Sampai di apartemen, Iris langsung masuk ke dalam kamar dan mencari laptop miliknya. Gadis itu bergegas memindahkan semua foto di galery ponselnya ke dalam flash disk, bukan hanya satu tapi sekaligus dua flash disk sebagai back up jika salah satu flash disk nya hilang atau ada kemungkinan 'dicuri'.
Iris tidak mau mengambil risiko, karena is tahu pasti kalau satu hari nanti ia pasti akan mendapat serangan. Karena itulah ia tidak menyimpan data Rhea yang ia curi itu ke dalam laptopnya atau ke dalam ponselnya, Iris kemudian mengambil salah satu boneka teddy bear berwarna biru yang berukuran sedang, is kemudian merobek sedikit di bagian jahitan kepalanya lalu ia memasukkan salah satu flash disk ke dalam kepala boneka tersebut dan menjahitnya kembali.
Agar tidak mudah ditemukan, boneka teddy bear tadi ia sisipkan di antara boneka-boneka miliknya. Sedangkan flash disk yang satunya lagi ia berpikir untuk menyerahkannya kepada Evan akan tetapi gadis itu masih ragu untuk memberikannya kepada Evan dan pada akhirnya ia pun memilih untuk menyimpan flash disknya
Alice sekarang duduk di lantai dengan punggung yang menyandar di dinding tepat di samping puluhan boneka lucu berbagai karakter yang ia tata di atas lantai beralaskan karpet agar semua bonekanya tidak kotor. Gadis itu duduk sambil memeluk kakinya.
Iris bernapas lega, Ia tidak tahu kalau ternyata ketidaksengajaan nya memfoto dokumen kssus Rhea secara diam-diam untuk ia pelajari di Apartemen ternyata bisa menyelamatkannya.
"Kerja bagus, Iris. Kamu pasti bisa menangkap pelaku pembunuhan Rhea dan semoga saja setelah semua pelakunya tertangkap, jiwa Rhea bisa tenang disana bersama dengan calon anaknya. Aku tahu kalau aku adalah jaksa yang lemah, akan tetapi aku tidak akan pernah menyerah untuk memperjuangkan hak orang-orang yang telah diperlakukan secara tidak adil, aku pasti bisa melakukannya," gumam Iris yang mencoba untuk menguatkan dirinya sendiri.
"Lalu ... apa yang harus aku lakukan sekarang? Kepala jaksa pasti sedang mengawasiku sekarang ini, dia pasti akan sangat marah dan membuatku terkena hukuman pastinya. Baiklah kalau begitu, aku mencari sendiri bukti-bukti yang tentang kasus Rhea. Tapi, bagaimana kalau aku berdamai saja dengan Evan, tidak ada salahnya juga untuk bisa berdamai dengan pria kasar dan kejam itu, mungkin saja dia nantinya mau bekerja sama denganku untuk menangkap pelaku pembunuh Rhea."
"Tapi Rhea adalah wanita yang sangat misterius, bahkan di dokumen kasus Rhea tidak disebutkan dengan jelas pekerjaan atau latar belakang keluarganya. Dokumen kasus Rhea terlalu abu-abu dan sangat sulit ditelusuri, karena itulah aku tidak bisa menyelidiki kasusnya dengan maksimal. Kalau begitu, aku besok akan pergi ke mansion Evan untuk memulai investigasi."
Rhea kemudian berdiri dari duduknya, gadis itu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan badannya. Setelah selesai menyegarkan diri, Iris bergegas naik ke atas ranjangnya dan ia pun mulai menutup matanya kemudian tertidur dengan pulas.
Sementara itu di mansion Evan ....
Malam semakin larut, tapi Alice belum juga tampak batang hidungnya. Gadis itu bahkan tidak memberi kabar kepada Peter, alhasil Peter pun merasa sangat khawatir karena adik nya belum juga pulang. Peter dari tadi hanya mengomel tidak jelas sambil terus mondar-mandir saja di hadapan Evan tanpa mau menelepon sang adik, karena lelaki itu terlalu gengsi kalau harus menelepon Alice terlebih dahulu, kalau kakak beradik yang rempong itu sudah sama-sama gengsi pasti ujung-ujungnya Evan yang kena getahnya karena mendapat jatah untuk menelepon Alice.
"Bagaimana? Tidak diangkat, 'kan? Dasar adik durhaka, awas saja nanti kalau dia pulang nanti. Akan aku penuhi kamarnya dengan kecoa biar tahu rasa," omel Peter sembari terus mondar-mandir.
