Chereads / Gadis Bisu: Jerat CEO BDSM / Chapter 30 - MERASA PANAS

Chapter 30 - MERASA PANAS

"Aku tidak mau mandi dengan Kakak!" ucap Te Ressa protes dengan wajahnya yang masih cemberut membuat Ben Eddic tak bisa menghentikan tawanya.

"Kau tidak mau? Kenapa ...?"

"Pokoknya aku tidak mau! Aku tidak mau tidur sama Kakak lagi!." Te Ressa masih saja cemberut dan menundukkan kepalanya.

Ben Eddic hanya terkekeh melihat aksi protes yang dianggap lucu bagi Ben Eddic. Entah kenapa walau pun Te Ressa sedang marah pun, semua itu terlihat lucu Ben Eddic. Ben Eddic berenang mendekati Te Ressa. Sedikit mendongak untuk menatap Te Ressa. Ben Eddic berada tepat di depan Te Ressa dan mengangkat wajah Te Ressa. Ben Eddic yang memegangi pipi Te Ressa, merasakan hangat dari pipinya karena tubuh Te Ressa begitu hangat.

Terlihay wajah kesal Te Ressa namun entah bagi Ben Eddic itu menambah keimutan Te Ressa. "Hei ... maafkan aku, hm. Jangan bersikap seperti ini padaku. Aku tidak suka jika kau mengacuhkan aku. Kau tahu, aku tak pernah seperti ini sebelumnya walau pun aku memiliki banyak kekasih dan mantan. Tolong jangan acuhkan aku dan jangan menghilang dari penglihatanku. Paham?"

Te Ressa mengangguk paham. "Kalau begitu, bantu aku keluar dari kolam renang, hm," ucap Ben Eddic yang mengulurkan tangannya dan Te Ressa pun meraihnya. Te Ressa akhirnya berdiri dan berusaha menarik Ben Eddic untuk naik ke tepi kolam.

Ben Eddic mengumbar smirk kali ini.

Entah apa yang ia pikirkan. Ia bahkan tidak berusaha untuk naik ke tepi kolam. Ia hanya menatapi Te Ressa dari kolam yang masih berusaha untuk menariknya naik ke tepi kolam.

"Kakak ... kau berat sekali!"

"Aku berat? Itu hanya perasaanmu, Baby," ucap Ben Eddic yang masih menarik ujung bibirnya. Ketika Te Ressa masih berusaha menarik Ben Eddic, Ben Eddic pun memegangi tangan Te Ressa dan menariknya masuk kedalam kolam.

"AAAAAAA!!!" Te Ressa masuk kekolam renang dan Te Ressa berusaha menggerakkan tubuhnya namun sangat sulit. "K ... Kakak."

Ben Eddic dengan sigap memegangi tubuh Te Ressa, menahannya dan membawa tubuhnya ke permukaan. Te Ressa terbatuk-batuk ketika ia sudah berada di permukaan. Te Ressa merengkuh leher Ben Eddic dan meletakkan kepalanya di bahu Ben Eddic. Te Ressa masih terbatuk karena terminum air kolam.

Ben Eddic mengusap kepala Te Ressa dan membawa tubuh Te Ressa ke sudut kolam, mengukung dan menahan Te Ressa disudut kolam.

"Hei Baby, kau baik-baik saja?" tanya Ben Eddic yang melihat Te Ressa terbatuk dan berusaha menarik napas sebanyak mungkin. Ben Eddic mengusak rambut Te Ressa dan mengusap punggungnya.

"K ... Kakak! Kau jahat sekali. Aku tidak bisa berenang. Tapi kau menarikku ke kolam," ucap Te Ressa yang memukuli dada Ben Eddic berkali-kali dan menahan tangisnya karena dadanya terasa sesak.

Ben Eddic terkekeh ringan dan mengecup kening Te Ressa. "Maafkan aku Te Ressa. Aku hanya sengaja membawamu ke kolam. Aku tidak bermaksud membuatmu sakit. Maafkan aku, ya?"

"~ uhukk!"

"Sudah merasa baikan? Kau baik-baik saja?" tanya Ben Eddic yang terlihat khawatir dengan Te Ressa yang sejak tadi hanya menunduk.

Te Ressa hanya mengangguk pelan. Kedua tangan Te Ressa kini berada di kedua bahu lebar Ben Eddic. "K ... Kakak ...."

"Hm? Apa Baby?"

"Bisakah kita naik? Aku kedinginan," ucap Te Ressa lirih. Ben Eddic segera mengiyakan permintaan Te Ressa dan mengangkat Te Ressa naik ketepi kolam.

***

Te Ressa duduk bersila di tepi kolam renang dibalut dengan handuk kering yang Ben Eddic berikan untuknya. Ben Eddic duduk di samping Te Ressa dan seakan tak ada jarak di antara mereka. Kaki Ben Eddic berada di dalam kolam dan mengayunkan kakinya di dalam air.

