"T-tapi.... "
"Tidak ada kata tapi, Te Ressa Klein. Sekarang duduk atau aku akan menghukummu!" Te Ressa mengerucutkan bibirnya, dan memasang puppy eyes yang tertangkap oleh Ben Eddic. Ben Eddic mencoba menahan dirinya membiarkan Te Ressa berbalik ke meja dan duduk menunggunya.
Sekitar 20 menit , Te Ressa hanya duduk dan menatapi punggung lebar dan tegap Ben Eddic. Te Ressa bosan. Te Ressa bahkan menopang dagunya berkali-kali, menidurkan kepalanya di atas meja dan sesekali memainkan sendok dan garpu di atas piring.
Yang lebih parah, Ben Eddic sangatlah peka. Ketika Ben Eddic mendengar decitan kursi yang bergeser, tanda bahwa Te Ressa akan berdiri, Ben Eddic segera menginterupsi pergerakan Te Ressa.
"Kembali duduk, Baby dan jangan pergi ke mana pun!" begitulah kata Ben Eddic. Te Ressa merosot dan kembali duduk dikursi.
"Kakak ~ aku bosan. Aku mau keluar rumah," rengek Te Ressa yang sudah merasa bosan level atas.
Ben Eddic menoleh dan menahan tawanya ketika mendapati Te Ressa merengut dengan wajah cantiknya itu. "Kau tidak ingat? Kau tidak boleh keluar rumah kalau tidak bersamaku. Kalau aku tidak ada, kau dilarang untuk keluar rumah ini walau pun hanya sebentar. Paham?"
"Aish~ Kakak pelit!" ucap Te Ressa yang masih saja merengut dan kemudian menidurkan kepalanya di atas meja makan. Ben Eddic hanya terkekeh mendengar rengekan kecil Te Ressa yang baru kali ini ia dengar.
Setelah makanan siap, Ben Eddic segera kembali ke meja makan dan menikmati sarapan paginya dengan Te Ressa. Ben Eddic sudah banyak melewati waktunya untuk sarapan pagi di atas meja makan. Ia sangat ingat kapan terakhir ia sarapan dan makan malam di atas meja makan di rumahnya yakni malam sebelum ibunya pergi dari rumah.
Namun saat ini Ben Eddic dapat merasaka kembali rasanya "rumah" di dalam hatinya. Ben Eddic tak akan melewatkan waktunya bersama dengan Te Ressa-nya.
***
Ben Eddic membukakan pintu mobil untuk Te Ressa dan Te Ressa pun masuk ke dalam mobil sedan hitam milik Ben Eddic. Ben Eddic mengitari mobil dan masuk di bagian kemudi mobil. Ben Eddic memakai safety belt dan siap menyalakan mesin mobil.
Namun, Ketika Ben Eddic menoleh menatap Te Ressa yang seakan mengagumi seisi mobilnya, Ben Eddic melihat bahwa Te Ressa belum memakai safety beltnya. Ben Eddic pun dengan inisiatif mendekatkan tubuhnya dan memakaikan safety belt pada Te Ressa.
Te Ressa sedikit terperanjat ketika Ben Eddic sontak mendekatkan tubuhnya memasangkan safety belt. Semoga Ben Eddic tidak mendengar detak jantung Te Ressa saat ini. Tatapan Te Ressa terlihat gelisah seraya mengigiti bibirnya, ketika Ben Eddic yang sedang memasang safety beltnya terus memandangnya tanpa teralihkan oleh apa pun.
"Jangan mengigiti bibirmu seperti itu, kau bisa terluka karena terus mengigitinya," ucap Ben Eddic yang memberikan sentuhan kecil pada bibir Te Ressa, agar Te Ressa menghentikan aksi 'menggoda' dengan mengigiti bibirnya. Ben Eddic mendekatkan wajahnya dan bahkan hidungnya telah bersentuhan dengan Te Ressa.
Tubuh Te Ressa menegang ketika Ben Eddic mulai merengkuh pipinya dan sedikit memberikan kecupan kecil di hidung Te Ressa.
"K ... Kakak."
