Chereads / Gadis Bisu: Jerat CEO BDSM / Chapter 37 - TERBARING TAK BERDAYA

Chapter 37 - TERBARING TAK BERDAYA

Te Ressa melakukan semua tugasnya dengan baik. Setelah kejadian tadi pagi, Mo Nica mengerti apa yang harus ia lakukan. Ia hanya menugaskan Te Ressa pada pekerjaan-pekerjaan kecil saja. Dan kali ini tugasnya menjemur dan mengambil jemuran yang telah kering. Selagi Te Ressa sibuk mengumpulkan selimut dan beberapa serbet lainnya, Te Ressa dikagetkan dengan suara teriakan yang memanggil namanya.

"TE RESSA GRAHAM!!"

Te Ressa menoleh dan mendapati Nyonya Besar ada di ambang pintu belakang dan tengah bersedekap dada, melipat kedua tangannya.

"Iya? Ada apa, Nyonya?" tanya Te Ressa yang kemudian datang mendekati Je Ssica.

"Taruh semua selimut itu dan ikut aku." Te Ressa mengangguk dan kemudian menaruh semua selimut dan serbet di sebuah keranjang dan mengikuti Je Ssica.

Je Ssica membawanya ke kamar pribadinya dan memberikan beberapa totebag padanya."Sekarang kau harus ikut denganku dan membawakan semua barang belanjaanku. Paham?"

"T-tapi, Nyonya, saya---"

"Tidak ada kata tapi. Ikuti perintahku atau kau akan dipecat," kata Je Ssica yang memberi peringatan dan ancaman. Terpaksa Te Ressa pun mengikuti perintah Je Ssica. Te Ressa pun mulai mengganti pakaiannya dan mengikuti Je Ssica ke sebuah Mall untuk berbelanja, dan Te Ressa pun mengekori Je Ssica dari belakang. Beberapa toko sepatu, pakaian dan perhiasan. Dan semua barang itu Te Ressa yang harus membayar dengan 'black card' Jo Nathan yang diberikan Je Ssica dan Te Ressa juga yang membawa barang belanjaan itu.

Beberapa jam telah berlalu, hingga menunjukkan pukul 17.00. Te Ressa dilanda kelelahan dan kelaparan. Je Ssica bahkan hanya memberinya minum. Te Ressa hanya diizinkan untuk makan di rumah. Dan kini ia hanya menunggu Je Ssica selesai makan di sebuah restaurant.

Kepala Te Ressa terasa pusing dan berat kali ini. Perutnya telah kembali lapar. Jika Ben Eddic tahu ia kelelahan, ia pasti akan kena amarah Ben Eddic. Namun Te Ressa berusaha untuk kuat sampai di rumah. Namun sayangnya, Je Ssica masih harus mengajaknya berjalan lagi ke beberapa toko. Te Ressa merasa kakinya akan putus kali ini. Namun ia harus kuat sampai di rumah.

Malam sudah menghampiri, dan waktu sudah menunjukkan pukul 18.30. Hampir setengah hari Te Ressa mengekori Je Ssica ke mana pun dengan membawa semua barang belanjaannya. Hingga akhirnya Je Ssica memutuskan untuk menyudahi jalan-jalannya hari ini dan kembali pulang.

Sesampainya di rumah, Je Ssica tak henti-hentinya menyuruh Te Ressa. Kali ini, Je Ssica menyuruh Te Ressa untuk menaruh semua barang belanjaannya di kamar dan menyiapkan air panas untuknya. Te Ressa mengiyakan semuanya dan melakukan semua perintah Je Ssica. Ditambah Gi Selle juga menyuruhnya untuk menyiapkan makan malam.

Sepertinya Ben Eddic akan marah besar kali ini.

***

Pukul 21.30

Ben Eddic memarkirnya mobilnya dan segera turun dari mobilnya. Ia bergegas masuk ke dalam rumah hanya untuk melihat Te Ressa tersayangnya. Dengan cepat Ben Eddic mengambil langkah besar menuju kamar pribadinya. Namun yang dicari malah tidak berada di kamarnya.

