Chereads / Gadis Bisu: Jerat CEO BDSM / Chapter 39 - PEMBELAJARAN WANITA JAHANAM

Chapter 39 - PEMBELAJARAN WANITA JAHANAM

Ben Eddic kembali menggenggam tangan Te Ressa semenjak keduanya keluar dari kamar Ben Eddic. Te Ressa saat ini masih tetap malu jika digenggam oleh Ben Eddic, karena semua asisten rumah tangga akan melihatnya bahkan akan membicarakan hal buruk tentangnya.

Namun Ben Eddic? Mungkin hanya dia sejak tadi hanya tersenyum sendiri seperti orang gila. Ya mungkin Ben Eddic sudah dimabuk oleh Cinta pada Te Ressa.

Hingga mereka sampai di lantai dasar, suara yang sangat Ben Eddic kenal menginterupsinya.

"Ben Eddic? Kau tidak sarapan?" Ya itu suara Nyonya besar di rumah itu.

"Untuk apa kau mengurusi aku sudah makan atau belum? Urus saja dirimu sendiri," ucap Ben Eddic dingin yang kemudian kembali melanjutkan langkahnya dan membawa Te Ressa bersamanya.

"Bukankah Te Ressa harus bekerja pagi ini?" sahut Je Ssica lagi.

"Bukan urusanmu, Sundal!" balas Ben Eddic sarkas namun ia masih melanjutkan langkahnya tanpa berhenti.

"Sialan Kau, Ben," Batin Je Ssica yang mengepalkan tangannya ketika Ben Eddic membalas ucapannya begitu sarkas.

***

Mobil Ben Eddic menepi dan berhenti di depan sebuah cafe pastry and pasta. Mata Te Ressa seketika berbinar dari dalam mobil ketika melihat nama toko itu.

"Wahhh, kita akan makan di sana, Kak?" ucap Te Ressa yang bahkan terlalu antusias hingga lupa melepaskan seat beltnya.

"Iya, Baby, ayo seorang kita turun," ucap Ben Eddic yang kemudian melepaskan seat belt Te Ressa. Tanpa aba-aba, karena terlalu antusias, Te Ressa langsung membuka pintu mobil dan keluar dari mobil.

"YEAY!!! Makan pie apel," ucap Te Ressa melompat kecil dan mengangkat kedua tangannya. Ben Eddic hanya tertawa ketika ia keluar dari mobil. Ben Eddic mengitari mobilnya, dan merangkul pinggang Te Ressa.

"Kau bahagia sekali, Baby, ayo masuk ke dalam. Kau boleh pesan apa pun yang kau sukai."

"Wahhh!! Benarkah, Kak," ucap Te Ressa tersenyum lebar dan kemudian mengecup pipi Ben Eddic. Te Ressa melangkah mendahului Ben Eddic masuk kedalam cafe itu. Ben Eddic tak henti-hentinya tertawa pagi ini akibat tingkah lucu Te Ressa.

Makan pagi ini sangatlah berharga untuk Ben Eddic. Bagaimana tidak? Te Ressa melahap semua makanan yang ia pesan. Ben Eddic selalu memperhatikan .....

Bagaimana rongga mulutnya mengunyah makanan

Bagaimana lidahnya menyapu bibir merahnya

Bagaimana tangannya memotong dan memilah-milah makanannya

Bagaimana lehernya memperlihatkan tegukan demi tegukan air yang melewati kerongkongannya

Bagaimana Te Ressa menyeka bibirnya setelah minum

Dan ....

Bagaimana Te Ressa menyapu jari-jemarinya di dalam mulut

"Benar-benar sialan kau, Ben Eddic." Ben Eddic pun merutuki dirinya karena ia merasa di bawah sana telah mengeras ketika Te Ressa memperlihatkan bagaimana ia menyapu da mengemut jari-jemarinya bekas cream pie apel yang ia pesan.

Ben Eddic menelan air liurnya dan memalingkan wajahnya. Ia tak tahan lagi. Tidak mungkin ia melakukan 'memuaskan diri sendiri' di toilet. Ben Eddic menarik gelasnya dan meminum segelas jus jeruk yang ia pesan barusan.

"Kak ...."

"Hm?" ucap Ben Eddic yang kini menatapnya. Ia sedikit melamun dan terpana pada kepolosan Te Ressa.

"Terima kasih untuk makan pagi ini. Aku sangat suka semuanya. Semuanya enak. Dan terima kasih untuk ---"

"Hey, Baby, kau tidak perlu berterima kasih. Sudah seharusnya aku membahagiakanmu. Kau pantas mendapatkannya!" balas Ben Eddic dengan senyum sumringah menunjukkan lengkungan kecil di kedua pipinya.

Ben Eddic mengulurkan tangannya dan menyeka ujung bibir Te Ressa. Te Ressa sedikit tersentak ketika ibu jari Ben Eddic menyentuh dan mengelus ujung bibirnya dan berakhir di pipinya. Te Ressa merona dan tersenyum malu walau pun Ben Eddic sering memberikan sentuhan kecil, namun Te Ressa selalu merona karena sentuhan Ben Eddic terasa lembut di kulitnya.

