"Kenapa? Apa masih kurang?" tanya Alvaro.
"Bukan, tapi apa ini tidak terlalu besar. Kenapa saya malah takut karena gajinya terlalu besar, apa benar pekerjaan ini tidak membahayakan nyawa. Kenapa kami mendapatkan gaji sebesar ini?" tanya Zeline aneh dengan nominal yang di tawarkan Alvaro.
"Hahaha, pikiranmu kejauhan. Mana mungkin saya membayar mahal karena pekerjaan itu membahayakan nyawa, meski tidak di pungkiri setiap pekerjaan bisa berbahaya. Tapi itu nominal yang pantas untuk ilmu yang kamu miliki, karena tidak mudah bagi seseorang untuk memiliki kemampuan sehebat kamu. Pasti kamu pun butuh perjuangan untuk mempelajarinya," sahut Alvaro memberikan alasan.
"Itu mungkin berlaku untuk saya, Tuan. Tapi tidak untuk Zeline yang dilahirkan dengan sudah memilikinya otak cerdas, apalagi kedua orang tuanya ahli komputer. Jadi dia belajar tanpa perlu keluar uang," jelas Lexis.
"Wah pantas saja, kamu sehebat itu. Ternyata memang dasarnya kamu adalah gadis pintar, sudah terima saja imbalan itu. Itu adalah hal yang pantas kalian dapatkan," ucap Alvaro.
"Baiklah jadi kapan kami mulai bekerja?" tanya Zeline.
"Lusa saja kalian mulai bekerja, kalian bisa tinggal di sini. Semua fasilitas akan kami berikan, dari pakaian, makan sampai ponsel keluar terbaru yang canggih. Tidak lupa di kamar kalian akan di sediakan juga seperangkat komputer, jadi kalian juga tetap bisa bekerja dari rumah jika tidak sedang di kantor. Tapi harus ingat jangan pernah melakukan kejahatan apapun lagi," tegas Alvaro menjelaskan semua yang harus kedua sahabat itu lakukan.
"Memang harus tinggal di sini ya? Apa kamu tidak boleh tinggal di tempat sendiri?" tanya Zeline yang merasa kurang nyaman jika harus tinggal di rumah Alvaro.
"Begini, ini untuk keamanan kalian sendiri. Karena kalian, terutama Zeline akan menjadi inti dari proyek keamanan komputer di kantor saya. Jadi jika sampai ada yang mengetahui hal itu, sudah jelas kamu akan di anggap ancaman. Karena sebagian orang-orang yang berkuasa, akan takut kejahatannya terbongkar. Jadi sudah jelas, kelak kamu akan menjadi ancaman untuk mereka. Jadi tidak perlu saya jelaskan alasannya, kenapa kalian saya minta tinggal di sini. Karena kalian pasti cukup cerdas untuk memahami hal itu," sahut Alvaro menjelaskan alasannya.
"Hem, iya benar kata tuan Alvaro, Zel. Jadi sebaiknya kita tinggal di sini saja, tapi aku harus memberitahu orang tuaku dulu. Kamu juga beritahu bibimu jika kita sudah mendapatkan pekerjaan tetap. Supaya mereka tidak cemas jika kita tidak pulang, aku pun ingin mengambil beberapa barang-barangku." Lexis setuju dengan apa yang Alvaro katakan, hanya Zeline yang masih diam.
"Bagaimana Zeline?" tanya Alvaro.
"Baiklah saya setuju saja, tapi saya juga harus ijin pada bibi. Meskipun beliau tidak baik-baik banget, tapi sejak usia 16 tahun beliaulah yang merawatku. Jadi aku harus menghormatinya dan meminta ijinnya," sahut Zeline akhirnya seraya menatap Alvaro dan Lexis bergantian.
"Ya sudah, kalian boleh pulang dan ambil apa yang di butuhkan. Meskipun sebenarnya saya akan menyediakan semuanya, sore ini kalian kalo ke sini. Besok kita membeli apa saja yang kalian butuhkan, sebelum lusa mulai bekerja." Alvaro memberikan ijin pada dua orang yang akan jadi pegawainya itu.
"Baiklah kalau begitu, terima kasih sebelumnya, Tuan Alvaro. Kamu sudah tanda tangan di sana, artinya mulai hari ini kita terikat kerjasama. Mohon bimbingannya pada kami," ucap Zeline dan langsung berdiri.
"Iya sama-sama, silahkan jika kalian ingin pulang lebih dulu. Rafael antar mereka kembali," perintah Alvaro.