"Baby? Te Ressa? Baby Te Ressa? Kittyong? Kau di mana? Daddy's here, Baby," ucap Ben Eddic masih dengan senyum di wajahnya, ia melepaskan jasnya, menggulung lengan kemejanya, mengeluarkan bawahan kemejanya dari celananya, melonggarkan dasi dan melepaskan 2 kancing teratas. Tak ada suara yang menyahut panggilannya. Ben Eddic mencoba mencari ke ruang ganti pakaian? Nihil. Kamar mandi? Nihil. Balkon? Nihil. Dan setiap sudut ruangan ia tidak menemukan Te Ressa. Padahal Ben Eddic sudah berpesan, jika jam Ben Eddic pulang, Te Ressa harus ada di kamarnya. Namun sekarang di mana Te Ressa?

Tanpa babibu, Ben Eddic pun beranjak membuka pintu namun ia menemukan Gi Selle di sana.

"Mau apa kau?"

"Kau mencari Te Ressa?"

"Iya tentu saja. Minggir dari hadapanku. Aku tidak ingin bertemu denganmu," ucap Ben Eddic yang seketika mendorong tubuh Gi Selle dan beranjak keluar dari kamarnya.

"Kau masih peduli pada anak itu? Anak yang tidak pernah diharapkan kelahirannya," ucap Gi Selle yang berhasil membuat Ben Eddic menghentikan langkahnya dan berbalik menatapnya.

"Jangan sekali-kali kau merendahkannya dengan mengatakan hal buruk itu!" ucap Ben Eddic dingin.

"Itu memang kenyataan Ben Eddic!!" ucap Gi Selle yang kemudian melangkah mendekati Ben Eddic. "Dia tidak pantas untukmu. Dia itu anak cacat yang seharusnya tidak dilahirkan sama sekali!"

PLAKKKKK!!!!

Ben Eddic menampar pipi Gi Selle begitu kuat, hingga menimbul berkas darah di ujung bibir Gi Selle. Ben Eddic geram kali ini. "Tahu apa kau soal pantas tidak pantas? Yang menentukan dia pantas atau tidak itu aku bukan kau, Sialan! Lebih baik aku tidak usah mengizinkanmu bekerja di sini daripada kau terus menerus mengangguku, Sialan!!"

"Ben Eddic!! Aku masih mencintaimu!"

Ben Eddic menghela napasnya dan kemudian menjambak rambut Gi Selle dan menariknya begitu kuat. "Dengar Sundal, bahkan kau lebih rendah daripada Te Ressa. Mungkin setara dengan A Qilla atau pun nyonya Iblis berdada besar itu. Kau masih mencintaiku atau tidak, aku tidak peduli. Apa pun yang lakukan sekarang tidak akan mengubah masa lalu. Jadi aku ingatkan sekali lagi, hatiku semuanya untuk Te Ressa Klein bukan untuk siapa pun apalagi untukmu," ucap Ben Eddic yang kemudian menghempaskan badan Gi Selle ke lantai dan melenggang pergi meninggalkannya.

Ben Eddic menuruni tangga dan mencari keberadaan Te Ressa saat ini. Ia melihat tidak ada Mo Nica, ketika Ben Eddic baru tiba, Mo Nica baru saja keluar bersama Ba Rack untuk ke supermarket. Ia lupa menanyakan keberadaan Te Ressa saat ini. Alhasil, ia harus mencarinya sendiri. di rumahnya yang super besar dan megah. Bahkan Ben Eddic telah mencari sampai di halaman belakang dan gudang namun tak menemukannya.

Ben Eddic berhenti sejenak seketika ia teringat akan satu tempat yang belum ia cari.

Kamar pembantu milik Te Ressa.

***

Langkah besar Ben Eddic membawanya ke depan semua kamar yang selama ini tidak pernah ia datangi. Kamar pembantu berada di dekat pintu belakang. Ben Eddic berdiri di depan pintu itu. Ia mengetuk pintu berkali-kali namun tak ada jawaban. Hingga akhirnya, Ben Eddic memutuskan untuk membuka pintu kamar itu.

"Te Ressa? Baby? Kau di dalam?" ucap Ben Eddic yang perlahan membuka pintu kamar itu. Lampu kamar itu cukup terang hingga, Ben Eddic dapat langsung melihat ada sosok yang terbaring. Itu Te Ressa. Te Ressa tidur menyamping, hingga tangannya terjuntai ke lantai. Ben Eddic segera mendekat dan mendapati wajah pucat Te Ressa.

"Te Ressa? Oh Tuhan! Ada apa denganmu?"