Xerena Roseanne pun berdiri hendak meninggalkan meja makan, tapi sesaat sebelum itu ia mengatakan bahwa ingin berbicara secara pribadi dengan masing-masing dari calon istri dari cucu-cucunya.
"Selena temui aku di ruang tengah setengah jam lagi. Dan kau, Anya, datanglah setelah aku selesai dengan Selena," tegas wanita tua itu.
Anya terkesiap, ia tak siap akan hal ini. Xav menyahut dengan cepat, "Anya akan menemui mu, Nek."
Roseanne tersenyum lalu tinggalkan meja makan.
***
"Apa yang harus ku katakan kepada Nyonya Roseanne jika ia menanyakan tentang keluarga ku? Tentang diriku?" Anya meracau penuh rasa panik.
"Ssst ... pelankan suaramu. Jangan sampai orang lain mendengar percakapan kita, ingat bahkan dinding-dinding di rumah ini pun punya telinga," bisik Xav mendekati Anya seraya menatap iris mata coklat milik gadis mungil di depannya.
"Katakan saja sejujurnya, tentang dirimu. Tak ada gunanya juga kau menutupi tentang jati dirimu, nenekku pasti akan mendapatkan informasi lengkap tentang dirimu. Ia hanya perlu menyuruh salah satu anak buahnya untuk mencari tahu tentangmu," jelas Xav yang justru membuat Anya semakin tegang.
"Santai saja," kata Xav sembari memainkan jemarinya di rambut Anya yang terurai. Kini keduanya berada di kamar pribadi Xav yang terletak di lantai tiga.
"Bagaimana kalau nenekmu menanyakan dimana kita pertama kali bertemu? Dan bagaimana kita bisa bertemu?" Anya membelalakkan matanya lebar-lebar, membuat pria di depannya kini tersadar bahwa ada satu masalah besar mengenai hal ini.
"Sial! Kenapa hal ini tak terpikirkan olehku?!" Xav mengumpat pada dirinya sendiri.
"Sudah ku duga, kau tak memikirkan semua ini matang-matang. Bagaimana kau mau meyakinkan nenekmu kalau hal seremeh ini saja tak terpikirkan olehmu," Anya berjengit dan bermaksud meninggalkan kamar besar itu.
"Tunggu dulu!" Xav menahan gadis itu.
"Aku ada ide," kata Xav sambil menaikkan salah satu alisnya.
Xav pun membisikkan ide tersebut kepada Anya. Gadis itu memberengut tapi setelah berpikir sejenak bahwa tak ada hal yang lebih masuk akal dari itu, ia pun setuju dengan ide Xav.
***
Beberapa menit yang lalu, Angel mengetuk pintu kamar Xav, untuk memberitahu Anya bahwa kini tiba gilirannya untuk menghadap nyonya besar Roseanne Dmitry.
Siap tidak siap, Anya harus maju. Mau tidak mau ia harus mau, karena ini adalah konsekuensi dari perjanjian yang telah ia sepakati dengan tuan muda gila.
Anya bertemu muka dengan Selena, calon istri dari Noah. Ternyata wajah manis dan ramah tadi hanya polesan, karena saat bersitatap dan Anya mencoba menyapa gadis itu malah melengos. Sengaja membuang muka, dan enggan berinteraksi dengannya.
"Sombong sekali!" batin Anya mengumpat.
Ia menghela nafas panjang sebelum melangkah masuk ke ruang tengah, ia sangat tegang sekali. Serasa seperti seorang terdakwa yang menghadapi jaksa penuntut umum.
Wanita itu sedang duduk santai sambil menghadap laptopnya saat Anya masuk ke ruang tengah. Ia lalu mempersilakan Anya duduk di depannya.
"Apa kau gugup Nona Smith?" tanya Roseanne.
"Iya nyonya, aku merasa gugup." Anya menjawab pertanyaan itu dengan sangat jujur.
"Pantas saja tangan mu terasa dingin saat bersalaman denganku. Hummm ... santai saja, kau tak usah gugup. Aku hanya akan menanyakan beberapa hal saja." Anya pun mengangguk seraya menyunggingkan senyum paksa.
"Apa kau sudah lama mengenal cucuku?" tanyanya. Anya mengedipkan mata beberapa kali, otaknya seperti lagging saat pertanyaan itu keluar dari bibir nenek Xavier.
"B—belum, Nyonya. Baru beberapa bulan saja," kata Anya.
"Oh ya pesta pernikahan seperti apa yang kau impikan, aku sengaja menanyakan ini padamu agar aku bisa mempersiapkan semua secara sempurna."
