Setelah acara kegiatan pertama selesai yaitu mengumpulkan bendera yang berlogo sekolah dan di menangkan oleh kelompok melati, suara kemenangan di teriakan oleh kelompok itu untuk membuat yang lainnya merasa iri. Tetapi tidak untuk Diga, karena menang atau kalah ia hanya ingin tetap pulang.
Acara kedua yaitu bermain lumpur kegiatan yang ini seperti para tentara yang sedang melakukan pelatihan. Namanya latihan dopper yang dimana mengharuskan para prajurit untuk merangkak di atas lumpur dengan jarak tertentu. Katanya kegiatan ini untuk melatih mental dan fisik para anggota, padahal seharusnya tidak perlu seperti ini fisik dan mental akan bisa terasah dengan sendirinya.
"Kelompok mawar dan kelompok sakura," ucap pembawa acara dengan microphone seadanya memanggil kedua kelompok itu.
Kai langsung melirik ke arah kelompok mawar yang salah satu anggotanya adalah Diga.
"Sudah siap semuanya?"
"Ready? Go!" ucap pembawa acara dengan semangat.
Diga yang kala itu masih merasakan sakit di punggungnya berusaha untuk mengikuti rangkaian acara tesebut. Terlebih melihat Kai yang sangat semangat mengetahui bahwa lawannya kali ini adalah Diga, si cupu dan tentu saja paling tidak suka dengan permainan kotor.
Kai langsung merangkak dengan semangat, Diga di sebelahnya juga tidak ingin kalah tetapi di tengah perjalanan Diga semakin merasakan sakit di punggungnya sehingga ia memelankan kegiatan merangkaknya ini. Kai yang mengetahui dari raut wajah Diga langsung mempercepat merangkaknya untuk segera bertanya kepada Diga.
Setelah peserta yang lain dipanggil oleh pembawa acara, Kai menghampiri Diga yang sedang membersihkan tubuhnya.
"Ada apa?"
"Maksudnya?"
"Nggak usah sok di tutupin. Gue akan marah banget kalo lo sakit tapi malah dipaksain kayak gini, cuma karena nggak mau ngerepotin orang lain," ujar Kai dengan nada yang tinggi.
"Nggak apa-apa gue."
"Ga, nggak semua hal harus lo tutupin atau paksain. Kalo lo sakit gue bisa bilang sama kak Rio biar lo di tenda aja. Lo tuh kebiasaan sukanya nyiksa diri sendiri cuma demi kebahagiaan orang lain," ucap Kai ketus.
Punggung Diga semakin memar dan lukanya semakin terbuka lebar membuat ia seolah tidak bisa menahan rasa sakitnya lagi, tidak sadar Diga mengelus punggungnya seperti memberi petunjuk kepada Kai bahwa ia sedang sakit.
Kai langsung membuka baju Diga sedikit untuk mengetahui apa yang terjadi pada punggungya.
"GA? LO GILA? INI KENAPA? PARAH BANGET LUKA LO UDAH KEBUKA LEBAR BANGET!" Kai histeris karena melihat lukanya. Tanpa pikir panjang Kai langsung berlari untuk memberi tahu kepada tim medis untuk segera mengobati luka yang ada di punggung Diga.
Setengah jam sudah tim medis mengobati luka Diga, akhirnya ada kesempatan untuk mereka berdua mengobrol di dalam tenda.
"Kok bisa sih sampe kayak gitu? Kayaknya kemarin berangkat nggak ada apa-apa? Ibu udah tau kalo punggung lo kayak gitu?"
"Enggak," jawab Diga singkat.
"Terus itu kenapa punggungnya?" Diga tidak menjawab berusaha untuk mengalihkan pembicaraan.
"Ga, gue tanya itu kenapa? Lo jawab atau gue akan pergi dari sini!" ancam Kai.
Diga langsung menjelaskan perihal keributannya dengan Dimas pada malam itu.
"Jadi sebenernya…,"
Kembali kemalam sebelumnya, Dimas yang tiba-tiba saja menghampiri Diga dengan penuh amarah yang ada di dalamnya langsung menjorokan Diga ke arah selokan yang ada di dekat perkemahan.
