Chereads / Mira & Geng / Chapter 23 - Santi Protes

Chapter 23 - Santi Protes

'Santi sama Tika mau nggak, ya, diajak ngaji bareng?' Mira bertanya dalam hati.

Dia tidak yakin kedua sahabatnya mau diajak mengaji. Akan tetapi, bukankah setiap kebaikan patut untuk dicoba?

Setelah melepas gamis pemberian Laksmana dan menggantinya dengan pakaian santai, Mira segera pergi ke rumah Tika dan Santi untuk menyampaikan ajakan dari Laksmana.

"Apaaa! Ngaji?" pekik Santi saat mendengar ajakan Laksmana melalui Mira.

Mira mengangguk, lantas pandangannya beralih ke arah Tika yang melongo usai mendengar kalimat sang ketua geng.

Santi menatap sang sahabat, tak percaya. Tangannya menyentuh dahi Mira, untuk memastikan kalau sang ketua geng tidak sedang mengalami demam.

"Nggak panas, kok," gumam Santi, lirih.

"Elu nggak lagi kesambet, 'kan, Mir?" lanjut Santi.

"Heh! Sembarangan. Masa orang ngaji dibilang kesambet. Entar kualat, lu!" tegur Mira.

Tika dan Santi saling pandang. Dengan isyarat, memajukan sedikit wajah, mereka saling bertanya.

"Sorry, Mir, gue nggak mau!" tegas Santi.

Tika serba salah. Jika dia mengikuti Mira, Santi pasti akan marah. Dan jika dia mengikuti Santi, tentu timbul rasa tidak enak. Gadis yang super baperan itu jadi dilema.

"Tolong jangan buat saya memilih satu di antara kalian berdua! Saya mau kita sama-sama, bertiga, seperti biasanya," rajuk Tika.

Dipandanginya Santi dan Mira secara bergantian. Tika tak bisa memutuskan, harus memilih siapa. Keduanya adalah sahabat terbaik, dan yang paling dia sayangi.

Mendengar perkataan Tika, tak ayal hati Santi dan Mira merasa tertohok. Dalam hati mereka berdua menyesali apa yang terjadi. Namun, masing-masing memiliki pendirian yang kuat. Santi ingin tetap seperti biasanya, sedangkan Mira ingin berubah. Ya, walaupun perubahannya karena demi Laksmana.

Cairan bening sudah menggenang di sudut mata Tika. Dia sungguh mengalami perang batin yang hebat. Lebay memang. Tapi, begitulah Tika. Menanggapi segala sesuatu dengan perasaan.

"Saya pingin, sih, ngaji. Tapi ...."

Tika tak melanjutkan kalimatnya setelah melirik ke arah Santi yang melotot tajam. Gadis yang super baperan itu paham apa arti tatapan Santi yang menghujam. Dia tidak ingin Tika mengikuti Mira.

"Lu ikut gue, Tik! Kita akan tetap jadi Geng Mirasantika yang seperti biasanya." titah Santi. Suaranya yang sangat tegas sontak membuat Tika tak lagi membantah.

Mira menghela napas. Gadis urakan yang selalu membuat onar itu berusaha tetap tenang. Di dalam kepalanya, kata-kata Laksmana selalu terngiang, hingga bisa menahan emosinya saat menghadapi sikap Santi.

Kedua sahabatnya menyadari betul perubahan pada diri Mira. Karena biasanya, Mira tak pernah mau dibantah dan selalu memaksakan kehendak. Dan kedua sahabatnya itu akan selalu mengikuti apa yang menjadi kemauan ketua geng mereka.

Santi tidak pernah suka atas perubahan sikap Mira. Dia tidak ingin Geng Mirasantika berubah. Gadis itu ingin tetap seperti biasanya, sembrono, urakan, semaunya, bebas tanpa aturan, dan melawan siapa saja yang berani macam-macam terhadap mereka.

"Kalau kalian nggak mau, gue nggak akan maksa, kok," pungkas Mira dengan senyum tersimpul di bibirnya.

Tika menatap Mira. Air matanya yang semula menggenang, kini mengalir dengan deras.

"Mir ... saya ...." Tika mulai sesenggukan dan tak mampu berkata. Ya, sebaperan itu si Tika.

"Udah, Tik, nggak usah nangis, ih. Lebai amat, sih!" sembur Santi, geram.

Bukan diam, tangis Tika justru bertambah kencang. Bahunya berguncang. Air mata mulai bercampur dengan ingus yang ikut keluar.

