Namaku, GWEN EMERY, aku memiliki seorang kakak laki-laki bernama GERALD EMERY. Emery adalah nama belakang orangtua kandung kami yang meninggal karena kecelakaan.
Kini nama belakang kamipun berubah menjadi DAVIZ, semenjak kami menjadi anak angkat dari pria yang mengeluarkan kami dari penjara.
Singkat cerita..
20 tahun lalu, saat aku masih berusia 9 tahun dan Ge berusia 12 tahun, kami di penjara karena kasus pembunuhan.
Ya.. kami telah membunuh diusia dini. Itulah pertama kalinya kami membunuh seseorang, dan menghilangkan 2 nyawa sekaligus.
Bukan tanpa alasan..
***
Semenjak menjadi yatim-piatu, aku dan Ge mulai di besarkan di panti asuhan, tentu kami cukup bahagia waktu itu meski kami tak memiliki orangtua kandung seperti anak-anak lainnya.
Namun kami tidak sendirian, tidak kesepian.. kami masih bisa tersenyum dan bermain dengan bahagia bersama anak-anak lainnya…
Beberapa tahunpun berlalu, ada sepasang suami istri yang mengangkat kami menjadi anak mereka.
Awalnya hanya aku sendiri, tapi karena aku memohon dan tidak ingin dipisahkan dari kakak ku, mereka pun mengangkat Ge juga sebagai anaknya.
Kami pun di bawa ke daerah yang baru pertama kali kami menginjakkan kaki disana. Perjalanan cukup jauh, dan lokasi juga terbilang terpencil, dimana sepanjang mata memandang, aku hanya melihat rumah mewah ini satu-satunya rumah disini. lainnya hutan, dan danau.
Selama seminggu, kami sungguh di perlakukan dengan sangat baik, di beri makanan enak, dibelikan pakaian mahal dan bagus-bagus, kami juga memiliki kamar pribadi yang cukup luas.
Hingga di suatu malam, aku terbangun karena merasakan sesuatu yang hangat menjalar di sekitar pahaku.
Aku berteriak histeris melihat seorang pria paruh baya meletakkan tangannya disana. Aku berteriak ketakutan, memanggil ibu, ayah dan juga kakak ku.
Terdengar kegaduhan di luar pintu, itu adalah suara Ge "Gigi.. buka pintunya!!!" Pekiknya penuh amarah.
"Ge!!! Tolong aku!!!" Pekikku ketakutan karena pria tua itu mengcengkram kuat tanganku dengan posisi merangkak diatas tubuhku.
"Kakek.. lepaskan!! Jika ayah ibu saya tau.. anda akan masuk penjara" ancamku.. namun ia malah tertawa dengan lantangnya
"Kamu tidak tau… Maria dan Jhon sudah menjualmu padaku, mereka memang tidak pernah mengecewakan, hasil tangkapan mereka selalu memuaskan.." jawabnya.
Sungguh aku bagai mendengar petir menggelegar diatas kepalaku.
Kembali terdengar suara perdebatan orangtua angkatku dengan Ge. Ge berteriak dan terus menyebutkan kata bunuh yang berkali-kali yang tertangkap oleh pendengaranku.
Saat pria tua itu mulai membuka kancing piyamaku, aku melihat kesempatan, sekuat tenaga aku menendang bagian inti selangkangannya, ia tersungkur jatuh di lantai sembari memegangi benda berharga miliknya itu.
Aku berlari sekuat tenaga dan membuka pintu dengan segera, tepat di depan pintu kamarku, ada Maria dan Jhon juga kakakku sedang berdebat.
Aku melihat tangan Jhon meneteskan darah dengan cukup deras, sedang kakak ku memegang dua buah pisau di kedua sisi tangannya dengan erat, dan dengan tangan yang telah bergetar.
Aku yakin Ge sangat ketakutan saat ini, namun ia berusaha untuk berani demi melindungi aku.
Meski terkejut dengan pemandangan yang tak biasa ini, aku tetap mendekat ke arah Ge. "Biarkan kami pergi!!! Sebelum aku menggila!!!" Pekik Ge lagi dengan sangat lantang. Sedang aku hanya bisa menangis dan menggenggam erat kaos belakang Ge…
"Tenang Gi.. ada kakak.. kakak akan melindungimu.. itu sumpahku pada ayah dan ibu" ucapnya.
"Gerald.. taruh pisaunya.. jangan macam-macam.. kamu tidak takut di penjara? Bukan kah dengan begitu kamu malah tidak bisa melindungi adikmu sama sekali nanti?" Ucap pria busuk yg meminta kami memanggilnya dengan sebutan ayah itu.