"Kakak ...."

"Hm?"

"Kenapa kau memanggilku .... Baby? " tanya Te Ressa polos yang menatap langit malam.

"Karena kau adalah Babyku. Kesayanganku!" jawab Ben Eddic to the point yang sukses membuat Te Ressa menolehkan kepalanya menatap Ben Eddic.

"Aku? Kesayanganmu, Kakak? Kenapa kau bisa menganggapku seperti itu?"

Ben Eddic menatap Te Ressa serius dan sejenak terdiam. "Aku tidak bisa menjelaskannya Tae. Entah kenapa aku selalu merasa aku membutuhkanmu walau pun kau memiliki kekurangan. Seperti segala sesuatu yang aku cari, semuanya ada padamu. Kau tahu? Semenjak kita pertama kali bertemu, aku terpesona dengan kedua bola mata yang berbeda warna itu. Hatiku bergetar ....

... aku merasa bahwa aku ... aku harus menyayangimu. Setiap hari bahkan setiap waktu aku merasa ingin selalu di dekatmu. Aku ingin jujur padamu, Te Ressa, kalau aku memang jatuh cinta padamu. Aku ... aku tidak bisa menyembunyikannya lagi. Bolehkah aku malu pada diriku sendiri? Aku menyembunyikan perasaanku dibalik sifat kasarku ....

... kau tahu? Aku sempat tidak bernapas ketika melihatmu tersenyum. Aku tidak pernah bisa berhenti tertawa ketika melihatmu malu-malu di hadapanku. Aku ingin berteriak ketika aku pertama kali mendengar suaramu. Dan aku ... aku ... aku ... memiliki kecanduan untuk merasakan kecupan lembut ketika bersamamu."

Te Ressa mematung ketika mendengar pengakuan Ben Eddic. Ia seakan tak berkutik pada beberapa menit berikutnya. Ia bahkan membeku di tempat dan seakan dirinya melayang entah kemana. Ia tak bisa menyadarkan dirinya bahwa Tuan Muda alias Kakaknya mengatakan pengakuan bahwa ada seseorang yang mencintainya.

Te Ressa salah tingkah dengan dan tak tahu harus berkata apa. Ia bingung dengan kata-kata yang lewat dalam pikirannya.

"Te Ressa ...."

Te Ressa menoleh dan mendapatkan Ben Eddic memegang tangannya. Ben Eddic mendekatkan wajahnya dan kali ini kembali mengecup bibir tipis Te Ressa. Te Ressa tidak lagi kaget ketika Ben Eddic kembali mengecupnya. Sudah terhitung 3 kali Ben Eddic mengecupnya.

Te Ressa bahkan tidak bisa menyangkal bahwa ia juga menyukainya. Te Ressa menyukai Jika Ben Eddic mengecupnya dengan lembut. Te Ressa memejamkan matanya dan membalas kecupan Ben Eddic. Sapuan demi sapuan membuat Ben Eddic semakin menipis jarak mereka. Ben Eddic mengelus pipi Te Ressa dan meletakkan tangan Te Ressa pada pinggangnya.

Ben Eddic menekan tengkuk leher Te Ressa untuk memperdalam kecupan itu. sapuan lembut pada kedua bibir itu, gigitan lembut dan lidah yang beradu membuat kecupan itu semakin lama semakin menuntut. Tangan Te Ressa bahkan mengusap dan mengelus pinggang dan naik ke punggung Ben Eddic.

Te Ressa menggeram ketika Ben Eddic mulai memasukkan tangannya pada kaos yang Te Ressa kenakan. Ben Eddic mengelus perut rata Te Ressa dan merengkuh pinggangnya.

Geraman dan desauan ringan tercipta di antara keduanya. Hingga akhirnya, Ben Eddic berinisiatif melepaskan sapuan itu ketika merasa Te Ressa meremas pahanya begitu kuat. Te Ressa kehabisan napas. Dan segera menarik udara sebanyak mungkin.

"Kau meremas pahaku kuat sekali, hm," ucap Ben Eddic yang melihat tangan Te Ressa masih berada di pahanya.

Te Ressa segera menarik tangannya dari paha Ben Eddic dan menunduk. "M-maafkan aku Kakak. Aku tidak bermaksud begitu."

Ben Eddic terkekeh dan mengusap-usap kepala Te Ressa. "Tidak apa-apa Te Ressa. Aku juga tidak akan marah. Tapi sebelum itu aku ingin bertanya padamu."

Te Ressa mengangkat kepalanya dan menatap Ben Eddic. "Aku merasa aku harus dan harus menyayangi dan mencintaimu. Bolehkah aku memintamu untuk bersamaku sampai kapan pun?"

"M ... Maksud Kakak?"

"Jadilah milikku, Te Ressa Graham!"