Chereads / The Impossible Hacker / Chapter 6 - Makan Bersama Keluarga Bibi Zeline

Chapter 6 - Makan Bersama Keluarga Bibi Zeline

"Bi, apa sudah selesai masaknya?" tanya Zeline saat menuju dapur.

"Belum, sebentar lagi. Apa kamu sudah mau pergi?" tanya bibi menoleh sekilas pada Zeline.

"Belum sih, Bi. Cuma nanya aja, kali aja mau di bantu gitu. Hehehe," seloroh Zeline.

"Sudah, yang ada makin kacau masakan Bibi kalau kamu bantuin. Duduk saja di sana sudah paling bener," sahut bibi Zeline yang tau jika Zeline tidak bisa memasak. Ya Zeline lebih suka di minta mencari uang, daripada harus memasak di dapur.

"Hehehehe, Bibi nih belum apa-apa bikin down aja. Nih adik-adik belum pada pulang?" tanya Zeline karena belum ada seorangpun adik sepupunya di sana.

"Si Theo udah pulang, dia lagi di kamar ganti pakaian. Paling sebentar lagi ke sini karena lapar, si Dante ada pelajaran tambahan mungkin sebentar lagi pulang. Dhea dan Shena lagi di perjalan pulang," tutur bibi menjelaskan di mana keempat anaknya.

"Oalah, gitu toh. Oh ya Bi, nanti gaji pertama Zeline, tolong belikan Dante laptop ya. Karena jika dia kuliah nanti dia pasti butuh itu," pinta Zeline.

"Iya, pasti akan Bibi belikan. Kan kamu tau sendiri dia sudah lama minta itu, tapi buat apa dibeliin cepat-cepat. Nanti yang ada cuma di buat untuk main-main saja, makanya Bibi sengaja gak mau nurutin dia. Lagian duitnya juga belum cukup," sahut bibi Zeline.

"Siang menjelang sore Ma, Kak Zeline. Wah aroma kare, pasti kak Zeline dapet duit gede lagi ya. Makanya mama mau masakin itu," ucap Dante begitu masuk ke dapur sepulang sekolah.

"Lah kenapa malah kamu duluan yang pulang, Dhea sama Shena mana?" tanya bibi Zeline.

"Liat Kak mengalihkan pembicaraan, biar gak ketahuan habis dapet duit banyak dari Kak Zeline." Dante menggoda sang mama, bukannya menjawab pertanyaannya.

"Dasar ya anak ini, pikiranmu itu ya. Lagian mau Mama di kasih uang banyak apa urusannya buat kamu, lagian itu juga buat kamu nanti. Kamu lupa butuh uang banyak buat kuliah," omel bibi dari Zeline itu.

"Hehehe, ya siapa tau aku di beliin laptop gitu. Kalau Mama dapet duit banyak," sahut Dante sekenanya.

"Enak saja, kuliah dulu baru mikirin laptop. Sudah sana siapin piring masakan Mama sudah hampir selesai," tukas bibi Zeline sewot.

"Ayo Dante, kita siapin piring sebelum panjang urusannya. Kamu doakan saja pekerjaan Kakak lancar, nanti gaji pertama Kakak buat beli laptop kamu. Jadi jangan bahas itu terus sama bibi, tadi Kakak kasih uang buat daftar kuliah kamu. Jadi nanti kuliah yang benar biar bisa jadi orang sukses," ucap Zelin menasehati sambil berdiri untuk menyiapkan piring.

"Lah, memangnya kakak udah kerja? Dimana Kakak kerjanya?" tanya Dante penasaran.

"Mama kamu pulang!" teriak dua suara anak perempuan yang masih usia sembilan dan sebelas tahun itu.

"Duh kenapa suka banget sih teriak-teriak, kalian gak teriak saja Mama bisa lihat. Sana ganti pakaian kalian dan ke sini lagi kalau mau makan, panggil juga kak Theo kalian." Bibi Zeline meminta kedua putrinya itu untuk mengganti pakaian dan memanggil putra keduanya.

"Siap, Ma!" sahut kedua gadis cilik itu bersamaan.

"Kakak akan kerja di salah satu perusahaan milik penguasa sekaligus pengusaha di sini. Tuan Alvaro itu loh, jadi Kakak akan menginap di tempatnya mulai besok. Kamu baik-baik di rumah, sekolahnya makin rajin. Biat Kak Zeline semangat cari uangnya," jelas Zeline setelah kesua putri bibinya masuk ke kamar mereka.