"Eh, tidak usah tuan Alvaro. Kami bisa naik taksi atau kendaraan umum saja," ucap Zeline menolak tawaran Alvaro.
"Sudah biar saja Rafael mengantar kalian, karena di sini sulit mencari kendaraan umum." Alvaro langsung memberi kode pada Rafael, agar mengantar kedua orang itu.
Rafael mengangguk, Lexis ikut berdiri. Mereka pun berpamitan lalu meninggalkan ruang kerja Alvaro. Alvaro bernapas lega, akhirnya dia berhasil mendapatkan gadis yang selama ini di carinya. Alvaro juga tau, banyak orang yang mencari keberadaan Zeline, tapi bukan untuk melakukan hal baik. Tetapi untuk sebaliknya, mereka ingin memanfaatkan keahlian Zeline untuk melakukan hal buruk.
Saat mendegar itu, Alvaro langsung meminta Rafael segera mencari keberadaan Zeline. Jadi bukan hanya mendapatkan keahlian Zeline, tapi menyelamatkan Zeline Alvaro sama juga seperti menyelamatkan negaranya. Dari orang-orang yang ingin memanfaatkan keahlian Zeline untuk kejahatan.
"Kita hampir sampai di tempat tadi, apa kamu ingin diantar ketempat berbeda?" tanya Rafael saat mereka hampir sampai di rumah Lexis.
"Tidak, biar saya turun di sini saja. Bibiku bisa mengamuk jika sampai aku diantar pria asing dan bermobil, bisa-bisa aku akan dihukumnya nanti. Tapi bagaimana kami kembali ke rumah itu sore nanti, apa kami boleh menumpangi taksi?" tanya Zeline.
"Baiklah jika kamu ingin hanya di sini saja, soal kembali. ke rumah tuan Alvaro. Biar saya yang menjemput kalian di sini lagi, karena tuan tidak suka jika banyak orang mengetahui tempat tinggalnya. Karena yang orang-orang tau bukan itu tempat tinggalnya," jawab Rafael cepat.
"Ya sudah, kalau begitu jemput lagi kami pukul lima. Terima kasih karena sudah mau mengantarkan kami sampai ke sini," ucap Zeline dan langsung turun.
Setelah Zeline dan Lexis turun, mobil yang di tumpangi Rafael kembali melaju. Zeline dan Lexis menghembuskan napas, seolah merasa lega bisa turun dari mobil tersebut. Wajah datar Rafael cukup membuat mereka tegang, berbeda dengan wajah Alvaro yang lebih ramah.
"Kita ke ATM dulu, kita ambil uang untuk diberikan pada keluargamu juga bibiku. Jadi selama kita pergi mereka tidak akan kekurangan uang, selama ini kan mereka dapat uang dari kita." Zeline langsung mengajak Lexis untuk mengambil uang simpanannya.
"Lebib tepatnya kamu, makanya ibuku tidak keberatan kamu sering ke rumahku. Semoga saja saat aku tidak ada, ayahku berubah sedikit lebih baik. Bisa bertanggung jawab pads anak istrinya," sahut Lexis.
"Kalau begitu jangan beritahu dia, kalau kita akan kerja dengan gaji besar. Kamu cukup bilang hendak kerja saja," saran Zeline sambil menggandeng Lexis menuju pasar yang tidak jauh dari rumah itu.
"Iya aku tau, lagian aku gak bodoh-bodoh banget. Kalau tau aku kerja dengan gaji fantastis, pasti ayahku akan semakin malas dan terus mendesak ibuku untuk meminta uang padaku. Itu ATM-nya, kamu masuk saja aku tunggu di sini." Lexis pun berdiri di depan pintu ATM sementara Zeline masuk ke dalam ruang ATM.
Setelah mengambil sebagian uang yang dia punya, Zeline memberikan sebagian pada Lexus. Meskipun Lexis menolak karena jumlahnya yang besar menurutnya.
"Kenapa banyak sekali?" tanya Lexis.
"Sudah ambil saja, anggap itu uang perpisahan untuk mereka. Kita tidak tau apa yang akan terjadi kedepannya, jadi berikan saja pada ibumu." Zeline menjelaskan sambil memaksa menyodorkan uang untuk Lexis.
"Makasih ya, Zell. Ayo kita pulang!" ajak Lexis.
Kedua sahabat itu pergi meninggalkan tempat itu, Mereka pun berpisah di sebuah persimpangan di mana arah jalan mereka berbeda.