Tak tega melihat Tika menangis demikian sedih, Mira menyentuh dengan lembut bahu gadis yang super baperan itu untuk menenangkan.

"Udah, Tik. Nggak apa-apa, kok. Meskipun kalian nggak ikut ngaji sama gue, kita tetap geng! Kita itu sahabat rasa saudara, Tik. Cup cup, udah, ya, jangan nangis lagi," hibur Mira.

"Gue ngerti perasaan elu, San. Kita tetap geng, oke!" Mira beralih kepada Santi.

Diraihnya tubuh Santi dan Tika, dan dipeluk kedua sahabatnya itu. Lalu, Mira pergi dengan perasaan yang dia sendiri tak tahu apa itu.

Lepas isya, Laksmana telah menunggu Mira di pos ronda. Tak butuh waktu lama bagi pemuda tampan itu dalam menunggu gadis itu. Mereka bergegas pergi ke tempat pengajian. Namun, baru setengah perjalanan Mira berhenti.

Perasaan takut, malu, dan entah apa lagi, bercampur aduk. Tiba-tiba saja Mira merasa gugup.

"Mas, aku nggak jadi ikut, deh. Lain kali aja, ya," mohon Mira.

Laksmana tersenyum. Dia tahu apa yang dirasakan oleh gadis yang mulai mengisi hatinya itu. Pemuda itu telah bertekad, akan membuat Mira berubah, pelan-pelan.

"Nggak pa-pa, Mir. Kan, ada saya. Kalau ada yang macam-macam sama kamu, nih ... bakal hadapi saya!" seloroh Laksmana sembari menepuk dadanya.

Mira terkekeh melihat tingkah Laksmana. Senang, terharu, gadis itu melambung tinggi mendapat perlakuan yang begitu manis dari Laksmana. Sesuatu yang sangat Mira syukuri.

Mereka berdua melanjutkan perjalanan dengan langkah perlahan, dalam diam. Lima menit kemudian, Mira dan Laksmana sampai di lokasi pengajian.

Rumah yang menjadi tempat pengajian belum ramai. Baru beberapa orang yang datang. Laksmana mengajak Mira untuk masuk, dan menempati ruangan khusus untuk perempuan, sementara Laksmana duduk di dekat pembatas yang memisahkan antara tempat perempuan dan tempat laki-laki.

"Nggak usah takut, ya. Saya duduk dekat kamu, kok. Tenang aja." Laksmana sedikit menjulurkan kepala ke arah Mira yang duduk dengan perasaan tak menentu.

"Mir! Kamu nggak pingsan, 'kan?" goda Laksmana karena Mira hanya diam saja.

"Ish! Apalah Mas Laksmana ini. Aku lagi nervous, nih. Jangan digodain, dong," rajuk Mira sembari cemberut.

Laksmana tertawa tertahan. Dia tak ingin menarik perhatian para jamaah laki-laki yang sedang mengobrol.

Para jamaah perempuan belum ada yang datang. Mira masih duduk sendirian. Laksmana lalu memutuskan untuk menemani. Mereka mengobrol hingga satu per satu semua jamaah pengajian remaja berdatangan dan memenuhi ruangan.

Setelah ruangan tempat khusus perempuan penuh, Laksmana bergeser ke sisi lain dan meninggalkan Mira yang wajahnya tampak pucat karena gugup.

Dih, ketua geng bisa nervous juga?

Pembawa acara membacakan rangkaian acara. Dimulai dengan pembacaan ayat Al Qur'an, pembacaan sholawat nabi, ceramah, dan acara lain-lain.

Sepanjang acara berlangsung, Mira hanya diam dan menundukkan kepala. Perasaannya sungguh tak menentu. Jika bisa, dia ingin menghilang dari tempat itu, atau biar saja bumi menelan tubuhnya bulat-bulat saat itu juga.

Sesekali, Mira melirik ke arah para jamaah perempuan. Tak ada yang Mira kenal satu pun, sebab itu pengajian di kampung sebelah. Meski jaraknya tak terlalu jauh dari rumah, tapi tempat itu sudah di luar wilayah Kampung Rawa-Rawa.

Acara pun selesai, dan tiba waktunya acara lain-lain yang diisi dengan sesi santai. Mira tak memperhatikan dengan saksama, hingga saat piring-piring berisi snack, juga gelas-gelas berisi teh hangat dihidangkan, gadis itu terkejut.