Chereads / I'll Kill You With My Love / Chapter 21 - Bab 21. Rahasia Jati Diri Alice.

Chapter 21 - Bab 21. Rahasia Jati Diri Alice.

Saat Evan dan Peter tengah mencari jalan untuk bisa menyerang musuh yang tersisa, saat itu juga Alice datang dengan tubuh yang berlumuran darah berjalan mendekat ke arah sang kakak yang saat ini tengah menjadi tawanan musuh. Tatapan gadis itu terlihat sangat kejam, terlebih saat ia melihat Peter dalam bahaya, darahnya mendidih dan naluri untuk menghabisi orang yang akan menyakiti sang kakak semakin bergejolak di dalam otak Alice.

"Alice?! Menjauhlah, aku tidak mau kamu terluka," titah Evan yang berjalan maju melindungi adik Peter.

"Tidak, aku tidak akan tinggal diam melihat kakakku yang sedang dalam bahaya," bantah Alice.

"Aku tidak tahu siapa dirimu, kalau kau masih ingin hidup dan melihat matahari. Cepat lepaskan kakakku," ujar Alice memperingatkan anak buah Julian.

Anak buah Julian tertawa lantang dan malah menantang Alice. "Kamu pikir aku takut dengan ancaman anak kecil sepertimu?! Aku harap kamu tidak akan menangis ketakutan saat aku meledakkan kepala kakakmu, anak kecil. Baiklah, aku akan tunjukkan kepadamu adegan mengerikan yang akan kau ingat seumur hidupmu." jari telunjuk anak buah Julian bergerak perlahan hendak menarik pelatuk.

Darah Alice semakin mendidih tatkala peringatannya hanya dianggap sebagai bualan saja oleh anak buah Julian, Alice tak ingin membuang waktu lagi dengan mempertaruhkan nyawa sang kakak. Dengan perlahan tangan gadis itu bergerak merayap mengambil pisau berlumuran darah yang ia selipkan di dalam bajunya kemudian ia melemparkan pisaunya ke arah anak buah Julian yang dalam hitungan detik saja pisau yang Alice lemparkan sudah mengenai sasaran dan menancap tepat di kening anak buah Julian sehingga tubuh pria yang tadi sedang menyandera Peter seketika roboh dan tewas di tempat.

Peter bergegas menghampiri Alice menatap tubuh adiknya dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan ekspresi wajah penuh kekhawatiran. "Apa kamu baik-baik saja? Apakah terluka?" tanyanya.

"Aku baik-baik saja," Jawab Alice dengN sikap yang terlihat sangat tenang.

"Syukurlah," ucap Peter bernapas lega dan ia langsung memeluk tubuh Alice sangat erat.

Peter dan Evan berpikir semua teror telah berakhir sehingga kedua pria itu bisa bernapas lega, akan tetapi pikiran Evan dan Peter salah besar. Netra Alice tiba-tiba saja menangkap sesosok pria berpakaian serba hitam lengkap dengan masker dan topi saat ini sedang membidikkan pistol ke arah Peter dari luar luar jendela kaca mansion.

Hanya sepersekian detik, saat pria itu menarik pelatuk pistolnya, Alice dengan cepat mendorong tubuh Peter hingga peluru yang menembus kaca itu meleset dan mengenai bingkai foto Rhea dan Evan sehingga foto tersebut terjatuh menghantam lantai.

"SHIT!!"

Alice mengumpat kasar lalu ia dengan cepat menyambar pistol anak buah Julian dan gadis itu berlari keluar mansion untuk mengejar pria yang tadi hampir saja membuat Peter tertembak, beberapa tembakan beruntun dilepaskan Alice yang bertujuan untuk melumpuhkan pria misterius tersebut namun sayangnya meleset. Saat Alice hendak menangkap pria misterius tersebut, sebuah mobil tiba-tiba saja datang langsung berhenti tepat di samping pria misterius itu.

Saat pria itu hendak masuk ke dalam mobil, Alice mengambil kesempatan untuk membidik si pria misterius tersebut dengan pistolnya yang dalam hitungan detik saja pundak lelaki itu langsung tertembus timah panas. Saat Alice hendak menembak kembali, sayangnya pria yang sudah berhasil masuk ke dalam mobil itu pun pergi menjauh.

"Berengsek!! Siapa laki-laki itu sebenarnya? Dari penampilannya, sepertinya dia bukan komplotan mafia yang menyerang mansion kak Evan. Apakah mungkin dia musuh Kak Evan yang lainnya? Tapi kenapa dia bisa ikut menyerang mansion kak Evan di saat bersamaan? Apa jangan-jangan ....? Tidak!! Tidak mungkin ada yang tahu identitasku yang sebenarnya," lirih Alice.

