Chereads / My Maid My Lover / Chapter 16 - Misteri rumah tengah hutan

Chapter 16 - Misteri rumah tengah hutan

Kini Anya harus berjalan mengikuti langkah dua laki-laki menyebalkan itu. Pada mulanya ia mengira jika tempat yang akan mereka tuju cukup dekat. Tak sampai membuat dirinya kelelahan seperti ini. Karena jalanan menuju tempat yang tak ia ketahui itu, terjal dan menanjak.

Di belakang dirinya ada pria tua bernama Frans D'Viore, sedangkan sang tuan muda angkuh berada jauh di depannya. Pria itu berjalan biasa saja seolah jalanan ini tak menyulitkan. Anya berpikir mungkin pria di depannya sudah seringkali menginjakkan kaki di area ini. Sehingga membuat pria itu hafal dengan lekuk-lekuk meliuk, jalanan yang rapat dengan banyak pepohonan menjulang tinggi ini.

Anya sudah sangat kelelahan, namun tampaknya tak satupun orang peduli akan dirinya. Mungkin jika ia pingsan, dua pria yang kini bersamanya tak akan segan-segan untuk meninggalkannya di tengah hutan ini. Atau mungkin malah melemparkannya ke bawah tebing curam ini. Ia sudah tak tahan, akhirnya ia bersuara mengatakan kalau ia kelaparan dan kelelahan.

"Apa perjalanan kita masih jauh?" celetuknya dengan nafas tersengal, ia benar-benar tak mampu lagi berjalan, terlebih panas matahari cukup menyengat siang ini.

Pria berpakaian serba hitam di depannya pun hentikan langkah, berbalik dan menatapnya, "lumayan jauh, ada apa?" tanyanya ketus. Ia tampak tak suka saat Anya menanyakan hal tersebut.

"Aku sudah tidak kuat lagi, aku belum memakan apapun sedari pagi. Aku tak mau memaksakan diri, kalau sampai aku pingsan, atau jatuh dan terpeleset ke jurang—"

"Paman, kita istirahat sebentar!" pekik Xav menyela omongan Anya, seraya melambaikan tangan kepada D'Viore.

Frans mengangguk, lalu mengambil sesuatu dari dalam tas yang ia bawa. Sekaleng minuman dan sandwich, "makanlah ini." Dengan amat kasar ia melemparkan makanan dan minuman itu kepada Anya, kalau saja ia tak menangkap dengan sigap, mungkin benda-benda itu akan jatuh ke tanah.

Anya memberengut, seandainya bisa ia tahan, sebenarnya ia tak mau memakan makanan itu. Lebih baik ia kelaparan, akan tetapi dalam keadaan ini ia tak mau mempertaruhkan nyawa. Ia sedang berada didalam perjalanan bersama dua lelaki kejam, terlebih lagi ia harus berjalan diantara tebing yang lumayan curam dan licin. Kalau ia lemas ataupun pingsan bukan tak mungkin ia akan jatuh dan cedera, atau mungkin terperosok ke jurang.

"Paman, aku akan berjalan dulu. Kau disinilah bersama Anya. Cepat susul aku begitu dia selesai makan," kata Xavier yang kemudian lanjutkan perjalanan seorang diri.

Anya yang masih mengunyah roti isi pun, merasa serba salah.

"Tuan muda, jangan, kita harus berangkat sama-sama. Tempat itu sudah tiga tahun tidak ada yang mendatangi, aku takut tempat itu menjadi sarang hewan berbahaya atau apapun. Sebaiknya kau tunggu sebentar," ujar D'Viore, akan tetapi tampaknya Xav tak mendengar atau lebih tepatnya pura-pura tak mendengar.

"Anya cepatlah, kita tidak boleh membiarkan tuan muda kesana sendirian!" D'Viore membentak Anya.

"Sial!" batin Anya seraya membuang sisa roti isi ke tanah. Selera makannya sudah hilang.

"Kenapa kau buang makanan itu?!" pekik D'Viore dengan nada marah.

"Aku tidak jadi lapar! Sekarang biarkan aku berjalan di belakang mu Tuan. Jadi kau bisa mengawasi tuan muda kesayanganmu itu," ucap Anya sinis. D'Viore yang kesal pun menabrak Anya hingga membuat gadis itu jatuh ke tanah, pria itu berjalan cepat menyusul Xav yang sudah berjalan jauh di depan. Dengan sangat terpaksa, Anya pun segera menyusul keduanya, meski sumpah serapah ia nyanyikan dalam hati tanpa henti.

