karena mereka membuat kedua orang tuamu sebagai penjahat negara, sampai-sampai kamu hampir jadi gembel kalau bukan bibi yang menampungmu. Bahkan kamu kesulitan mencari pekerjaan, karena semua orang takut berurusan denganmu. Apa dia bisa di percaya?" tanya bibi Zeline.
"Bibi tenang saja, Zeline bukan orang bodoh. Jadi pasti bisa menilai seseorang, yang terpenting Zeline akhirnya bisa bekerja untuk pemerintahan meskipun bukan resmi menjadi pegawai pemerintahan. Lebih tepatnya hanya pada orang pemerintahan, siapa tau dengan begitu Zeline bisa menemukan fakta tentang kedua orang tuaku. Lebih bagus lagi sih, kalau bisa menemukan dalang siapa yang sudah memfitnah mereka. Dengan begitu aku bisa membalas dendam pada mereka," jelas Zeline panjang lebar.
"Bibi sih setuju saja, asal kamu jangan melupakan bibi. Tetap beri uang pada kami setiap bulan, bukankah kamu yang meminta Dante untuk sekolah tinggi agar bisa menjadi orang penting. Kalau bukan karena kamu, mana sanggup bibi menyekolahkan dia setinggi itu. Kamu bilang sayang otak Dante yang cerdas itu," sahut si bibi akhirnya setuju.
"Tenang saja, Bi. Tapi aku harus tinggal di sana, jadi aku akan jarang kembali ke sini. Bibi jangan khawatir, aku akan kirimkan sebagian gajiku pada bibi, tapi awasi Dante sungguh-sungguh. Jangan sampai dia melalaikan sekolahnya," sahut Zeline setuju.
"Jadi kami akan tinggal di sana? Kalau soal Dante kamu tenang saja, bibi selalu mengawasinya. Mana mau juga bibi menghabiskan uang kalau dia hanya main-main," ucap si bibi meyakinkan.
Zeline tersenyum dan percaya akan ucapan bibinya, karena Zeline tau betapa perhitungannya sang bibi. Sudah jelas dia tidak akan mau mengeluarkan uang sia-sia meskipun pada anak-anak atau suaminya sendiri. Jadi bisa dipastikan jika dia pasti akan mengawasi putranya itu.
"Ya sudah kalau begitu, Zeline akan mempersiapkan barang-barang untuk di bawa ke rumah tuan Alvaro." Zeline pun berdiri untuk menuju kamarnya, ternyata si bibi mengikutinya sampai ke kamar.
"Kamu jangan lupa sering-sering kabari bibi, biar bibi tau kamu itu masih hidup. Jangan sampai, kejadian kedua orang tuamu terulang kembali. Bagaimanapun, ibumu itu sodaraku. Aku juga merasa kehilangannya saat dia harus di hukum gantung," ucap si bibi terlihat tulus.
"Iya, Bi. Jangan khawatir, tuan Alvaro akan melindungi Zeline di sana. Berbeda dengan ayah dan ibu dulu, yang bergerak sendiri tanpa bekingan. Tapi apa benar ya Bi, mereka tanpa bekingan seberani itu. Tapi jika ada kenapa mereka tidak pernah membicarakannya?" tanya Zeline heran.
"Sudahlah, jangan pikirkan hal itu lagi. Semua sudah berlalu, Bibi juga tidak tau apa-apa. Jadi percuma kamu tanya, apa kamu ingin di bantu?" tanya bibi yang selalu bersikap baik jika sudah mendapatkan uang dari Zeline.
"Iya-iya, Bi. Tidak usah, lagian tidak banyak juga barangku, Bi. Tapi kalau bisa buatkan aku kare daging buatan bibi, aku pasti akan merindukannya nanti." Zeline meminta sang bibi memasak makanan yang terbilang mewah untuk keluarga seperti mereka.
"Alah kamu tuh ya, alasan saja begitu. Bilang saja kamu minta itu biar yang lain ikut makan," celetuk bibi sambil berlalu meninggalkan kamar Zeline.
Zeline tersenyum, karena bibinya bisa menebak apa yang dipikirkannya. Memang benar, dia meminta sang bibi memasak itu untuk adik-adik sepupunya. Sebab, sang bibi tidak akan membuatkan makanan itu jika bukan Zeline yang meminta setelah memberi uang yang cukup banyak. Zeline merasa adik-adik sepupunya, harus memakan makanan bergizi untuk otak mereka. Itu yang selama ini Zeline percayai, karena saat kedua orang tuanya masih ada. Zeline selalu memakan makanan mewah, yang sehat dan bergizi. Itu kenapa dia menjadi sepintar sekarang, hal itu yang ada di pikiran Zeline.
Zeline pun membereskan barang-barang miliknya, terutama barang-barang peninggalan kedua orang tuanya. Karena hanya barang-barang itulah yang berharga menurut Zeline, itu kenapa dia akan selalu membawanya kemana saja. Berhubung Zeline tidak memiliki banyak pakaian, apalagi yang layak. Dia pun hanya membawa beberapa yang masih terlihat bagus, karena selama ini dia juga tidak suka menghabiskan uang untuk membeli pakaian. Menurutnya, pakaian robek adalah hal yang sangat nyaman untuk dikenakan.
"Ayah, ibu, doakan aku dari atas sana ya. Semoga aku bisa bekerja dengan baik, juga mencari tau kebenaran tentang kematian kalian. Aku tidak akan pernah melupakan, bagaimana mereka memperlakukan kalian sampai akhir hayat kalian. Aku pasti bisa menemukan siapa yang bertanggung jawab dan membalas kematian kalian," gumam Zeline saat memegang figura berisi foto kedua orang tuanya dengan dirinya yang masih kecil.