"Lah jadi Kakak gak akan tinggal di sini lagi, sepi dong rumah kita, Kak." Dante sedikit sedih dengan keinginan Zeline pergi dari rumah ini.

"Kan Kakak masih bisa pulang sesekali, jadi kamu yang nurut sama mamamu. Kamu anak tertua di sini, jadi jaga keluargamu dengan baik. Belajar yang rajin jangan suka membantah mama kami," ucap Zeline menasehati.

"Iya, Kak tenang saja. Kakak juga harus jaga diri dengan baik ya. Persaingan bisnis itu benar-benar membahayakan, jadi Kakak jangan lengah. Bekerja untuk perusahaan besar itu tidak mudah," sahut Dante mengingat Zeline.

"Iya, Kakak tau kok. Kamu percaya saja Kakak bisa menjaga diri, yang penting sekarang biaya sekolah kamu terpenuhi, jangan lupa juga untuk belajar biar perjuangan Kakak bekerja tuh gak sia-sia. Kamu juga jangan lupa jaga kekuargamu, jangan hanya sibuk belajar sampai lupa jika punya keluarga." Zeline mengingatkan sang adik sepupu untuk menjaga keluarga sebagai seorang laki-laki sejati.

"Siap, Kak. Aku akan inget pesan Kakak, Ma udah masak belum?" tanya Dante yang memang sudah kelaparan.

"Sudah bawel, nih makan yang kenyang." Bibi mengimeli putramu itu sambil meletakkan mangkuk untuk mereka makan. Zeline memanggil yang lainnya, untuk berkumpul makan siang yang sudah menjelang sore.

"Theo duduk sini," ucap Zeline memanggil sepupunya itu.

"Hemz," sahit Theo ainhkat.

Theo adalah sepupu Zeline yang lebih pendiam, itu kenapa di jarang sekali keluar rumah. Jangankan di rumah, saat semua orang kumpul pun dia jarang ikut.

Theo memang lebih suka berada di rumah, karena dia tidak ingin terjadi keributan jika terlalu sering keluar rumah. Padhal Theo yang malas ngomong, kadang lebih suka mengalah. Mereka pintu berkumpul untuk menikmati makanan istimewa buat bibi Zeline.

"Kakak akan pergi kerja, mungkin tinggal di sana. Jadi kalian harus sering bantui mama kalian, juga jangan bandel. Kakak kerja biar kalian bisa sekolah yang layak, jadi jangan main-main saat sekolah." Zeline menasehati adik-adik sepupunya sebelum mereka makan.

"Siap, Kak!" sahut dua gadis kecil itu bersamaan.

"Kak Zeline mau kerja di mana? Memangnya ada yang mau mempekerjakan kakak?" tanya Theo yang memang selalu jujur tanpa menyaring ucapannya.

"Apaan sih kamu Theo, itu buktinya kak Zeline kerja. Dia juga bisa kerja di perusahaan besar," timpal Dante mengomeli adiknya.

"Ya, aku kan hanya tanya." Dante dengan santainya, tanpa merasa bersalah sama sekali.

"Sudah sana makan, malah debat gak jelas. Mau mama ambil lagi makanannya, kamu juga Theo kebiasaanmu gak berubah. Kapan kamu punya teman kalau bicara seenaknya terus," omel bibi Zeline.

"Aku juga gak butuh teman kok," sahut Theo.

"Kamu tuh kalau diomongin pasti gitu jawabnya, sudah makan semua!" tegas bibi dari Zeline penuh penekanan.

Semua orang langsung berkonsentrasi dengan makanannya, apalagi ini adalah hidangan nikmat yang selalu mereka tunggu. Meskipun mereka hanya bisa memakannya jika Zeline memberikan uang cukup banyak. Karena daging di tempat itu cukup mahal, yang hanya sering di maka. orang-orang berada.

"Kamu mau langsung pergi setelah makan, Zel?" tanya sang bibi.

"Iya, Bi. Istirahat sebentar terus pergi, takutnya sudah di tunggu di tempat Lexis. Tapi Bi, jangan bilang ayah Lexis kalau Lexis kerja di rumah tuan Alvaro. Tau sendiri gimana ayahnya," pinta Zeline.

"Iya kamu tenang saja," sahut bibi Zeline.