Anya terdiam sejenak, ia tak segera menjawab, ia sedang mengingat bagaimana pernikahan Emily berlangsung. Saat itu ia sadar bahwa ia tak menyukai kemeriahan fana, saat pesta usai tantangan hidup yang sebenarnya dimulai.
Ia ingat betul bagaimana pertengkaran besar terjadi antara Emily dan suaminya hanya selang sehari setelah pesta meriah pernikahan. Dari hal itu ia belajar bahwa pesta pernikahan meriah tak ada hubungannya dengan keharmonisan kehidupan rumah tangga sepasang suami istri.
"Aku mau sederhana saja, cukup pemberkatan gereja dan catatan sipil. Sebenarnya aku tidak menyukai pesta Nyonya. Bukan, tentu saja bukan karena aku meragukan anda, tapi memang aku tidak ingin pesta mewah untuk pernikahan. Aku hanya ingin pesta sakral saja," jelas Anya panjang lebar.
"Lalu siapa yang akan kau undang?"
"Tidak ada, aku tidak punya keluarga," Anya mengatakan jawaban itu dari hatinya. Sejak sang ayah menjual dirinya, sejak hari itu pula ia memutuskan untuk tak mengakui siapapun sebagai keluarganya.
"Benarkah?" Roseanne mengernyitkan kening.
"Tapi, dari informasi yang ku dapatkan, kau masih punya ayah dan dia masih hidup."
Anya tercengang sesaat, ia cukup takjub saat mendengar ucapan wanita itu. Roseanne begitu cepat mendapatkan informasi mengenai dirinya.
"Dia tidak pernah merawatku, ayah dan ibuku telah lama bercerai. Ibuku sudah meninggal dan sejak hari itu aku tak punya siapa-siapa lagi, Nyonya. Lebih tepatnya tak ada satupun orang yang peduli apakah aku hidup atau mati."
Roseanne menatap Anya lekat-lekat, ia lalu mempersilakan gadis itu meminum tehnya, sebelum melanjutkan ke pertanyaan selanjutnya.
"Dimana kalian pertama kali bertemu?"
Tepat sekali dugaan Anya, wanita tua di hadapannya itu pasti akan melontarkan pertanyaan ini.
"Di kampus."
"Apa kau juga berkuliah di tempat yang sama dengan Xavier?" Roseanne mengerutkan dahinya yang penuh dengan lipatan tanda penuaan.
"Tidak, aku hanya tukang sapu disana. Maksudku aku bekerja sebagai petugas kebersihan lepas disana. Aku hanya datang tiga kali seminggu, dan terkadang —"
"Sudah, sudah cukup. Aku mengerti, jadi pertanyaan selanjutnya adalah ... " Roseanne tak segera melanjutkan kata-katanya. Wanita itu tersenyum misterius lalu, mengambil secangkir teh di hadapannya lalu menyesap isinya perlahan. Anya merasa terintimidasi dengan cara wanita tua itu memandang dirinya kini.
"Apakah kau mencintai cucuku?" tanya wanita tua itu dengan nada yang tak biasa. Sangat berbeda dengan nada bicara yang sebelumnya.
"Kenapa anda menanyakan hal itu Nyonya? Apa anda takut aku tidak mencintai cucu anda?" Entah nyali darimana Anya dapatkan, tiba-tiba saja mulutnya mengucapkan kata-kata yang terkesan berani itu. Roseanne tampak cukup kaget dengan jawaban retoris Anya.
Roseanne mengangkat salah satu sudut bibirnya.
"Apa kau tahu, apa akibatnya jika ada orang yang berani mempermainkan anggota keluarga ku?"
Anya mengangguk, "aku tidak cukup bodoh itu melakukan hal itu, Nyonya."
"Kalau kau menikahi cucuku hanya untuk mendapatkan harta darinya, maka sebaiknya kau enyah dari rumah ini sekarang." Roseanne mengeluarkan selembar cek yang belum diisi pada Anya.
"Kau bisa mengisinya dengan nominal berapapun, sesukamu. Dan kau bebas, kau tak perlu berpura-pura mencinta atau menikahi cucuku, kalau memang hanya uang itu yang kau inginkan."
Anya menatap selembar cek yang belum diisi nominalnya tapi telah ditandatangani itu. Ia lalu tanpa basa-basi menggeser benda tipis itu ke arah Roseanne, mengembalikan sembari berkata.
"Cinta dari cucu anda lebih berharga dari benda ini, maaf anda bisa menawarkan hal ini kepada yang lain."