***

Setelah hampir satu setengah jam berjalan kaki, sampailah mereka di sebuah tempat yang terlihat tak terawat. Sebuah rumah kayu kecil di tengah bukit, dikelilingi oleh taman bunga yang tak terawat. Hanya ada bunga liar dan semak belukar, rumahnya pun tampak kumuh, daun kering memenuhi terasnya. Anya cukup kaget melihat ada tempat seperti ini di tengah hutan.

"Rumah siapa ini?" tanya Anya pada D'Viore dengan setengah berbisik.

Akan tetapi pria itu sengaja tak mau menjawab tanya Anya, dia melirik sinis lalu mengabaikannya.

Xav berdiri di depan pintu kayu yang terkunci, gemboknya cukup besar sehingga dari jarak ini gadis itu dapat melihat gembok berkarat itu.

Pria itu memandang nanar benda di depannya, lalu perlahan memasukkan anak kunci ke gembok, dan pintu pun berhasil terbuka.

Ia mendorong pintu perlahan, pemandangan di dalamnya pun terlihat jelas.

"Berikan bunganya," kata Xav tanpa menoleh kepada dua orang di belakangnya.

D'Viore memberikan dua buket bunga dan menyuruh Anya memberikan kepada Xav. Setelah dua buket bunga diberikan, Xav pun masuk ke dalam rumah, lalu menutup pintunya.

"Apa yang dia lakukan di dalam sana?" tanya Anya mengerenyitkan dahi.

"Berkabung," jawab D'Viore.

"Apa ada makam di dalam sana?"

"Itu bukan urusanmu, tugasmu disini adalah untuk menemani dan melayani tuan muda, apa kau paham?"

Anya merasa menyesal sudah menanyakan hal tersebut pada pria tua jahat itu. Padahal tentu saja ia penasaran dengan apa yang ada di dalam rumah tersebut.

Selang kurang dari dua puluh menit, Xav keluar dari tempat itu dengan mata yang terlihat memerah. Anya dapat melihat bekas air mata yang masih membayang di pupil pria itu. Namun, lagi-lagi, ia tak mau bertanya. Dia tak memiliki hak apapun untuk menanyakan sesuatu mengenai tuannya.

***

Suasana malam di rumah kayu pinggir danau ternyata sangat indah. Kebetulan Anya mendapatkan kamar di lantai satu, jadi ia menyempatkan diri untuk menikmati pemandangan danau malam hari sebelum tidur. Lagipula sebenarnya ia tak bisa tidur, kakinya terasa kram sejak sore tadi setelah melakukan perjalanan aneh ke rumah kayu bercat hitam di tengah hutan.

Ia membuat teh Kamomil dan duduk di teras sembari memijit kakinya yang terasa sakit tersebut. Anya dapat merasa sedikit leluasa karena D'Viore tak berada di tempat. Pria tua itu meninggalkan rumah ini sejak jam tujuh malam. Dan tak kembali hingga sekarang waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh. Alhasil di rumah ini hanya ada di dan Xav. Namun, pria itu sudah masuk kamarnya sejak jam delapan usai makan malam.

"Cepat masuk! Ada banyak hewan liar berkeliaran di malam hari, cepat kunci semua jendela dan pintu dan cepatlah tidur."

Sebuah suara mengusik ketenangan Anya. Gadis itu menoleh dan melihat pria tinggi tegap berdiri di depan pintu.

"Aku kira kau sudah tidur," celetuk Anya.

"Kau dapat mendengar ucapan ku dengan jelas kan?" bentak Xav yang tampak sebal dengan Anya yang tak segera beranjak dari duduknya.

"Baiklah, baik aku akan segera masuk, kau tak perlu membentak seperti itu," sahut Anya kesal.

Gadis itupun berdiri, membawa kembali secangkir teh kamomilnya ke dalam rumah.

"Tunggu dulu!" kata Xav sambil hentikan langkah Anya dengan menahan lengan gadis itu.

"Ya? Apa kau membutuhkan sesuatu?" tanya Anya.

"Aku ingin bertanya sesuatu padamu," kata Xav dengan menurunkan intonasi, terdengar ragu-ragu.

Anya mendekatkan wajah ke arah Xav, seraya mengernyitkan dahi.

"Apa kau pernah jatuh cinta?" tanya Xav tiba-tiba. Kontan pertanyaan itu membuat gadis pelayan tertawa keras terbahak.