"Identitas apa yang kamu maksud? Apa kamu sedang menyembunyikan sesuatu dari kakak?" tanya Peter.

Di saat yang bersamaan juga, Evan dan Peter datang arah belakang. Kedua lelaki itu tidak sengaja mendengar gumaman Alice, gadis itu tampak terkejut, akan tetapi ia mencoba untuk tetap bersikap tenang agar tidak menimbulkan kecurigaan di pikiran Evan dan juga kakaknya.

"Tidak, mungkin kak Evan dan Kak Peter salah dengar. Kenapa? Apakah kak Peter tidak percaya denganku?" tanya Alice.

"Alice!! Apa yang terjadi kepadamu? Semenjak kamu kuliah di US, kamu berubah. Alice yamg kakak kenal tidak pernah tega membunuh seekor nyamuk, akan tetapi hari ini kamu bisa membunuh banyak orang. Cepat katakan kepada kakak, rahasia apa yang kamu sedang sembunyikan saat ini?" tanya Peter yang saat ini menatap adiknya dengan tatapan penuh selidik

Alice mendengkus kesal, gadis itu tidak mau menjawab pertanyaan dari sang kakak yang seolah-olah sedang mencurigainya. Dengan santainya Alice berjalan melewati Peter dan Evan, tapi Peter dengan sigap menangkap dan mencengkeram lengan kurus Alice sehingga langkah gadis itu seketika terhenti.

"Cepat katakan, Alice!!! Kenapa kamu bisa berubah drastis hanya dalam waktu 5 tahun saja?!" Peter membentak dan mendesak adiknya agar mau mengaku serta menjawab semua pertanyaan darinya.

Tatapan Alice kini mengarah ke Peter. "Lalu ... apa kak Peter ingin aku mati dibunuh oleh kawanan mafia yang menyerang mansion kak Evan?! Apakah aku harus menunggu di kak Peter datang di pojokan kamar dan hanya bersikap pasrah tanpa melakukan perlawanan saat semua mafia itu menodongkan pistol di kepalaku, iya?!"

"Peter, Alice!! Cukup!! Kalian jangan berdebat lagi!! Dan kamu Peter, seharusnya kamu bersyukur karena Alice bisa selamat dari serangan anak buah Julian tanpa ada luka sedikit pun bukannya malah menuduh Alice yang bukan-bukan. Sebaiknya kita pergi dulu ke hotel dan beristirahat sampai anak buahku selesai membereskan semua kekacauan di mansion," sela Evan.

Alice sudah terlanjur kesal kepada Peter langsung pergi meninggalkan kedua pria itu setelah Peter melepaskan cengkeraman tangannya. Gadis itu berjalan cepat menaiki tangga yang menuju ke kamarnya, saat ia melewati bingkai foto yang terjatuh dengan kaca yang sudah hancur dan berserakan di lantai, Alice tak sengaja menginjak peluru yang digunakan pria misterius tadi untuk menembak Peter.

Alice dengan cepat memungut peluru tersebut dan memperhatikan dengan cermat tipe peluru yang kini berada di tangannya. "Peluru kaliber 9 Glock Meyer 22, bukankah ini adalah senjata yang digunakan oleh semua polisi hampir di seluruh dunia? Ini benar-benar membuatku gila, belum lagi kak Peter yang sekarang ini mencurigaiku."

Alice menggenggam peluru yang tadi dipungutnya dan ia masukkan ke dalam kantungnya, saat gadis itu hendak berjalan masuk ke dalam kamar untuk mengambil baju. Netra gadis itu tiba-tiba terpaku pada sebuah tato yang bergambar kalajengking yang berada di leher, tepat di belakang telinga sebelah kiri mayat laki-laki yang tadi sempat menyandera Peter.

Alice berjongkok dan mengamati tato kalajengking di mayat laki-laki itu. "Scorpion."

Alice dengan cepat memfoto tato yang bergambar kalajengking itu, lalu ia berdiri dan mengamati telinga sebelah kiri satu per satu mayat yang bergelimpangan di lantai yang bersimbah darah. Akan tetapi gadis itu tidak bisa menemukan tato yang ia cari dari beberapa mayat yang tergeletak di depan kamar ataupun mayat yang berada di dalam kamarnya.

"Apakah ini hanya kebetulan saja? Ataukah pria itu dan misterius tadi satu komplotan? Tapi siapa mereka sebenarnya?"

Alice bergerak waspada saat ia mendengar suara langkah kaki anak buah Evan yang sedang menuju ke arahnya. Dan gadis itu segera berlari menuju ke kamarnya agar tak ada satu orang pun yang akan mencurigainya saat ia sedang mengamati mayat-mayat mafia yang saat ini bergelimpangan di atas lantai.