"Sialan kalian berdua! Bagaimana bisa ada anak lain di rumah ini?! Berarti akan ada saksi mata nanti! Aku tidak ingin terlibat!" Ucap pria paruh baya yang baru saja keluar dari kamar ku, ia masih tampak meringis kesakitan dengan sebelah tangan yang masih memegangi bagian selangkangannya.
"Tenang tuan Tom.. berhubung bocah itu sudah melihat aksi kita, sepertinya pekerjaan kami akan lebih mudah dan lebih cepat.. kami berencana untuk memotong lidahnya kemudian menjualnya ke tuan Bortoly untuk di jadikan budak" jawab wanita paruh baya yang meminta kami memanggilnya dengan sebutan ibu.
"Cih.. bagus..!! Kalau begitu biar aku bantu! Jhon.. kamu cegat bagian kiri, Maria kamu cegat bagian kanan, dan aku akan menyerang dari depan." Perintah si tua Tom pada kedua orang tua angkat sialan itu.
"Gi.. berdiri di belakang kakak.." perintah Gerald dan aku pun menurut
"Gerald jangan main-main, letakkan pisau itu, mau bagaimana pun kalian tetap lah kalah jumlah, kalah kekuatan dengan kami bertiga, jadi dari pada membuang waktu, lebih baik menyerah saja. Lagi pula ayah yakin, kamu tidak akan sanggup menjadi seorang pembunuhkan?" pujuk jhon
"Jika kalian berani.. mari cari tau!!" Tantang Ge dengan wajah garangnya. Tatapan itu tak akan pernah aku lupakan.. dialah kakak sekaligus malaikat pelindung yang terus menjagaku.
Tanpa di duga, karena Ge sibuk melawan Maria dan si tua Tom, aku pun tertangkap oleh Jhon.
Aku berteriak meminta tolong, Ge pun memutar tubuhnya menghadap kearah ku dan berlari mendekat dari arah belakang Jhon, tanpa di duga, Ge benar-benar menusuk Jhon beberapa kali, hingga Jhon pun terjatuh dilantai dan bersimbah darah.
Suasana seketika mencekam, tidak hanya aku yang mematung tak percaya, namun si tua Tom dan Maria pun berekspresi yang sama.
"Gi.. dengar.. kakak terpaksa melakukannya.." ucap Ge dengan wajah menyesal sembari berdiri dan menarik pisaunya dari tubuh Jhon.
Sedang tubuhku mematung memandang ngeri menatap tampilan Jhon yang sudah seperti mayat, dan tubuh Ge yang berubah menjadi merah dari atas kepala hingga kakinya.
Gerald pun berjalan perlahan mendekati ku, sedang aku tanpa sadar memundurkan langkah ku satu persatu memandang ngeri pada tubuhnya yang telah di penuhi oleh darah Jhon.
"Ba.. baik.. aku akan melepaskan kalian.." ucap Maria terbata, Lalu Maria dan Tom berjalan dengan perlahan menuju pintu keluar, dan mereka pun membukakan pintu untuk kami.
Lalu Maria pun keluar lebih dulu dan di susul oleh si tua Tom, lalu Ge merangkul tanganku dan menyuruh ku untuk keluar lebih dulu. Namun aku menolak. Takut kedua orangtua gila itu akan menangkapku, dan Ge pun keluar lebih dulu baru aku menyusul di belakangnya.
Tanpa di duga, si tua Tom malah melompat kearah ku dan menangkap ku, dan membawaku kembali masuk ke dalam rumah terkutuk itu.
Aku berteriak sekencang-kencangnya memanggil nama Ge. Ge pun begitu.. ia menggedor-gedor pintu itu terus menerus namun tak dapat membukanya. Sedang Maria telah kabur entah kemana.
Mungkinkah ini akhir ku?? mendengar Ge yang menangis, tentu aku tak ingin tinggal diam.
Si tua Tom yang tertawa keras karena merasa dialah pemenangnya, sungguh aku tidak bisa terima. Aku melihat celah, ku gigit telinganya hingga putus.
Ia berteriak kesakitan dan melempar tubuhku ke lantai.
Seketika itu aku merasakan jika lengan tanganku patah, namun kebencian dan keinginan bertahan hidupku yang kuat menghilangkan rasa sakit itu bagai tengah menegak morfin.
Aku menyeret tubuhku menjauh dari Tom, tanpa di duga, mataku menatap sebuah Martil yang teronggok di bawah meja Tv.
Aku pun berusaha berdiri sekuat yang aku bisa untuk segera menggapai martil dibawah sana.
Sementara itu, tentu Tom pun mendekat kearah ku.
Ketika tanganku telah menyentuh ujung tangkai martil, aku pun segera mengayunkan ke belakang, mengarah pada si tua Tom yang sudah memegangi kakiku..
=======***=======
Sudah pindah platform
silahkan mampir ke fizzo.. baca gratis sampai end
thankyou