"Sstt~ jangan berkata apa pun sayang. Kali ini aku akan membuatmu merasa nyaman dan merasa selalu ingin dekat denganku. Aku akan mengubah takdir kita!" Ben Eddic tersenyum smirk penuh kemenangan ketika Te Ressa mengangguk. Ben Eddic pun menjauhkan tubuhnya dan mulai mengendarai mobilnya.
***
Dan di sinilah mereka. Cherry Blossom Festival Lantern.
Setelah memarkirkan mobil, Ben Eddic dan Te Ressa pun segera menuju venue dimana akan diadakan festival besar. Te Ressa tak bisa untuk tidak mengagumi tempat festival itu. Lentera gantung, lampu hias yang digantung di sebuah pohon cherry dan kios-kios kecil yang menjual makanan dan pernak-pernik festival.
Te Ressa hanya mampu mengucapkan "wow" "daebak" "wuhh" "uwu" "kiyowo" "wih"
Ben Eddic yang mendengar hal itu hanya terkekeh geli mendengar kekasihnya itu tak henti-hentinya mengucapkan kata-kata penuh kagum aka tempat festival yang bisa dibilang romantis. Ben Eddic berjalan berdampingan dan merangkul pinggang Te Ressa.
"Kau suka, Baby?"
Te Ressa mengangkat tangan dan tersenyum. "Suka sekali Kakak. Terima kasih sudah membawaku kesini"
"Hmm, apa pun itu semuanya untuk Te Ressa Klein seorang," ucap Ben Eddic yang mengusap rambut belakang Te Ressa.
Ben Eddic pun mengajak Te Ressa berkeliling. Makan bersama, menaiki beberapa waGi Selle yang mengasikan, membeli permen kapas, membeli kembang api dan duduk bersama menikmat malam yang dihiasi oleh lampu gantung.
"Kau menyukai jalan-jalan malam ini?"
Te Ressa mengangguk dan tersenyum. "Sangat Kakak. Seumur hidupku, aku tidak pernah ada yang mengajakku ke tempat seperti ini. Ayahku selalu melarangku keluar rumah, paman dan saudara sepupuku tidak pernaj mengajakku jalan-jalan dan mengurungku di gudang jika ada tamu yang berkunjung ke rumah karena mereka menganggapku anak aneh dengan keadaan mataku yang berbeda warna ini," ucap Te Ressa yang mengunci pandangannya pada lampu gantung warna warni itu.
Ben Eddic merasa dadanya sesak. Ia teringat akan masa kecilnya yang juga pernah dikurung di dalam gudang selama pertengkaran ayah dan ibunya.
"Apakah aku ini aneh, Kakak?"
"Hey, Baby, kau tidak aneh. Kau istimewa. Kau berbeda dari yang lain ...," ucap Ben Eddic yang mengangkat tangannya dan sontak mengusap rambut Te Ressa. "Jangan pernah menganggap dirimu serendah itu Te Ressa. Kalau ada orang yang merendahkanmu aku akan membunuhnya."
Te Ressa menoleh dan terkekeh mendengar kata-kata Ben Eddic yang terasa hangat di telinganya. "Terima kasih banyak Kakak. Aku tahu kau orang baik. Terima kasih sudah mau menjaga orang sepertiku."
"Kau bicara apa Te Ressa Klein!" Ben Eddic terkekeh dan mengacak rambut Te Ressa.
"... Itu sudah menjadi tugas dan kewajibanku untuk menjaga seorang Te Ressa Klein. Kau harus selalu di bawah pengawasanku. apa pun yang kau lakukan, aku harus mengetahuinya bahkan kau mandi pun aku harus tahu, Baby, jadi semua yang kau lakukan harus dengan izinku. Paham?"
Te Ressa hanya menahan tawanya mendengar ucapan Ben Eddic yang terdengar protektif padanya. "Iya Kakak, aku paham tapi ...."
"Tapi apalagi?"
"Kenapa ketika aku mandi kau juga harus tahu?" tanya Te Ressa dengan wajah polosnya.
Ben Eddic mendekatkan wajahnya dan menatap Te Ressa. "Perlukah aku menjelaskan lebih detail lagi untuk kegiatan di kamar mandi, Baby?"
Te Ressa langsung memalingkan wajahnya menghindari kontak mata dengan Ben Eddic. "E-eung ... Tidak. Tidak usah Kakak," ucap Te Ressa yang seketika menggeleng kepalanya.