Alice segera masuk ke dalam kamar mandi dan ia menyalakan kran wastafel, suara air yang mengalir terdengar sangat berisik di telinga Alice akan tetapi gadis itu tidak peduli dan ia langsung mencuci tangan serta wajahnya yang berlumuran darah. Air awalnya terlihat jernih seketika berubah menjadi merah yang langsung tersedot ke dalam lubang wastafel.

Di tempat lain ...

Seorang pria muda berkulit eksotis, bermata agak sipit khas negara Asia terlihat sedang berdiri di depan wastafel kamar mandinya, pria itu menyalakan kran air yang mengeluarkan suara air yang sangat berisik. Di belakang pria itu berdiri seorang wanita yang memakai sarung tangan karet, wanita itu dengan kasarnya menyiram cairan antiseptik ke bahu pria misterius yang sedang terluka.

"AAKKKKHHH!!"

Pria itu menjerit kesakitan saat wanita itu memasukkan kogel tang ke dalam luka si pria misterius tersebut, kedua tangannya mencengkram erat pinggiran wastafel dengan gigi yang mengatup menahan rasa sakit yang teramat sangat. Beberapa detik berikutnya, sebuah peluru berhasil dikeluarkan wanita itu dari bahu si pria, lalu peluru yang berlumuran darah itu ia buang ke wastafel dan kembali menyiram cairan antiseptik ke luka bekas tembakan yang tampak berlubang agar tidak mengalami infeksi, dan tentu saja si pria itu kembali menjerit menahan sakit.

"Hanya luka tembak sekecil ini saja, suara teriakanmu terdengar sangat nyaring. Aku bisa bayangkan betapa kerasnya suara teriakanmu saat tubuhmu satu per satu dipotong karena kamu gagal menjalankan tugas," ucap sang wanita sambil tersenyum sinis menatap si pria.

"Siapa yang kamu maksud, aku? Aku tidaklah sebodoh itu, dan aku tidak pernah gagal dalam menjalankan tugas," ucap si pria sombong.

Sang wanita bertubuh seksi, berwajah sangat cantik namun terlihat sangat bengis itu berjalan mendekati si pria lalu ia membisikkan kata-kata di belakang telinga sebelah kiri pria itu yang ternyata juga bertato kalajengking.

"Mereka itu sangat mengerikan, Juan. Mereka akan menyingkirkan semua orang yang sudah tidak berguna lagi dan menghancurkan tubuh orang-orang yang tidak berguna itu menjadi butiran debu," bisik si wanita lalu ia tertawa terbahak-bahak seraya berlalu pergi meninggalkan tempat tinggal si pria.

****

The Ellio's Hotel, Milan, Italy.

Evan, Peter, dan Alice kini tengah tinggal di salah satu hotel milik Evan sampai mansion milik Evan selesai dibersihkan. Setelah peristiwa penyerangan semalam, pimpinan mafia Cosa Nostra itu semakin memperketat penjagaan di semua gedung yang ia miliki. Bukan hanya hotel, klub malam tapi juga di mansion miliknya.

Akan tetapi, bukan cuma itu masalah yang sedang dihadapi oleh Evan dan Peter saat ini. Kedua lelaki itu kini sedang mempertanyakan keanehan yang ada dalam diri Alice, terutama Peter sebagai kakak yang sangat mengenal Alice, pria itu merasakan banyak sekali perubahan sangat mencolok yang terjadi kepada adiknya sehingga ia terkadang berpikir kalau Alice adalah orang asing yang sedang menyamar.

"Aku rasa kamu sudah terlalu berlebihan, Peter. Bukankah aku sudah bilang kepadamu kalau Alice hanya membela diri saat ia diserang?! Semua orang akan melakukan hal yang sama saat mereka diserang," bela Evan yang mencoba untuk berpikir rasional.

"Tidak semua orang bisa menembak dan melempar pisau tepat mengenai sasaran, Evan. Bahkan orang yang sudah berlatih bertahun-tahun melempar pisau dan latihan menembak saja bisa meleset, coba kamu ingat-ingat kembali saat Alice melempar pisau yang tepat mengenai kening anak buah Julian sampai tewas. Cara Alice melempar pisau sudah seerti orang yang profesional,'' jelas Peter.

Evan menghela napas panjang. "Lalu, apakah kita harus menyelidiki Alice?" tanyanya.

"Iya, karena aku ingin tahu semua rahasia Alice. Aku ingin tahu darimana Alice bisa mendapatkan kemampuan bertarung seperti pembunuh berdarah dingin," jawab Peter.

To be continued.