Alice tersentak kaget saat ia tahu ada seseorang yang saat ini berada di belakangnya, jantungnya berdebar sangat kencang seakan ingin melompat keluar, keringat dingin tiba-tiba saja mengalir dari dahinya dan rasa takut seketika menyelimuti hati Alice. Namun Alice berusaha untuk tetap tenang, gadis itu perlahan-lahan memalingkan wajahnya seraya menahan napas.
"Ar–thur ...."
"Kenapa?! Kamu pikir siapa?" tanya Arthur.
"Kamu mengagetkanku saja, aku pikir kamu–"
"Siapa? Musuh? Kalau aku musuhmu sekarang ini kepalamu tidak berotak itu pasti sudah jatuh ke tanah, dasar gadis bodoh. Ikuti aku," omel Arthur kasar.
Arthur berjalan melewati Alice dan ia sengaja menubruk bahu gadis itu dengan kasar, Alice sudah pasti marah dan jengkel dengan kata-kata kasar yang dilontarkan Arthur kepadanya. Ingin rasanya Alice memukul kepala pria berhati dingin itu dengan batu untuk membalas rasa sakit hatinya.
Akan tetapi ia merasa kalau ucapan si Snowman itu ada benarnya juga, gadis itu pun kini berjalan mengikuti Arthur atau yang ia juluki sebagai Snowman. Pria itu berjalan keluar menuju ke dalam ruangannya untuk berbicara dengan Alice agar tidak ada satu pun orang yang bisa mendengarkan pembicaraan mereka berdua.
Tiba di dalam ruangan Arthur, pria itu mulai mengintimidasi Alice dengan tatapan matanya yang sangat dingin. Lidahnya yang tajam bagikan silet siap untuk untuk menyayat-nyayat hati Iris, saat ini Arthur sedang duduk di atas meja dengan menghadap ke arah Iris seraya melipat kedua tangannya di depan dada.
"Kamu, sebelum bertindak ada sebaiknya berpikir terlebih dahulu dengan menggunakan otakmu!! Ini adalah istana kepresidenan, bahkan dinding punya disini punya mata dan telinga. Kau masih beruntung karena hanya aku yang mendengar gumaman tololmu, kalau yang mendengar ucapanmu adalah musuh pasti kau sudah dihabisi sekarang ini seperti temanmu yang nyawanya direnggut paksa di hari pernikahannya," maki Arthur dengan rahang yang mengatup dan suara yang sangat pelan.
"Maafkan saya," ucap Alice.
"Sebelum kamu pulang, larilah keliling lapangan sebanyak 15 putaran dan renungkan perkataanku baik-baik," titah Arthur.
"Baik," ucap Alice pasrah.
"Jaga ucapanmu!! Bahkan untuk bernapas pun kamu harus berhati-hati," pesan Arthur kepada Alice.
"Baik, maaf."
"Pergilah," usir Arthur.
Alice mengangguk perlahan kemudian ia pergi meninggalkan ruangan si Snowman, gadis itu hanya terdiam karena semua yang dikatakan oleh Arthur sangatlah benar dan beralasan, satu perbuatan ceroboh bisa menghancurkan semuanya serta membuat semua orang yang terlibat akan mendapatkan masalah.
Gadis itu berjalan menuju ke tempat latihan menembak untuk berlatih, setelah memakai perlengkapan pengaman barulah Alice mulai latihan dengan mengarahkan pistolnya ke papan sasaran tembak. Peluru berdesing, meluncur tepat mengenai sasaran setelah Alice menarik pelatuk pistolnya, berkali-kali menembak tak ada satu pun peluru yang meleset dan ini lah salah satu keahlian Alice.
Meskipun tembakannya tidak ada yang meleset, seharusnya ekspresi wajah Alice terlihat sangat senang akan tetapi sekarang ini mimik wajah Alice menunjukkan ekspresi dingin.
Sementara itu, di kantor kejaksaan ...
Iris yang baru datang ke kantor langsung melemparkan tubuhnya di atas kursi kerjanya, gadis itu mendesah dan pikirannya saat ini sedang melayang jauh memikirkan kata-kata yang Evan lontarkan kepadanya. Iris bisa memahami rasa sakit Evan atas kepergian calon istri dan juga calon anak yang sedang dikandung oleh Rhea, akan tetapi ia tidak menyangka kalau Evan bisa berbuat sangat nekat dan bila Evan benar-benar melakukan semua yang diucapkannya maka pimpinan Cosa Nostra tersebut pasti akan berurusan dengan hukum dan Iris tidak menginginkan hal itu sampai terjadi.
Iris kembali tersadar dari lamunannya karena masih harus melanjutkan kembali pekerjaannya, dan saat ini ia sedang mencari dokumen kasus Rhea yang sempat ia pelajari. Ia masih ingat betul meletakkan dokumen di atas meja sebelum ia berangkat menemui Evan, akan tetapi saat ini dokumen yang ia cari tiba-tiba menghilang begitu saja bagai ditelan bumi.
"Investigator malvino, apakah kamu melihat dokumen kasus Rhea? Perasaan tadi aku meletakkan dokumen itu di atas meja, kenapa sekarang malah menghilang?'' tanya Iris sembari mencari dokumen yang ia cari
"Tadi sudah diambil oleh asisten kepala jaksa, karena kasusnya sudah dihentikan dan tidak akan pernah dilanjutkan lagi, makanya asisten kepala Jaksa mengambilnya kembali untuk diarsipkan atau mungkin nantinya akan digancurkan," jawab Malvino.
