Langit pagi tampak sedikit gelap. Tidak cerah, pun tidak terlalu mendung. SMK Rawa-Rawa masih sepi saat Mira dan Laksmana memasuki gerbang utama. Di belakang mereka berdua, Santi dan Tika mengekor. Wajah Santi tampak masam. Tentu saja, gadis itu merasa cemburu.
Laksmana langsung menuju ke kelasnya yang berada di belakang kantor guru. Sementara Mira dan geng, memasuki kelas 1 akuntansi 2 yang masih kosong.
"Ngapain, sih, kita datang sepagi ini, Mir? Gue masih ngantuk, nih!" protes Santi.
Mira memang meminta kedua sahabatnya untuk berangkat lebih awal sebab Laksmana. Pemuda tampan itu selalu disiplin. Dia tak pernah mau terlambat. Bagi pemuda itu, lebih baik menunggu, dari pada terlambat.
Santi terus saja bersungut-sungut. Sedangkan Tika tak terlalu mempermasalahkan, karena gadis yang super baperan itu sudah terbiasa siap untuk ke sekolah lebih awal. Namun, tetap mengikuti kedua sahabatnya, menuju ke sekolah beberapa menit sebelum bel tanda masuk berbunyi.
"Kalau lu nggak mau berangkat pagi begini, besok gue berangkat duluan sama Mas Laksmana," ujar Mira, lantas keluar, menuju kantin sekolah.
"Lho, kok, gitu, Mir? Biasanya juga kita berangkat siang. Kenapa harus pagi-pagi buta?" Santi mengejar Mira, dan mensejajarkan langkah dengan sang ketua geng.
Tanpa menghiraukan protes dari Santi, Mira tetap melangkah menuju kantin sekolah.
Sesampainya di kantin, Mira langsung memesan mi goreng dan teh hangat.
Dengan lahap, Mira menyantap makanannya. Karena terburu-buru agar bisa berangkat ke sekolah bersama Laksmana, gadis itu sampai tidak sempat sarapan.
"Biar saya yang bayar, ya, Mir," ujar Tika, lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan Mira.
Mira selalu mendapat traktiran dari Tika atau pun Santi. Kondisi ekonomi Mira yang tidak seberuntung Santi dan Tika, membuatnya jarang mendapat uang jajan lebih dari orang tua.
Sebenarnya, ada rasa tidak enak jika setiap hari ditraktir jajan. Akan tetapi, kedua sahabatnya itu selalu membayar makanan yang Mira beli di kantin tanpa diminta. Beruntung sekali Mira memiliki sahabat seperti mereka berdua.
"Thanks, ya, Tik," ucap Mira, tulus.
Mira benar-benar merasa sangat beruntung memiliki mereka berdua sebagai sahabat.
"Gue minta maaf, ya, San. Mas Laksmana yang minta buat berangkat sekolah bareng gue. Dan dia maunya berangkat pagi. Katanya biar santai jalannya, nggak terburu-buru gitu," sambung Mira sembari menatap lekat wajah sahabatnya, Santi.
Karena merasa sikap Mira semakin aneh, Santi bertambah kesal. Gadis itu lantas melangkah pergi, meninggalkan kedua sahabatnya yang tetap tenang menikmati sarapan.
Meski terbesit sedikit rasa bersalah dalam hati, Mira tetap enggan untuk mengejar Santi dan memberi pengertian. Bagi sang ketua geng, kebiasaan buruknya harus mulai diubah.
Menurut Mira, ada bagusnya juga berangkat ke sekolah pagi-pagi. Selain tak sesak napas karena berlari demi berkejaran dengan waktu yang mepet, berjalan dengan santai di pagi hari juga bisa membuat tubuhnya jadi lebih sehat, dan udara pagi yang masih segar membuat pikirannya pun tenang.
"Wah, makan nggak ngajak-ngajak."
Laksmana yang tiba-tiba saja muncul membuat Mira terhenyak. Untung saja makanannya sudah dia telan. Dipandanginya pemuda tampan yang duduk di sampingnya. Seketika, dadanya berdesir saat tatapan mereka bersirobok. Buru-buru Mira mengalihkan pandangannya ke arah lain sebelum jantungnya semakin berdebar tak menentu.
"Sorry, Mas. Udah kelaparan," kilah Mira.
"Mau nambah?" tanya Laksmana kemudian.
Mira cepat menggeleng. Memangnya, terbuat dari apa perutnya sampai sarapan harus nambah.