Dimas mendorong Diga dengan kekuatan yang sangat kencang membuat Diga tidak bisa berdaya apa-apa, tanah yang becek kali itu membuat dirinya berlumurah tanah. Tanpa pamit Diga langsung berdiri dan meninggalkan kerusuhan itu.
"Gitu, Kai," ucap Diga setelah menjelaskan semuanya dengan nada yang sedikit ketakutan akan Kai yang akan memarahi Dimas.
"Gila?! Cuma gara-gara pembimbing lo si Rara terus lo dianggap mau ngambil cewenya? Nggak bisa di diemin ini!" ucap Kai.
Diga langsung memegang tangan Kai dengan kuat untuk menahan amarahnya, karena ia tahu sahabatnya ini jika marah sudah pasti akan meledak-ledak apalagi melihat sahabatnya yang diperlakukan seperti ini.
"Ga. Lo tuh mau diem aja udah di bully kayak gitu? Lo jangan terus-terusan jadi orang yang diem aja kalo di jahatin! Udah gue mau pergi nyari Dimas," ucap Kai.
Diga sudah tidak kuasa menahan amarah Kai karena ia langsung pergi dan mencari Dimas.
Ini bukan pertama kali bagi Diga yang hanya diam saja ketika di bully seperti itu, kebaikannya sering kali di manfaatkan oleh orang lain, ketulusannya yang sering di permainkan dan rasa empatinya terhadap sesama sering di manfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Kai menatap nanar ke arah luar tenda, matanya sibuk mencari keberadaan Dimas untuk memberi pelajaran kepadanya bahwa tidak semua orang harus menerima kemarahannya terlebih sampai melukai seperti ini.
Baru beberapa langkah Kai keluar dari tenda ia sudah menemukan Dimas sedang bercengkrama dengan anggota OSIS lainnya, Kai dengan kemarahan sudah menjalar langsung mendatangkan Dimas.
"Permisi, kak. Boleh ngomong sebentar?" ucap Kai masih sopan.
Dimas dan teman lainnya langsung melirik Kai dengan tatapan yang sinis terlebih ada Dinda saat itu yang juga ikut mengobrol.
"Untuk apa? Disini aja," jawab Dimas.
"Kenapa kakak semalem bisa berbuat kayak gitu sama Diga? Hah? Kenapa kak?" ujar Kai dengan nada yang tinggi.
Dimas langsung memasang muka kebingungan karena ia tidak menyangka akan seperti ini.
"Maksud lo apa?"
"Masih nanya maksud gue apa? Lo udah nyakitin sahabat gue tau nggak!"
"Halah. Gue nggak ada urusan ya sama lo, temen lo yang ke ganjenan deketin pacar gue Rara! Jadi gue bisa kasih pelajaran sama dia kayak gitu! Wajar lah!" ucap Dimas lebih kencang suaranya dari pada Kai. Semua mata tertuju kepada mereka berdua karena hanya Kai yang berani dengan Dimas.
"Lo seenaknya kayak gitu! Jangan mentang-mentang lo ngerasa bahwa diri lo adalah kaka kelas dan anggota OSIS bisa bertindah seenaknya! Sekarang lo harus minta maaf sama Diga!" ucap Kai membalas perkataan Dimas suaranya lebih keras sehingga sekitar terdengar.
Dimas sudah melayangkan tangannya untuk menampar Kai tetapi itu semua di tangkis oleh Nanang yang tiba-tiba saja datang.
"Lo, Mas. Nggak ada bedanya sama pecundang kalo nampar dia sekarang," ucap Nanang seperti pahlawan kesiangan.
Dimas hanya menatap Kai dengan tatapan penuh dendam lalu pergi meninggalkan kerumunan.
Diga yang baru saja sampai setelah mengejar Kai, melihat Nanang yang sedang menepis tangan Dimas langsung terdiam seperti tertampar oleh keadaan ia merasa bahwa dirinya tidak pernah menjadi pahlawan seperti itu selama ini pasti selalu Kai yang membelanya dalam keadaan apapun.
"Udah. Lo balik ketenda ya! Bersihin semuanya," ucap Nanang.
Kai langsung membalikan badannya dan melihat Diga yang ada di belakang langsung ia tarik untuk mengikutinya ke tenda.