"Kalau begitu kamu saja yang lanjut menelepon Alice, aku mau bersiap-siap sebentar di kamar,'' ucap Evan.
"Peter," panggil Evan seraya melempar ponselnya ke arah Peter.
Peter pun terlihat kelabakan menangkap ponsel yang dilemparkan Evan, dan ia merasa sangat lega karena ponselnya tidak jatuh ke atas lantai namun Peter tetap saja tidak bisa diam dan kini ia mengomeli mulai beralih mengomeli Evan.
"Hei!! Kenapa kamu suka sekali melempar barang?! Apakah cita-citamu ingin menjadi pemain bisbol atau melempar barang sudah menjadi hobi bagimu?" Peter mengomel kesal akan tetapi yang dia omeli ternyata tidak menghiraukannya dan malah pergi ke kamarnya.
Peter kembali mencoba menelepon Alice, nada sambung ponselnya aktif akan tetapi gadis itu tetap tidak mau menerima panggilan telepon darinya. Tak kehabisan akal, pria itu kemudian melacak pergerakan dan posisi mobilnya saat ini, dan Peter pun merasa lega karena mobilnya kini sudah dekat dan hampir sampai ke mansion.
Kemudian tidak lama kemudian Evan akhirnya turun ke lantai satu dan dia sudah bersiap untuk melakukan misi, dan seperti biasa pakaian serba hitam dipilih oleh Evan untuk menyamar tak lupa ia memakai masker untuk menutupi wajahnya agar tidak terlihat di kamera CCTV. Peter kemudian berjalan mendekat ke arah Evan, menatap wajah pria itu dengan penuh kekhawatiran dan ia rasanya tidak tega membiarkan Evan melakukan misi sendirian.
"Evan, apa kamu yakin bisa sendiri? Tunggulah sebentar, aku akan berganti baju terlebih dahulu dan kita akan pergi bersama-sama. Kamu mungkin nanti akan kesulitan untuk memasang alat penyadapnya," tanya Peter.
"It's Ok, Peter. Jaga Alice baik-baik, aku pergi dulu." Evan menepuk pundak Peter pelan lalu ia berjalan menuju ke garasi dan mengambil sebuah mobil yang biasa ia gunakan untuk menjalankan misi agar kami tidak mudah dilacak, selain melepas plat mobil, di dalamnya juga terdapat senjata yang bisa digunakan untuk menyerang musuh-musuhnya.
Evan menyalakan mesin mobilnya kemudian mobil Evan bergerak meninggalkan mansion, dan di saat yang bersamaan juga ada dua mobil yang mencurigakan sedang bergerak mengikuti mobil Evan. Kebetulan juga mobil Peter yang dikemudikan oleh Alice baru saja datang, awalnya Alice pikir kalau Evan sedang pergi dengan kakaknya dan juga anak buahnya.
Akan tetapi Alice terlihat sangat terkejut saat ia berjalan masuk ke dalam mansion dan ternyata Peter ada di rumah, karena tidak biasanya Evan pergi sendirian tanpa Peter dan dari situlah perasaan Alice sekarang menjadi tidak enak.
"Keluyuran kemana saja kamu, kenapa jam segini baru pulang?" tanya Peter sewot.
"Bukan urusan kak Peter, tumben kak Peter nggak keluar sama kak Evan. Kak Evan mau pergi kemana memangnya malam-malam begini bersama dengan anak buahnya? Aneh banget."
"Hah? Anak buah yang mana? Evan 'kan berangkat sendirian nggak bawa anak bush sama sekali, salah lihat kali kamu," sahut Peter.
"Salah lihat apanya, orang tadi Alice lihat ada dua mobil yang mengikuti mobil kak Evan dari belakang, kalau bukan anak buah kak Evan lalu orang-orang yang mengikuti kak Evan tadi siapa?" tanya Alice kepada Peter.
****
"William Anderson, seorang pembunuh bayaran terkejam salah satu petarung mematikan dari klan Scorpion. Sekali William menentukan target, dia tidak akan pernah melepaskan targetnya sampai ia melihat kepala dan tubuh targetnya itu hancur berkeping-keping. Dan aku pastikan malam ini nyawa Evan Luciano akan terbang meninggalkan semesta."
"Cheers," ucap Julian yang mengangkat gelas wine tinggi-tinggi.
Julian dan Matteo tertawa lantang penuh kemenangan karena mereka sudah membayangkan prosesi pemakaman Evan besok pagi. Julian dan Matteo kini telah bersatu dan membentuk aliansi untuk bisa menghancurkan dan membunuh Evan.
To be continued.