"Ya udah. Kamu di sini dulu, temani saya makan," pinta Laksmana.
Tak kuasa gadis itu menolak permintaan sang pujaan. Pagi itu, sang ketua geng menjelma menjadi cewek yang imut dan manis. Diam, kalem, dan banyak menunduk, menyembunyikan rona merah pada pipinya.
Tika melihat Mira dengan tak berkedip. Mulutnya terbuka sebab rasa heran yang luar biasa. Sudah bertahun-tahun bersama, belum pernah Tika melihat Mira bersikap so sweet seperti itu. Ah, cinta memang mampu mengubah seseorang.
Lama kelamaan, Tika merasa risih berada di antara Mira dan Laksmana. Bergegas, gadis yang super baperan itu bangkit dari kursinya, lalu berpamitan.
"Mir, Mas Laksmana, saya ke kelas dulu, ya ...." Tika langsung melangkah, namun ditahan oleh Mira.
"Sini aja, Tik. Temani gue," mohon Mira. Namun, Tika menolaknya karena merasa tidak enak hati.
"Ng ... gue nggak mau jadi obat nyamuk, Mir," seloroh Tika, lantas bergegas pergi.
Laksmana terkekeh melihat sikap Tika dan Mira. Bagi pemuda tampan itu, Geng Mirasantika sangat menarik. Meski di mata orang-orang mereka bertiga urakan, pembuat onar, nakal, dan jahil, akan tetapi Laksmana yakin, bahwa sesungguhnya, mereka adalah gadis-gadis yang baik.
Hingga bel tanda masuk berbunyi, Mira dan Laksmana mengobrol. Sebelum mereka berpisah untuk menuju ke kelas masing-masing, Laksmana berpesan kepada Mira untuk pulang bersama.
"Sampai ketemu pulang sekolah, Mir!" seru Laksmana dengan suara lantang.
Para siswi SMK Rawa-Rawa yang kebetulan berada di kantin cemberut melihat sikap Laksmana terhadap Mira. Mereka merasa patah hati, dan menatap Mira dengan sinis. Namun, di saat Mira menoleh ke arah mereka, bibir yang semula cemberut berubah menjadi seulas senyum.
"Kok, bisa Mira deket sama murid baru yang ganteng itu? Ih!" gerutu mereka.
Kriiing!
Bel tanda masuk berbunyi. Murid-murid yang masih berada di luar kelas berlarian menuju ke kelas masing-masing. Santi bergeming, tanpa suara saat Mira menyapanya.
Melihat Santi tampak tak acuh, sang ketua geng memutuskan untuk tak mengganggunya untuk sementara. Gadis itu pikir, mungkin saja sahabatnya itu sedang ada masalah dengan ibunya di rumah, lagi.
Masalah ketiga gadis yang tergabung dalam satu geng itu memang hampir sama, Setiap hari. Orang tua. Santi dengan ibunya yang janda kaya, Tika dengan ayah tirinya yang telah merebut perhatian ibunya dari dirinya, dan Mira dengan sang ayah yang selalu bikin kesal di rumah.
Ketiganya memiliki satu keinginan yang sama, orang tua mereka bisa berubah menjadi baik, agar mereka bisa kembali mendapatkan kasih sayang seperti saat mereka masih kecil.
Selama jam pelajaran berlangsung, Santi tetap membisu. Hari itu, kelas terasa sunyi. Ketiga gadis pembuat onar seolah-olah telah kehilangan suara, yang biasanya membuat gaduh di kelas saat jam pelajaran.
Para guru mata pelajaran bahkan merasa heran dan bertanya-tanya, apakah para pembuat onar itu sedang tidak enak badan?
"Ayo kita pulang, Tik," ajak Santi saat bel tanda pulang berbunyi nyaring.
"Tunggu, Mira masih beresin buku, tuh." Tika melirik Mira yang sedang memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.
Santi mendengkus, lalu menarik lengan Tika dan memaksanya untuk segera pulang bersama.
Tika yang tak mengerti dengan apa yang telah terjadi pada diri Santi hanya bisa pasrah.
"Mir ... saya duluan, yaa!" teriak Tika sebelum menghilang di balik tembok kelas.
"Oke. Ntar ketemu di pos, ya!" sahut Mira sembari melambaikan tangan.
Mira merasa ada yang aneh sebab tak ada sahutan, baik dari Tika maupun Santi. Padahal, mereka masih terlihat dari balik jendela kelas.