"Apa? Kapan? Kenapa aku tidak diberitahu?'' tanya Iris dengan nada suara yang terdengar kesal.
"Tadi, tidak lama setelah jaksa Iris pergi keluar. Mereka juga tidak bilang apa-apa dan langsung mengambil dokumennya begitu saja dan membawanya pergi," jawab Malvino.
Iris mendengkus kesal, ia pun segera berjalan pergi meninggalkan kantornya dan mendatangi ruangan kepala jaksa. Meskipun ia adalah jaksa junior tapi bukan berarti ia bisa diperlakukan dengan tidak adil seperti ini, ia sungguh tidak terima dan ingin memprotes sikap pimpinannya yang sudah berbuat tidak adil kepadanya.
Sesampainya di ruangan kepala jaksa, Iris langsung menerobos masuk ke ruangan kepala jaksa tanpa mengetuk pintu ataupun mengucapkan salam terlebih dahulu. Gadis itu sudah terlalu emosi saat ini dan ingin segera berbicara dengan kepala jaksa sehingga ia melupakan semua etika saat ia hendak menemui sang pimpinan.
Melihat kedatangan Iris yang tiba-tiba menerobos masuk ke dalan ruangan, kepala jaksa dan Diego– jaksa senior yang saat ini sedang berdiskusi tentang kasus tindak pidana yang sedang ditangani oleh Diego seketika terkejut. Dan sang kepala jaksa menunjukkan ekspresi kemarahan kepada Iris yang sudah berlaku tidak sopan dengan menerobos masuk ke dalam ruangannya.
"Apa yang kamu lakukan?!! Apa kau tidak diajari sopan santun saat ingin masuk ke dalam ruangan pimpinanmu?!!" Kepala jaksa membentak Iris atas ketidaksopanan yang telah dilakukan gadis itu.
"Seharusnya itu adalah kata-kata yang saya harus ucapkan untuk bapak? Meskipun saya adalah jaksa baru, akan tetapi bapak seharusnya juga bisa menghormati saya. dengan tidak seenaknya mengambil begitu saja dokumen kasus kematian Rhea yang sedang saya tangani tanpa permisi terlebih dahulu kepada saya," timpal Iris.
"Memangnya kau siapa, hah?! Kenapa aku harus meminta izin kepadamu? Dokumen itu adalah milik kejaksaan, jadi dokumen itu bisa ditarik kapan saja atas perintah dari pimpinan. Jadi, kalau kamu mau protes sebaiknya langsung saja protes saja ke pimpinan. Bukan kepadaku," hardik sang kepala Jaksa.
"Jaksa Iris tolong jaga sikapmu dan jangan buat keributan lagi di ruangan kepala jaksa," ucap Diego namun Iris tidak mau mendengarkan kata-kata seniornya
"Meskipun dokumen kasus Rhea sudah diambil dan kasusnya sudah dihentikan, tapi saya akan tetap menyelidiki kasus ini sampai tuntas. Setelah saya berhasil mengumpulkan semua bukti, saya akan mengajukan kasus ini lagi dengan atau tanpa persetujuan kepala jaksa," tegas Iris.
"Kamu!!! Apa kamu datang ke sini hanya untuk mencari gara-gara saja? Cepat pergi dari sini atau aku akan memberimu surat peringatan dan juga surat skorsing untukmu," usir kepala jaksa dan dibarengi dengan ancaman.
"Baik, saya akan pergi. Tapi untuk kasus Rhea saya akan terus menyelidikinya dan saya pasti bisa menangkap pelaku yang sudah membunuh Rhea dengan sangat kejam," ucap Iris.
iris bergegas pergi meninggalkan kantor kepala Jaksa, tapi gadis itu tidak kembali ke ruangannya melainkan pergi ke ruang penyimpanan data dan barang bukti. Namun saat Iris ingin meminta data tentang kasus kematian Rhea, petugas mengatakan kalau data tentang kasus Rhea sudah tidak ada lagi.
Jelas saja Iris merasa sangat bingung, karena belum sehari ia pergi, semua data tentang Rhea sudah tidak ada lagi atau lebih tepatnya 'dihilangkan paksa'. Dan tentu saja kejadian ini memunculkan satu tanda tanya besar di kepala Iris yang mungkin saja ada satu rahasia besar atau mungkin saja ada satu konspirasi besar di balik ini semua, tentu saja Iris tidak akan pernah menyerah, Ia sudah berjanji untuk menegakkan keadilan untuk Rhea.
Tangan Iris bergerak mengambil ponsel pintarnya yang tadi ia simpan di dalam saku blazernya, gadis itu kemudian menggenggam erat ponsel miliknya dan membuka isi galeri fotonya. Ada banyak foto lembaran dokumen yang tersimpan di galeri foto ponsel nya dan ia tidak akan membiarkan ada satu orang pun yang mengetahui rahasianya.
"Mereka pikir kalau otak mereka lebih pintar, akan tetapi mereka tidak tahu kalau otakku jauh lebih pintar dari mereka. Setidaknya aku masih punya copy dokumen kasus kematian Rhea, dan aku pasti bisa mendapatkan lebih banyak barang bukti lagi agar aku bisa menangkap semua pelaku pembunuhan Rhea," ucap Iris di dalam hati seraya menggenggam erat ponsel nya.
To be continued.