Setelah selesai makan, Ben Eddic menggandeng Te Ressa keluar dari cafe tersebut dan mengantarkan Te Ressa kembali kerumah.

Ben Eddic memarkirkan mobilnya di halaman utama. Sebelum turun, entah dorongan darimana, Te Ressa mencondongkan badannya dan mengecup pipi Ben Eddic.

"Selamat bekerja, Kak. Sayang Kakak," ucap Te Ressa semangat dengan senyum manisnya. Ben Eddic seketika mematung ketika ia dikecup dan diberi semangat oleh, Baby boynya. Tolong sadarkan Ben Eddic untuk bernapas. Bahkan Ben Eddic masih mematung ketika Te Ressa telah turun dari mobilnya. Ben Eddic baru tersadar setelah pintu mobil dimana Te Ressa turun terdengar.

"Tuhan, aku bisa gila dan aku tidak ingin mati muda hanya karena Te Ressa bersikap manis dan lucu seperti itu. Mungkin waktuku akan ku habiskan bersamanya nanti," ucap Ben Eddic dengan senyum gilanya dan kemudian memutar arah kemudinya menuju kantornya.

Namun ....

Ketika mobil pribadi Ben Eddic akan keluar dari gerbang, ada sosok yang tiba-tiba berdiri di dekat gerbang menghalangi jalan keluarnya. Ben Eddic sontak menginjak rem dan bingung dengan apa yang di lakukan sosok yang sangat dikenal Ben Eddic itu.

"BEN EDDIC! AKU INGIN BICARA PADAMU! SEKARANG JUGA!!!"

"Wanita bodoh." Ben Eddic akhirnya turun dari mobil dan berdiri di samping mobilnya."Kau mau apa?"

"AKU INGIN BICARA PADAMU! SEKARANG JUGA DI SINI!"

"Gi Selle bodoh. Kau mau apalagi? Ingin aku mencampakkanmu untuk ke sekian kalinya? Apa kau tidak punya harga diri?" ucap Ben Eddic datar.

"Katakan padaku, kau punya hubungan apa dengan si tuli itu? Kau menggendongnya, kau mengajaknya makan di atas meja makan keluargamu, kau memanjakannya, bahkan kau berkecupan dengannya. Kau membiarkannya mengecupmu? Dulu kau tidak pernah mau aku kecup, Ben!!" ucap Gi Selle yang kemudian melangkah mendekati Ben Eddic.

Ben Eddic berdecih kesal. Ia terkekeh meremehkan Gi Selle. "Bodoh. Bodoh. Bodoh dan bodoh. Menurutmu aku dan Te Ressa itu apa? Jelas saja adalah pasangan kekasih. Kau buta? Perlu aku mengoperasi matamu? Atau kau juga tuli? Kasian," ucap Ben Eddic meremehkan.

"Tapi kenapa, Ben?! Kau memilih anak itu? Kau tidak ingin kembali padaku atau mengembalikan masa lalu kita? Lupakan Te Ressa! Dia tidak pantas untukmu!!!"

PLAKKKKKK!!! PLAKKKK!!!

Ben Eddic menampar Gi Selle. Namun kali ini tamparan itu bukan hanya sekali tapi dua kali. Gi Selle berteriak kesakitan. Ia menangis ketika Ben Eddic seketika menarik rambutnya..

"Kau juga ikutan tuli? Aku sudah pernah bilang kan? Jangan pernah meremehkan atau merendahkan Te Ressa apalagi di hadapanku bodoh!! Tahu apa kau soal pantas dan tidak pantas? Sudah berulang kali aku katakan, kalau aku tidak suka diatur apalagi urusan Cinta. Aku memilih Te Ressa, karena aku yakin dia tidak akan serendah dan sebiadab dirimu. Kau sama saja seperti A Qilla," ucap Ben Eddic yang kemudian menghempas tubuh Gi Selle, namun Gi Selle tidak sampai terjatuh.

"Selama ini kau menganggap aku apa Jae? Kita dulu saling mencintai kan? Apa kau tidak ingat? Kau bahkan mengecupku dan kita pernah tidur bersama. Aku tidak melupakan masa-masa itu, Ben, walau pun ---"

"Hentikan semua omong kosongmu. Aku memang pernah melakukan itu tapi kau sendiri yang merusaknya bodoh!! Kau sendiri kan memutuskan hubungan di depan umum dan mempermalukanku. Kau mengatakan jika aku anak di luar nikah! Kau yang sialan Gi Selle! ...

"... Lalu kau menyuruhku untuk menonton adegan bercintamu dengan Mark Twan, kakak tingkat kita itu. Karena dia lebih kaya kan, huh?! Wanita biadab kau! Aku menyesal menerimamu jadi asisten rumah tanggaku. Lebih kau jual dirimu saja menjadi Sundal. Kau lebih cocok!!"